Saturday, August 11, 2007

Jabar Peringkat Pertama Kasus Korupsi Terbanyak

Kinerja Kejaksaan Tinggi Dinilai Lamban

BANDUNG, (PR).-
Jawa Barat belum mampu melepaskan diri dari deretan papan atas daerah dengan jumlah kasus korupsi terbanyak di Indonesia. Setelah 2005 menduduki peringkat keempat dengan 10 kasus korupsi yang terungkap, maka 2006 Jabar muncul sebagai peringkat pertama provisi dengan kasus korupsi terbanyak. Tercatat 18 kasus menjadi penanganan serius.

Hal itu terungkap dalam National Workshop dan Seminar Sekolah Antikorupsi, Auditing, dan Budgeting di Aula Timur ITB, Jln. Ganeca, Bandung, Rabu (17/1).

Namun, menurut Wakil Koordinator Indonesia Corruptions Watch (ICW), J. Danang Widoyoko, jumlah tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya. “Berdasarkan data ICW, sejauh ini jumlah kasus korupsi di Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibanding daerah lainnya,” ujarnya.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), status Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Jawa Barat, 5.936 wajib lapor. Namun, dari jumlah itu hanya 4.296 (72,36 %) yang melapor. Sedikitnya 3.905 kasus telah diumumkan KPK dan 391 di antaranya masih dalam proses penyidikan.

Untuk seluruh Indonesia, sepanjang 2006 terdapat 6.879 pengaduan kasus korupsi, 6.236 kasus di antaranya dapat ditelaah. Namun, hanya 1.444 pengaduan yang diindikasikan tindak pidana korupsi. Dengan berbagai alasan, 4.792 kasus di antaranya tidak dapat ditindaklanjuti dan 527 kasus dikoordinasikan dengan instansi lain.

Kasus mandek

Staf Khusus Kementerian BUMN, Lendo Novo, mengeluhkan kinerja kejaksaan tinggi (kejati) yang dinilai lamban. ”Sepanjang 2006, kami banyak mengungkap kasus korupsi di tubuh BUMN dengan mudah. Yang saya sesalkan, ketika masuk ke kejati, kasus mandek dengan berbagai alasan,” katanya.

Hal itu tidak disangkal Kepala Kejati Jabar, Muzammi Merah Hakim. Dia menilai, rendahnya kinerja aparat kejati dalam kasus korupsi, akibat minimnya gaji aparat dan anggaran pemerintah untuk mengusut kasus korupsi. “Selain itu, kami juga dipusingkan dengan prosedural yang berbelit-belit. Untuk mengusut suatu kasus korupsi kami harus memiliki izin dari berbagai pihak terkait, seperti gubernur, mendagri, presiden, dll. Tanpa izin, kami sulit untuk berkutik,” katanya.

Sedangkan pakar hukum UNPAD Indra Perwira menilai, upaya pemberantasan korupsi di Jabar lebih sulit karena faktor kultural. “Nilai dalam budaya Jabar, merasa sungkan untuk mengawasi, mengkritik, atau menegur. Hal itu menunjukkan kontrol sosial yang lemah, karena kepedulian terhadap tataran sosial dengan nilai moral kurang menonjol,” ujarnya. (A-150/-158)***

No comments: