Saturday, July 28, 2007

Berakhir Sudah Pasal Karet

Mahkamah Konstitusi mencabut dua pasal ”penebar kebencian”. Parlemen sempat menyatakan keberatan.

HAMPIR seabad lebih hal itu ditunggu. Dan, Selasa pekan lalu, penantian panjang itu mencapai titik akhirnya. ”Selamat jalan, juga selamat tinggal,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie. Tepuk tangan mendadak bergema dari para pengunjung yang memadati ruang sidang Mahkamah Konstitusi seusai Jimly membacakan putusannya. Hari itu, setelah 95 tahun ”berkibar” di tatanan hukum Indonesia, pasal 154 dan pasal 155 yang bertengger di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ini dicabut Mahkamah.

Mahkamah mencabut kedua pasal itu karena dinilai bertentangan dengan UUD 45. ’’Sudah tidak sesuai lagi. Keduanya peninggalan Belanda untuk melindungi kepentingan pemerintah kolonial,’’ ujar Jimly. Majelis yang beranggotakan sembilan hakim konstitusi menyatakan, selain tidak menjamin kepastian hukum, kedua pasal tersebut juga menghalangi kebebasan berpendapat.

Selama ini pasal 154 dan pasal 155 kerap dipakai penguasa untuk menangkap musuh politiknya. Pada zaman Belanda, bersama lima pasal lainnya dalam Bab V KUHP yang mengatur ”Kejahatan Mengenai Ketertiban Umum”, pasal-pasal itu dijuluki pasal penabur kebencian (hatzaai artikelen).

Sejumlah aktivis pergerakan Indonesia pernah jadi korban pasal ini. Pada 1930, misalnya, pemerintah Belanda menangkap dan memenjarakan Soekarno, Gatot Mangkupradja, Maskun, dan Supriadinata dengan tuduhan menyebarkan kebencian. Setelah Indonesia merdeka, pada 1946, pasal 153 bis, yang digunakan menjerat Soekarno dan rekan-rekannya, dicabut pemerintah. Tapi pasal-pasal ”penabur kebencian” yang lain tetap hidup.

Lantaran sifatnya yang lentur dan multitafsir itu pula, kedua pasal ini juga dijuluki pasal karet. Pasal 154, misalnya, mengatur ihwal ancaman pidana bagi setiap orang yang dianggap menyebarkan permusuhan, kebencian, atau merendahkan terhadap pemerintah. Ancaman pelanggar pasal ini tujuh tahun penjara.

Adapun pasal 155 memberikan ancaman pidana pada setiap orang yang dianggap menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengungkapkan permusuhan, kebencian, atau merendahkan terhadap pemerintah. Ancaman pelanggar pasal ini bisa dibui hingga empat tahun penjara.

Putusan Mahkamah yang membuang kedua pasal ini dari KUHP merupakan ”buah” dari permohonan uji materi (judicial review) Raden Panji Utomo, Direktur Forum Komunikasi antar-Barak (Forak). Panji yang juga dokter itu, pada 18 Desember 2006, dihukum tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh karena melakukan demo di Kantor Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias.

Pada saat itu, 19 September 2006, Panji menggerakkan sekitar 5.000 pengungsi, menuntut kejelasan penanganan korban tsunami Aceh. Selain memprotes BRR, yang dituding berlimpah fasilitas dan bergaji tinggi tapi lambat membangun perumahan korban tsunami, dia juga mengecam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. ”Mana janji pemerintah membantu janda dan korban tsunami? Dana luar negeri dihambur-hamburkan. Berikan saja Rp 5 triliun dana pengungsi langsung ke korban tsunami,” teriak Panji. Forak menuntut dana pengungsi ditransfer langsung ke rekening mereka. Demo berakhir rusuh, dan Panji ditangkap polisi. Ia dijerat dengan pasal 154 dan 155.

Ketika vonis dijatuhkan, Panji memilih tidak melakukan banding. ”Saat itu situasi Aceh mencekam,” katanya. ”Saya juga tak mau ditahan lebih lama. Setelah bebas dari penjara, pada Februari lalu, Panji pun membawa pasal ini ke Mahkamah Konstitusi.

Sebetulnya, tidak hanya pasal 154 dan pasal 155 yang ia minta untuk diuji Mahkamah. Panji juga meminta Mahkamah melakukan uji materi terhadap pasal makar (pasal 107 KUHP), penghasutan menentang penguasa (pasal 160 dan pasal 161), dan penghinaan terhadap penguasa (pasal 207 dan pasal 208). Tetapi permohonannya ditolak. Hakim konstitusi berpendapat, Panji tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal tersebut. ”Kami protes. Meski Panji bukan korban langsung, pasal itu masih senapas dengan pasal 154 dan 156,” kata A.H. Wakil Kamal dari Masyarakat Hukum Indonesia, yang juga pengacara Panji.

Dalam sidang, sejumlah saksi yang dihadirkan menyatakan tak setuju jika dua pasal karet itu dihapus. ”Pasal-pasal itu tidak bertentangan dengan UUD 45 dan masih dibutuhkan,” kata Akil Mochtar, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR. Menurut Akil, jika pasal itu dicabut, tidak ada lagi yang melindungi pemerintah. ”Pemerintah masih membutuhkan pasal tersebut,” katanya. DPR, dalam jawaban tertulisnya, juga menyangkal hak konstitusi Panji dirugikan. ”Karena pemohon tidak menggunakan upaya hukumnya, dengan kata lain pemohon mengaku bersalah dan hak konstitusinya tidak dirugikan,” demikian pendapat parlemen.

Wakil pemerintah, Harkristuti Harkrisnowo, yang juga Direktur Jenderal Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM, juga keberatan dua pasal itu disetip. ”Kami minta permohonan tersebut ditolak,” katanya. Kendati demikian, guru besar pidana Universitas Indonesia ini mengakui kedua pasal itu sebenarnya termasuk yang bakal dihapus dalam Rancangan KUHP baru yang kini tengah disusun pemerintah. ”Sifat formal dalam pasal itu akan diganti dengan delik material, yakni timbulnya keonaran dalam masyarakat,” kata Harkristuti.

Pakar pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Mudzakir, punya pendapat lain. Menurut dia, pasal 154 dan 155 itu bak pisau bermata dua. ”Karena pasal-pasal tersebut memuat delik genus yang mendasari dilarangnya perbuatan delik spesies,” katanya. Jika diterapkan obyektif, ujar Mudzakir, pasal itu bisa mengatasi situasi yang membahayakan negara. Tapi, di lain sisi, berpotensi merugikan warga negara jika diterapkan secara subyektif dan demi kepentingan penguasa. Pasal 154 dan 155, kata doktor hukum pidana tersebut, menyalahi lex certa, asas kepastian hukum. ”Karena melarang hak yang sudah diberikan konstitusi, yakni kebebasan berpendapat.”

Mahkamah Konstitusi sendiri berpendapat bahwa pasal karet ini diciptakan untuk kepentingan penjajah. ”Pasal itu tidak rasional,” kata Jimly. Mahkamah juga mengutip kesaksian Prof. Mr. J.M.J. Schepper, Menteri Kehakiman Belanda di era Wilhelmina, yang memprotes penerapan aturan itu di Hindia Belanda. ”Peraturan ini dengan sendirinya menyatakan hanya berlaku bagi masyarakat kolonial, jelas tidak untuk negara-negara di Eropa,” kata Jimly. Menurut majelis hakim konstitusi, menjelang akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda mengadopsi pasal 124a British Indian Penal Code tahun 1915. Padahal, di India, pasal-pasal tersebut sudah dibatalkan karena bertentangan dengan konstitusi India.

Kini dua pasal karet yang selama ini juga jadi momok para aktivis mahasiswa itu sudah masuk ”tong sampah”. Satu per satu Mahkamah merontokkan pasal yang mengekang kebebasan berpendapat. ”Ini kemenangan rekan-rekan yang berjuang untuk kepentingan masyarakat,” kata Panji. ”Semoga bisa lebih aman, dan mereka yang ingin bersuara tak lagi takut.…”

Arif A. Kuswardono, M. Nurochmi

Friday, July 27, 2007

MUI: NKRI Sudah Final

2007-07-27 02:34:00

Irwan Nugroho - detikcom

Jakarta - Bentuk dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah final dan mengikat bagi seluruh elemen bangsa Indonesia. Umat Islam sebagai bagian terbesar wajib memelihara keutuhan NKRI.

Demikian salah satu butir penyataan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemimpin ormas-ormas Islam mecermati perkembangan akhir-akhir ini serta kondisi umat Islam di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan pada acara peringatan Milad MUI ke-32 di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (26/7/2007).

Hadir antara lain Ketua MUI KH Sahal Mahfudh, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, dan sejumlah perwakilan duta besar.

"Deklarasi ini menjadi pesan yang sangat jelas bahwa umat Islam yang terwadahi dalam ormas-ormas Islam tidak mentolerir setiap upaya pemisahan diri dari NKRI (separatisme), serta upaya merubah bentuk negara kita," ujar Sahal.

Menurut Sahal, komitmen tersebut sebenarnya telah diteguhkan pada 2006 melalui Ijtima` ulama. Dalam pertemuan itu, kurang lebih seribu ulama se-Indonesia turut mengamini.

"Garis kebijakan MUI menyatakan bahwa perjuangan amar maruf nahyi munkar dan perjuangan lil-i`lai kalimatillah di negeri tercinta ini harus tetap dalam bingkai NKRI," ujarnya. (irw/ary)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/27/time/023406/idnews/810029/idkanal/10

Thursday, July 26, 2007

Zaenal Konyol 100 Persen!

2007-07-26 13:27:00


Ketua DPP PD Max Sopacua:

Jakarta - Rencana Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif membeberkan fakta pernikahan Presiden SBY sebelum masuk taruna AKABRI dinilai konyol. Zaenal diminta tidak mencari kambing hitam.

"Itu konyol! Konyol sekali, konyol 100 persen. Seperti anak kecil," cetus Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua kepada detikcom, Kamis (26/7/2007).

Sikap Zaenal dinilai tidak elegan dan tak memiliki etika politik. Sebab niat Zaenal dilandasi posisinya yang terjepit setelah pimpinan DPR lain tidak mengakomodirnya dan ketidaksenangannya terhadap SBY yang telah menandatangani surat recall-nya.

"Ini sebuah kekeliruan. Jelas dia tidak memiliki data akurat. Zaman kampanye dulu, kita juga pernah digoyang black campaign soal ini, tapi tidak terbukti. Rakyat tidak percaya," tegas dia.

Kalau mau komplain, imbuh Max, sasaran tembak yang dituju Zaenal harusnya partai tempatnya bernaung, Partai Bintang Reformasi (PBR), bukan SBY. "Tanya dong, kenapa PBR me-recall dia!" cetus Max dengan nada tinggi.

SBY selaku presiden, lanjut dia, tidak bisa seenaknya meneken surat recall Zaenal. Sebab proses recall itu sudah dilakukan sesuai prosedur. Di mana pimpinan DPR menyampaikan surat kepada KPU. Selanjutnya surat itu disampaikan KPU ke Presiden. Setelah diverifikasi, Presiden baru menandatangani surat tersebut.

"Dan sekali lagi yang punya hak recall itu partai yang bersangkutan," katanya.

Max mengaku tidak akan tinggal diam. Jika Zaenal membeberkan hal itu tanpa bukti kuat, dia tidak segan-segan menyeret Zaenal ke pengadilan.

"Dia akan kita laporkan telah melakukan fitnah. Janganlah mencari kambing hitam," tandas Max balik mengancam.
(umi/asy)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/26/time/132730/idnews/809763/idkanal/10

Zaenal Sudah Sampaikan Data Nikah SBY ke Agung Laksono

2007-07-26 13:00:00

Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif melakukan perlawanan seiring keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) tentang recall terhadap dirinya. Dia akan menyampaikan data dan bukti bahwa Presiden SBY pernah menikah sebelum masuk Akademi Militer (Akmil). Data ini pernah disampaikan Zaenal kepada Ketua DPR Agung Laksono.

"Bukti-bukti itu sudah saya tunjukkan kepada Pak Agung Laksono tiga bulan lalu. Tapi sepertinya tidak ditindaklanjuti," kata Zaenal dalam jumpa pers di gedung DPR, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (26/7/2007).

Saat ditanya apakah Agung punya agenda menjatuhkan SBY karena tidak menindaklanjuti data itu, Zaenal mengaku tidak tahu. "Tidak tahu saya. Coba tanya kepada Agung," jelas Zaenal.

Pria yang saat ini memiliki dua istri ini belum mau membeberkan data dan bukti yang dimilikinya terkait pernikahan SBY itu. Yang jelas, kata dia, salah satu syarat untuk menjadi taruna adalah belum menikah. Zaenal akan membeberkan data ini pada Senin (30/7/2007) dan menyampaikan masalah ini kepada MK, DPR, DPD, dan MPR.

"Seluruh data sudah saya siapkan untuk diklarifikasi. Saya tidak menuduh. Kalau itu betul, presiden harus meninggalkan jabatannya," tegas dia.

Menurut Zaenal, keluarnya Keppres terhadap recall dirinya ini berarti memberikan aba-aba kepada masyarakat untuk bertindak anarkis. "Karena kasus saya masih di PN Jakarta Selatan. Soal Bursah sebagai ketua umum PBR juga masih sengketa. Saya sebagai pengajar ilmu hukum dan tata negara dan ilmu politik akan sulit menjawab pertanyaan mahasiswa kalau keputusan yang dibuat Presiden tidak lagi berdasar hukum," ujar dia.

Isu bahwa SBY pernah menikah sebelum masuk Akmil merupakan isu usang. Menjelang pemilihan presiden 2004 lalu, Jenderal (Purn) Hartono juga pernah mengungkap isu yang sama. Saat itu, SBY menilai tudingan Hartono itu tidak etis.

Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari pihak Istana mengenai pernyataan Zaenal Maarif ini. Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng belum bisa dihubungi, karena masih dalam perjalanan dari Korea menuju Bali mendampingi Presiden SBY. (asy/nrl)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/26/time/130046/idnews/809744/idkanal/10

Menneg Ristek Biayai DPR ke Jepang Langgar UU Keuangan Negara

007-07-26 09:17:00

Arfi Bambani Amri - detikcom

Jakarta - Kunjungan 5 anggota DPR bersama Menneg Ristek Kusmayanto Kadiman ke Korea Selatan dan Jepang diduga melanggar UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Melanggar jika 5 anggota Komisi VII DPR itu dibiayai oleh pemerintah.

"Ini melanggar UU 17/2003. Anggaran menjadi tidak efisien, efektif dan transparan," tuding Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Fahmi Badoh dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (26/7/2007).

DPR sebenarnya memiliki anggaran sendiri untuk anggota-anggotanya. Sehingga, penggunaan dana dari eksekutif tentu saja tidak efisien dan efektif.

Lima anggota DPR yang berangkat itu, menurut Fahmi, harus segera mengklarifikasi sumber dana 'belajar' nuklir itu. Jangan sampai dana keberangkatan itu tercatat dalam dua pos anggaran, di departemen dan sekretariat DPR.

"Jangan-jangan dimasukkan ke pos masing-masing. Jadi ada pengeluaran ganda. Kalau begitu, jelas ada korupsi di sana," kata Fahmi.

Peristiwa semacam ini, kata Fahmi, berkali-kali terjadi sebelumnya. Ke depan, harus ada ketegasan, legislatif tidak boleh menggunakan dana yang terletak di pos eksekutif atau departemen.

"Ini bisa mengurangi independensi DPR," tandas Fahmi. (aba/sss)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/26/time/091704/idnews/809561/idkanal/10

Wednesday, July 25, 2007

Inti dari piagam madinah buatan Muhammad S. A. W

Inti dari piagam madinah buatan Muhammad S. A. W.:

1. Semua warga negara memiliki hak yang sama terhadap negara

2. semua warga negara memiliki kewajiban yang sama terhadap negara

3. negara menghargai keberadaan setiap kelompok yang ada di dalam negara tersebut

4. negara menghargai keberadaan dari peraturan dari setiap kelompok yang ada di dalam negara tersebut

5. negara memutuskan permasalahan atas anggota dari suatu kelompok esuai dengan aturan yang ada di dalam kelompok tersebut

6. bila ada permasalahan antar kelompok atau antar anggota antar kelompok, maka permasalahan diselesaikan dengan musyawarah atau Hukum Nasional.

7. setiap warga negara wajib menjaga hak azasi dari warga negara yang lainnya.

8. setiap warga negara harus saling bekerja sama dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.

9. setiap warga negara sangat dilarang saling bekerja sama dalam kejahatan

10. setiap warga negara harus mengusahakan kondisi yang kondusif untuk pergaulan yang normal dan santun

--- Piagam Madinah buatan Muhammad S. A. W. adalah sebagai berikut: ---

http://www.syariahonline.com/

Piagam Madinah

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikui mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.

Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu
 membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan  tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4
Banu Sa'idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5
Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu
 membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7
Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8
Banu 'Amr bin 'Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara
 mukminin.

Pasal 9
Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu
 membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar  tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10
Banu Al-'Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung
 utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat.

Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu
 mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13
Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka
 mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.

Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikaj oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama
 lain.

Pasal 19
Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan
 di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20
Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang
 (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas
 perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri,
kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

Pasal 26
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 27
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 28
Kaum Yahudi Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 29
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 30
Kaum Yahudi Banu Al-'Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 31
Kaum Yahudi Banu Sa'labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 32
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa'labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 33
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu 'Awf.

Pasal 34
Sekutu-sekutu Sa'labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa'labah).

Pasal 35
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat.
Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.

Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

Pasal 45
Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu,
kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46
Kaum Yahudi Al-'Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang kelaur (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.

Anggota DPR Belajar Nuklir di Korsel Ditunjuk Fraksi

2007-07-25 17:06:00

Muhammad Nur Hayid - detikcom


Jakarta - Kunjungan diam-diam 5 anggota Komisi VII DPR bersama rombongan Menristek ke Korsel dan Jepang menuai kritik. Zulkieflimansyah, anggota DPR yang turut 'belajar' nuklir menyesalkan hal itu. Sebab keberangkatan mereka adalah hasil penunjukan Fraksi.

"Saya sendiri berangkat karena ditunjuk fraksi. Ya kalau ada masalah internal, jangan dikaitkan dengan yang lain," cetus Zul, panggilan akrab politisi PKS itu saat dihubungi wartawan, Rabu (25/72007).

Karena itu, kata Zul, jika ada anggota fraksi yang keberatan dengan penunjukan itu sebaiknya dibicarakan di internal. Bukan diumbar pada pers.

"Kalau nggak ada sosialisasi kita disalahkan, tapi sosialisasi juga disalahkan. Ini maksudanya apa?" kilah Zul.

Kunjungan itu, kata Zul, adalah upaya untuk mencari solusi dan memahami secara utuh tentang nuklir. Menristek telah bertindak tepat dengan mengajak pihak terkait dalam kunjungan yang dimulai 21 Juli itu.

"Rombongan yang ikut ke Korsel itu rombongan besar. Ada 15 orang, yaitu ulama dari Jepara, wakil dari PBNU, Perwalian Gereja Indonesia (PGI), ormas-ormas lain, serta 5 anggota perwakilan Komisi VII," urai Zul.

Dia menambahkan, kunjungan yang dilakukan oleh rombongan itu sangat positif. Terutama untuk memberikan pemahaman seutuhnya soal nuklir sebagai sumber energi.

"Ini penting agar nuklir tidak hanya dipahami sebagai alat pembuat bom. Karena perekonomian kita tidak akan pernah berkembang kalau tidak berinovasi di bidang ini," jelasnya,

Menurut Zul, hasil dari kunjungan ini akan menjadi bahan penting untuk mengkaji kembali rencana pembangunan PLTN di Semenanjung Muria.

"Saat ini, dari 5 anggota DPR yang diajak rombongan Menristek, 4 orang sedang kembali ke Tanah Air," ujarnya.

Keempat anggota DPR itu adalah Ketua Komisi VII Agusman Effendi, Zainuddin Amali, Zulkifliemansyah dan Tjatur Sapto Edy. Ketua Pokja Nuklir DPR, M Nadjib, melanjutkan perjalanan kunjungan ke Jepang. (fiq/nrl)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/25/time/170615/idnews/809402/idkanal/10

Mengurusi Akibat, Mengalpakan Sebab

Separatisme kembali naik ke permukaan. Bermula dari insiden pengibaran bendera Republik Maluku Selatan oleh para penari cakalele di depan presiden tempo hari, diskusi tentangnya menghangat. Lalu kita kembali melakukan kekeliruan: sibuk mengurusi "akibat" sambil mengalpakan "sebab".

Separatisme dengan segenap ekspresinya --dari sekadar lari dan minta suaka ke luar negeri hingga gerakan pemisahan diri-- bukanlah sebab, melainkan akibat. Ia terbangun sebagai hasil konstruksi sosial, ekonomi, dan politik yang pelik.

Mengendurnya ikatan terhadap Jakarta, lunturnya loyalitas pada negara kesatuan, atau tergerusnya nasionalisme juga bukan sebab, melainkan akibat. Ia kerapkali terbangun oleh kegagalan Jakarta memelihara keadilan pusat-daerah, barat-timur, atau Jawa-luar Jawa. Ia menjadi konsekuensi kaburnya manfaat bernegara kesatuan bagi semua warga. Ia dibentuk oleh mengaburnya daya pukau nation sebagai alat penyejahteraan bersama.

Tetapi, alih-alih menimbang sebab-sebab itu, kita lintang pukang menyoal akibat. Sebab yang tersedia di depan mata disilapkan, akibat yang ada nun di seberang sana terlihat benderang.

Tahun lalu, kita sempat dihebohkan oleh aksi 43 orang Papua yang menyeberang dan meminta suaka politik ke Australia. Telunjuk serta-merta ditudingkan kepada para pencari suaka yang nahas itu: tak punya malu, mengemis belas kasihan dari pemerintah negeri orang, miskin nasionalisme, berkhianat pada negara-bangsa.

Kita begitu gigih menyoal akibat-akibat. Kita miskin kesadaran dan kehendak untuk menelaah sebab-sebab yang melahirkan sang akibat. Kita alpa bahwa para pencari suaka tidaklah lahir dari ruang hampa. Kita khilaf bahwa di balik aksi mereka sesungguhya tersembunyi soal-soal mendasar di Papua yang memang belum kita bereskan secara layak. Ketidakpastian. Kesenjangan. Ketidakadilan. Kemiskinan. Keterbelakangan. Ketidaknyamanan. Ketidakamanan. Keterpurukan sosial-politik- ekonomi.

Tapi, apa lacur. Dalam perkara itu, pemerintah sibuk menyoal akibat. Berbagai unsur masyarakat juga terjebak dalam posisi sama. DPR tak terkecuali. Alih-alih mengintensifkan kunjungan, akomodasi, dan komunikasi dengan masyarakat Papua, anggota dewan beramai-ramai ke Australia. Dewan Perwakilan Daerah juga setali tiga uang.

Celakanya, itu bukan kekeliruan sendirian. Ia kerap terlihat dalam banyak perkara. Terorisme, misalnya, kerapkali didekati dengan pendekatan keamanan dan militeristik yang kental dan miskin pendekatan sosial-kebudayaan. Pemerintah sibuk menangkapi para teroris sambil memelihara ketidakmampuan mereka mengatasi soal-soal sosial ekonomi yang berifat struktural. Para teroris dicokok, tapi lahan bagi pertumbuhan terorisme terus disiangi dan dibikin subur.

Berbagai kebijakan mutakhir juga mengidap soal serupa. Bantuan langsung tunai adalah salah satu contoh terbaiknya. Ketika perekonomian mencekik leher dan daya beli rontok akibat kenaikan harga bahan bakar minyak dan bahan-bahan pokok, rakyat miskin disantuni uang ratusan ribu. Pada saat yang sama, sumber-sumber kemiskinan mereka --kelangkaan lapangan kerja dan ledakan pengangguran, ketidaklayakan upah, ketidakadilan kesempatan kerja-- tak ditangani secara layak. Ketiadaan uang (akibat) dipandang sebagai masalah pokok, padahal ia hanya dilahirkan oleh sebab-sebab yang lebih tersembunyi dan membatin dalam hidup masyarakat.

Contoh paling mutakhir kekeliruan serius ini dapat dengan mudah kita temukan dalam penanganan kasus luapan lumpur Lapindo. Aparatur keamanan dan aparatur pemerintah sibuk mengurusi radikalisasi masyarakat Sidoarjo yang menjadi korban berlipat-lipat dalam kasus itu. Banyak pihak alpa bahwa radikalisasi itu hanyalah akibat. Sementara sebab-sebabnya --ketidakmampuan mengelola persoalan ini bagi penyelamatan hajat hidup orang banyak-- tak juga dipecahkan secara sigap dan tuntas.

Beragam contoh lain bisa kita deretkan panjang. Semua menggarisbawahi sebuah persoalan sungguh serius dalam pengelolaan perubahan dan demokrasi kita pada saat ini: kegagalan mengurusi dan memosisikan sebab dan akibat secara layak. Banyak masalah tak dipecahkan pada akarnya, melainkan sekadar dipoles dipercantik permukaannya.

Ibarat dokter, kita senang memberikan pil analgesik kepada pasien yang menderita. Sakit dan derita-sesaatnya memang hilang. Tapi sumber rasa sakit dan penderitaan itu sama sekali tak tersentuh dan tersembuhkan. Lebih celaka lagi, karena kekeliruan itu, kadang-kadang kita menggaruk dengkul di saat kening kita gatal.

Manakala pendekatan semacam ini kita gunakan untuk memecahkan banyak soal besar yang datang menggelombang silih berganti, boleh jadi kita hanya akan menjadi bangsa yang celaka. Manakala terorisme atau separatisme dipecahkan dengan cara itu, sejatinya kita justru sedang menggembala dan membesarkan keduanya.

Tolong jangan keliru. Saya tak memihak separatisme atau terorisme. Saya anti-keduanya. Saya hanya ingin menyerukan satu hal sederhana: mari berpihak pada akal sehat.

Eep Saefulloh Fatah
Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi Indonesia
[Perspektif, Gatra Nomor 35 Beredar Kamis, 12 Juli 2007]

Tuesday, July 24, 2007

PDIP-Golkar Bertemu Atasi Erosi Nasionalisme

Taufik Wijaya - detikcom

Palembang - Bertemunya pimpinan dan kader PDI Perjuangan dengan Partai Golkar, baik di Medan maupun di Palembang, lantaran negara ini mengalami erosi nasionalisme. Mereka juga merapatkan barisan buat otokritik.

"Erosi kebangsaan. Erosi nasionalisme. Ini masalah besar. Ini masalah prinsip. Ini menjadi masalah besar dua partai politik ini," kata Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Surya Paloh saat memberikan pidato politik di hadapan 8.000 kader PDI Perjuangan dan Partai Golkar di Gedung Olahraga (GOR), Jalan POM IX, Palembang, Selasa (24/07/2007).

Jika parpol lain menilai hal itu itu bukan masalah besar, kata Surya, tidak apa-apa, "Tapi tidak bagi PDIP-Golkar. Ini masalah besar," kata Surya Paloh, yang mendapat giliran pertama dalam memberikan orasi politik.

Akibatnya, jelas Surya Paloh, posisi bangsa Indonesia saat ini tidak lagi duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain. Selain itu, karakter bangsa ini juga sudah berubah. Tidak lagi ramah tamah, gotong-royong, jujur. Karakter bangsa ini menjadi sangat individualistik.

Alasan dari pertemuan PDIP-Golkar lantaran kondisi parpol di Indonesia sudah 'lampu kuning' atau kritis. "Karena apa? Karena harapan dan keinginan masyarakat belum mampu dipenuhi partai politik. Ini berbahaya," kata politisi yang berpenampilan brewok ini.

Oleh karena itu, Surya mengajak seluruh kader PDIP-Golkar merapatkan barisan untuk mengkritisi diri sendiri. "Gerakan ini saya sebut Gerakan Membangun Kembali Moralitas Baru di negeri ini," kata dia. (tw/asy)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/24/time/132745/idnews/808758/idkanal/10

Parpol Jangan Resisten Sikapi Calon Independen

Iqbal Fadil - detikcom

Jakarta - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan calon independen dalam pilkada mendapat tanggapan berbeda. Masyarakat menyambut dengan suka cita, tapi partai politik menyambut dingin bahkan terkesan menolak.

"Bagaimana pun parpol tidak bisa resisten, karena apa yang sudah diputuskan MK menjadi konstitusi," cetus Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (24/7/2007).

MK, lanjut Qodari, memiliki wewenang menafsirkan UU, jadi semua pihak tidak perlu meragukan kapabilitas para hakim dan obyektivitas keputusan yang dihasilkan. "Toh putusan itu sudah dijembatani MK dengan menyerahkan kepada KPU untuk membuat aturan," ujarnya.

Qodari berpandangan, dibolehkannya calon independen bertarung akan membuat gairah politik di daerah-daerah meningkat. Pasangan calon yang akan maju pun dipastikan semakin banyak. Namun, di lain sisi, dengan banyaknya calon yang muncul, proses pilkada akan semakin panjang.

"Kemungkinan besar, banyak pilkada yang akan berlangsung 2 putaran. Ini tentunya mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan," imbuhnya.

Meski begitu, munculnya calon independen akan memberi pelajaran bagi parpol-parpol dalam memilih calon yang akan diusung. "Kalau parpol tidak berubah, pilkada hanya akan menjadi musim gugur bagi parpol-parpol," selorohnya.

Qodari yakin, variasi latar belakang calon yang akan maju dalam pilkada semakin beragam. Banyak tokoh LSM, tokoh masyarakat, dan pemuka agama yang selama ini terbentur dengan beratnya syarat yang diajukan partai akan menjadi alternatif pilihan masyarakat.

"Sekarang kan calon-calon yang maju kalau tidak berasal dari pengurus partai, pengusaha, pasti birokrat," tandasnya. (bal/umi)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/24/time/094953/idnews/808589/idkanal/10

Brewok Ideologis Vs Brewok Asesoris

Arifin Asydhad - detikcom

Jakarta - Politisi PBB Ali Muhtar Ngabalin ini memang dikenal suka bicara ceplas-ceplos. Bila ingin menyerang seseorang, pria yang selalu tampil bersorban ini tak segan-segan langsung menohok sasaran. Kali ini, pria brewok itu bicara mengenai cambang dan brewok.

Celetukan Ali Muhtar Ngabalin ini memang terkait dengan koalisi PDIP-Golkar yang akan melakukan pertemuan ronde kedua di Palembang hari ini, Selasa (24/7/2007). Sebelumnya, PDIP-Golkar telah melakukan pertemuan khusus di Medan beberapa hari lalu.

Bagi Ali Muktar, koalisi PDIP-Golkar seharusnya tidak perlu ditakuti. "Meski salah satu tokohnya memiliki cambang dan brewok yang lebih lebat daripada saya, tapi saya tidak takut. Kalau ini brewok ideologis, tapi kalau brewok yang sana itu hanyalah brewok asesoris," kata Ngabalin sambil memegang cambangnya.

Pernyataan Ngabalin ini dikemukakan dalam sebuah diskusi mengenai RUU Politik di Kantor PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/7/2007) malam. Diskusi ini dihadiri juga oleh Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso dan politisi dari PDIP Ganjar Pranowo.

Kontan saja, pernyataan Ngabalin ini disambut gerr peserta diskusi. Meski tidak menyebut nama, tapi Ngabalin ingin 'menyerang' salah seorang tokoh Golkar yang sekaligus bos sebuah stasiun televisi, penggagas pertemuan Medan dan Palembang, yang memang brewok.

"Jangan samakan brewok saya dengan dia. Kalau ini memang brewok sunnah nabi," ujar pria yang sering berceramah ini sambil tertawa.

Tidak hanya itu. Ngabalin juga memprotes monopoli PDIP dan Golkar dalam mengklaim sebagai partai nasionalis dan partai besar. "Kami ini juga juga nasionalis. Kalau kami berdelapan ini bergabung, suara PDIP dan Golkar tidak ada apa-apanya," ujar dia.

Ngabalin memang menjadi salah satu bagian dari pertemuan Kaki Delapan di Hotel Mulia. Delapan parpol yang menggalang kekuatan di Hotel Mulia beberapa waktu lalu adalah PAN, PKB, PPP, PDS, PBR, PKS, PBB dan PD. (asy/asy)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/24/time/082552/idnews/808504/idkanal/10

Saya Worry Golkar Bisa Menang


Akbar Tandjung (GATRA/Mukhlison S Widodo)Akbar Tandjung, 62 tahun, tengah sibuk menyelesaikan disertasi doktornya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Namun dia juga mengikuti perkembangan Partai Golkar yang pernah dipimpinnya. "Pada saat berkomentar, saya usahakan untuk tidak frontal dengan DPP (Dewan Pimpinan Pusat)," katanya.

Kini ia sering berkantor di Akbar Tandjung Institute di kompleks Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan. Berikut petikan wawancara Rohmat Haryadi dari Gatra dengan Akbar mengenai friksi yang terjadi di Golkar.

Apa tanggapan Anda atas gerakan kaukus muda Golkar yang menggulirkan wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub)?
Saya membaca ada gerakan kelompok muda yang berhimpun dalam kaukus muda yang bersikap kritis pada DPP. Bahkan ada pikiran mengadakan munaslub. Gerakan itu menunjukkan, dinamika partai cukup tinggi. Partai Golkar harus melihat gerakan itu sebagai usaha koreksi ke dalam, sekaligus peringatan menghadapi agenda politik ke depan, terutama Pemilu 2009. Ada baiknya DPP mengundang mereka dan mengajak dialog. Untuk menggelar munaslub, belum ada dasar yang kuat. Namun DPP jangan mengabaikan karena bisa menjadi snow ball.

Apakah letupan ketidakpuasan itu karena ketua umumnya tak cukup sering berkunjung ke daerah untuk konsolidasi?
Bisa saja. Tidak mungkin intensitas kunjungan Jusuf Kalla seperti yang saya lakukan karena terhambat protokoler. Jusuf Kalla pada saat di daerah juga tidak banyak waktu. Untuk menyelesaikan persoalan juga tidak bisa dalam (tuntas). Mungkin dia datang, pidato, setelah itu pulang. Padahal, memimpin partai harus ada dialog informal untuk mendalami persoalan. Kalau ini tidak dilakukan, saya Worry apakah Golkar bisa mempertahankan posisi sebagai pemenang pertama pada pemilu mendatang.

Partai mana yang bisa mengancam Golkar?
Pertama, partai-partai lama peserta pemilu yang kritis pada pemerintah, sehingga lebih bebas berimprovisasi politik. Itu akan mengangkat citra partai mereka. Kedua, partainya presiden. Jika pemerintahan sukses, citranya akan terangkat. Atau partai-partai baru bisa saja muncul. Golkar dalam posisi dilematis. Dia sudah menyatakan mendukung pemerintah. Namun, jika pemerintah berhasil, tidak ikut terangkat. Sebaliknya, jika pemerintah gagal, ikut terbawa-bawa juga.

Tiga faksi muncul, yaitu Agung Laksono, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla. Ada kekuatan keempat, yaitu kubu Akbar Tandjung. Komentar Anda?
Itu disebut pada saat pertemuan Golkar-PDI Perjuangan. Menurut saya, DPP kurang siap. Sehingga timbul pertanyaan, yang memunculkan faksi-faksi. Sebagai penasihat, sejauh mana Surya Paloh merepresentasi Golkar pada gawe politik begitu penting? Apalagi, dia mengatakan koalisi jangka panjang, sampai tiga generasi. Itu mustahil. Kalau orang paham politik, pasti tidak keluar kata-kata itu.

Kemudian ketua umumnya mengatakan, pertemuan Palembang yang terakhir. Ini seperti tidak ada strategi dan visi membawa Golkar ke depan. Faksi saya tidak ada. Memang saya menjalin komunikasi dengan orang Golkar di DPR. Mereka memang DPP kepengurusan saya yang menjadikan. Kalau DPP yang sekarang ini untuk menampung pendukung JK, kalau tidak mau dikatakan untuk menggusur orang saya.

Anda kecewa dengan friksi yang terjadi di Golkar sekarang?
Saya berharap, friksi-friksi atau faksi-faksi itu diatasi dengan baik. Ini menjadi tugas ketua umum bagaimana mengelola konflik tersebut, agar konflik itu tidak menimbulkan hal yang kontraproduktif, tetapi yang menjadi kekuatan. Seandainya sudah tajam, harus dikembalikan pada penyelesaian secara konstitusi. Tidak boleh dibiarkan. Harus ada tindakan tegas sesuai aturan organisasi.

Anda sekarang di Barisan Indonesia (Barindo). Apakah itu kendaraan untuk come back ke pentas politik?
Saya di Barindo sebagai pembina. Barindo itu ormas yang membangun platform kebangsaan. Barindo tidak berafiliasi dengan partai politik. Kalau mau come back, pasti harus melalui partai. Saya sudah mendapat kesempatan menduduki berbagai jabatan. Yang belum, presiden atau wapres. Calon presiden harus lewat partai. Kalaupun berbicara tentang Pemilu 2009, khususnya pemilihan presiden, kita berbicara dalam konteks Golkar. Sebab saya Golkar. Itu hanya mungkin jika Golkar membuka konvensi. Saya akan mempertimbangkan untuk ikut.

Jika konvensi tidak ada?
Kalau tidak ada konvensi, ya, mau lewat mana? Kecuali ada orang yang mengajak. Saya tidak bisa menjawab itu. Sebab sampai sekarang tidak ada yang mengajak.

[Laporan Utama, Gatra Nomor 36 Beredar Kamis, 19 Juli 2007]

Monday, July 23, 2007

Orang Belanda Kurang Jujur

007-07-23 20:16:00

Eddi Santosa - detikcom

Den Haag - Orang Belanda bukan orang yang jujur. Setidaknya itulah konklusi majalah Readers Digest. Jika menemukan barang, mereka enggan mengembalikan.

Wartawan Readers Digest meletakkan 960 ponsel di kota-kota besar dari 32 negara, masing-masing sebanyak 30 ponsel.

Dari 30 ponsel yang sengaja diletakkan di Amsterdam, tercatat hanya 14 saja yang dikembalikan, sedangkan 16 lainnya langsung dikantongi penemunya. Angka ini menempatkan Belanda pada rangking 29 dalam jajak kejujuran, demikian Readers Digest dalam pernyataan hari ini, Senin 23/7/2007, sebagaimana dilansir de Volkskrant.

Disebutkan bahwa orang-orang yang datang ke Amsterdam sebagai turis jauh lebih jujur daripada warga asli Belanda. Tercatat dari 4 turis asing yang menemukan ponsel di jalan, semuanya mengembalikan.

Dari jajak itu juga ditunjukkan bahwa perempuan lebih jujur daripada laki-laki. Dari 21 ponsel yang ditemukan kaum laki-laki, hanya 9 yang dikembalikan. Sementara kaum perempuan mengembalikan 7 dari 9 ponsel yang mereka temukan di jalan.

Readers Digest menyimpulkan warga Ljubljana, ibukota Slovenia, sebagai warga paling jujur. Dari 30 ponsel yang ditemukan sebanyak 29 dikembalikan kepada yang punya. Hongkong dan Kuala Lumpur menempati posisi berikutnya. Warga dua kota itu mengembalikan 13 dari 30 ponsel yang ditemukan.

Usia juga ternyata tidak menentukan dalam jajak kejujuran ini. Di Amsterdam sepasang lansia langsung mengantongi ponsel yang mereka temukan. Sementara di New York seorang remaja 16 tahun datang bersama temannya mengembalikan ponsel yang ditemukan.

Mungkin Readers Digest perlu melakukan jajak serupa untuk Jakarta atau kota-kota lain di Indonesia. Hasilnya mungkin tidak terlalu mengejutkan. (es/es)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/201605/idnews/808449/idkanal/10

Fosil Manusia Tertua Ditemukan di Cina, Bukan di Afrika

2007-07-23 17:10:00

Bagus Kurniawan - detikcom

Yogyakarta - Bukti baru. Ada kemungkinan fosil tertua manusia ditemukan di Cina. Diperkirakan fosil manusia tersebut berumur sekitar 700 ribu tahun. Fosil ini lebih tua dibanding fosil manusia yang ditemukan di daratan Afrika yang berusia 160 ribu tahun.

Hal itu diungkapkan Zao Lingxia dari Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology Academy of Sciences, Bejing, Cina dalam International Seminar on Southeast Asian Paleoanthropology (ISSP) di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta di Jl Palagan Tentara Pelajar Yogyakarta, Senin (23/7/2007).

"Selama ini, para ilmuwan mengakui manusia tertua hidup di Afrika dan tersebar di sejumlah tempat di Afrika, tapi penemuan baru di Asia akhir-akhir ini bisa mengubah pendapat itu," kata dia.

Menurut dia, bukti baru manusia awal yang hidup di zaman Pleistosen yang ditemukan di Cina berupa fosil dan artefak. Penemuan sejumlah fosil manusia yang lebih tua dibandingkan manusia di Afrika ditemukan di cekungan Yuanmou, Provinsi Yunnan. Fosil manusia yang ditemukan diperkirakan berumur sekitar 700 ribu tahun. "Ini berarti lebih tua dibanding yang ditemukan di Afrika yang berusia sekitar 160 ribu tahun," katanya.

Dia mengatakan, di cekungan Yuanmou, Yunnan ditemukan 10 gigi dari masa awal Pleistosen atau sekitar 2 juta tahun yang lalu. Tiga gigi pertama ditemukan pada 1970-an di Jianshi, Hubei itu mirip dengan Australopithecus yang ditemukan Gai Jian pada 1975 atau Homo erectus yang ditemukan Zhang pada 1984. Sementara gigi lain yang ditemukan mirip dengan Meganthrophus paleojavanicus yang ditemukan Zhang pada 2004.

"Berbagai temuan ini seharusnya bisa membuka pikiran bahwa manusia tertua tidak hanya di temukan Afrika saja, tetapi juga ada di Yunnan Cina juga ada. Sekarang ini penelitian masih dilakukan," kata dia.

Sementara itu, Michale Luka Mbago, dari Universeity of Dar-es-Salaam Tanzania mengatakan secara morfologi Homo erectus dari Asia dan Afrika Timur mempunyai kemiripian dalam sejumlah karakter seperti dalam bentuk dan ukuran kerangka. Mereka menyebar mulai dari wilayah Afrika hingga Asia.

Menurut dia, ciri yang membedakan antara Asia dan Afrika Timur kebanyakan didasarkan pada karakter yang berhubungan dengan jenis kelamin dan umur. "Namun kalau dilihat dari tulangnya ada kesamaan," kata dia. (bgs/asy)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/171042/idnews/808398/idkanal/10

Kronologi Pengeroyokan Praja IPDN terhadap Wendi

Erna Mardiana - detikcom

Sumedang - 'Pooltime Billiard' menjadi arena penganiayaan sejumlah praja IPDN terhadap warga Jatinangor, Wendi Budiman. Akibat pengeroyokan ini, Wendi tewas. Jenazah Wendi telah dimakamkan Senin (23/7/2007) di Jatinangor, Sumedang.

Kapolres Sumedang AKBP Budi Setiawan telah mengeluarkan kronologi sementara yang dibagikan kepada wartawan di Kampus IPDN. Laporan kronologi ini masih dalam bentuk tulisan tangan.

Berikut kronologi kasus yang membuat nama IPDN kembali jadi berita:

Sekitar pukul 22.30 WIB, Sabtu (21/7/2007), Wendi Budiman bersama empat temannya, yaitu Imat Rohimat, Ade Hendra, Hardik Akasih, dan Iwan Arifin menuju Pooltime Billiard yang terletak di lantai 3 Jatinangor Town Square (Jatos). Untuk menuju ke tempat biliar itu, Wendi dan kawan-kawan naik lift.

Saat naik lift, di dalam lift terdapat para praja IPDN. Meski masuk lift, Wendi tidak memadamkan rokoknya. Tiba-tiba rokok yang dibawa Wendi itu mengenai tengkuk salah seorang praja IPDN, Gondo Widodo. Praja IPDN ini pun marah dan kemudian terjadi pertengkaran hebat di dalam lift.

Pintu lift terbuka di lantai tiga, pertengkaran antara Wendi dengan praja IPDN masih berlanjut. Sementara empat teman Wendi memilih kabur dan menghindar, turun dari lantai tiga dengan menuruni tangga. Saat terjadi pertengkaran itu, salah seorang purna praja IPDN Megawati berteriak meminta tolong sambil berlari ke tempat biliar.

Kebetulan, saat itu ada beberapa wasana praja yang bermain biliar di tempat itu. Begitu melihat seniornya berkelahi, para wasana praja IPDN ini pun keluar dan ikut mengeroyok Wendi. Setelah beberapa saat dikeroyok, Wendi tersungkur, tergeletak di lantai.

Setelah itu, satpam Jatos berdatangan dan melerei pertengkaran itu. Wendi yang babak belur itu kemudian dibawa pulang oleh ketiga temannya.

Kapolres menyatakan empat teman Wendi telah dimintai keterangan oleh polisi. Tiga satpam Jatos juga telah dimintai keterangan. (asy/umi)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/162232/idnews/808371/idkanal/10

Calon Independen Bikin Broker Politik Musnah

2007-07-23 16:25:00

Gagah Wijoseno - detikcom

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon independen bisa mengikuti pilkada. Selain kemenangan bagi demokrasi, putusan MK tersebut juga merupakan kemenangan bagi parpol. Sebab tidak ada lagi broker politik.

"Ini juga kemenangan parpol. Dengan adanya putusan MK, justru akan jadi stimulus eksternal bagi parpol untuk berbenah," kata pengamat politik Effendy Ghazali.

Hal tersebut ia sampaikan kepada detikcom di sela-sela acara peringatan ulang tahun anggota Wantimpres yang juga pengacara senior Adnan Buyung Nasution di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (23/7/2007).

Putusan MK tersebut akan merangsang parpol untuk melakukan pembenahan ke dalam jika ingin mencalonkan seseorang dalam pilkada mendatang. Parpol, kata Effendy, akan berusaha menghilangkan broker-broker atau pemeras calon yang tidak diusungnya.

Jika ini berhasil, orang akan lebih banyak memilih calon dari parpol ketimbang dari calon independen. Alasannya, parpol lebih kuat.

"Kita tidak melarang calon independen, tapi calon independen itu akan hilang secara alamiah," tambah pria yang juga membawa acara Republik Mimpi ini.

Saat ditanya putusan MK ini dikaitkan dengan Pilkada DKI, Effendy mengatakan, putusan MK tidak eksklusif. Tapi untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Effendy menambahkan, daripada mengurusi hal yang belum pasti, lebih baik pihak berwenang mengurus masalah administrasi, seperti masalah pendaftaran pemilih, kemungkinan adanya ghost voters.

Tentang perlu tidaknya Pilkada DKI ditunda untuk mengakomodir calon independen, Effendy menyerahkan semua kepada rakyat.

"Lebih baik diserahkan kepada rakyat. Mayoritas rakyat apa berpikir seperti itu juga atau tidak," tandasnya. (anw/sss)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/162533/idnews/808372/idkanal/10

Sarwono: MK Terlalu Cerdas Loloskan Calon Independen

2007-07-23 16:00:00

Ramdhan Muhaimin - detikcom


Jakarta - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan judicial review pasal calon independen dalam UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah sudah terlambat untuk Pilkada DKI Jakarta. Putusan itu dinilai hanya akan-akalan MK saja.

"MK sebenarnya bisa mengeluarkan putusan ini sejak lama. Tapi sengaja dikeluarkan putusannya sekarang. MK ini memang terlalu cerdas," sindir Sarwono sambil tersenyum simpul.

Hal itu disampaikan dia di kediamannya, Jl Simprug Golf XIII No 20, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin (23/7/2007).

Menurut pria yang pernah menjadi bakal cagub DKI ini, MK sengaja mengulur keputusan calon independen karena ketakutan terhadap elit politik. Dengan keterlambatan itu, keputusan tersebut sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap Pilkada DKI.

"Mereka sebenarnya ingin aman dari elit-elit pusat dengan mengatasnamakan demokrasi. Ada kepentingan besar supaya Pilkada DKI ini hanya dua pasang calon, dan calon independen tidak bisa ikut serta," lanjut Sarwono.

Padahal, menurut dia, sebagian besar warga DKI menginginkan calon peserta pilkada lebih dari dua pasang, termasuk di dalamnya adalah calon independen.

Meski demikian, Sarwono mengaku tidak kecewa dengan keputusan MK yang dinilainya hanya akal-akalan itu. Bahkan menurut dia, Pilkada DKI tidak dapat diundur hanya karena sudah diloloskannya aturan calon independen.

"Ya tidak mungkin diundur. 8 Agustus kan sebentar lagi, kecuali kalau ada gerakan besar seperti ratusan ribu orang turun ke jalan, mungkin bisa. Tapi memang sekali lagi, MK ini terlalu jenius, terlalu cerdas," pungkas mantan Menteri Kelautan ini. (nvt/sss)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/160000/idnews/808362/idkanal/10

5 Praja IPDN Tinggal Ketok Palu Dijadikan Tersangka

2007-07-23 15:49:00

Erna Mardiana - detikcom

Sumedang - Selangkah lagi lima praja IPDN ini akan lulus dan diwisuda Presiden SBY. Namun, wisuda yang sudah di depan mata ini terancam batal. Kini, mereka menjadi calon tersangka kasus penganiayaan hingga tewas Wendi Budiman, warga Jatinangor, Sumedang. Penetapan tersangka terhadap mereka tinggal ketok palu saja.

"Kelima praja ini sudah mengakui. Penetapan tersangka tinggal ketok palu saja," kata Kapolres Sumedang AKBP Budi Setiawan kepada wartawan di Kampus IPDN, Jl. Bandung-Sumedang, Jatinangor, Sumedang, Senin (23/7/2007).

Kelima wasana praja (praja tingkat IV) yang sudah mengakui terlibat melakukan penganiayaan terhadap Wendi ini adalah:

1. Charles Sirait (24), asal Jayapura, Papua
2. Dedi Ariesta Parampas (22), Sulawesi Tenggara
3. Wan Henri (23), Riau
4. Nova Eka Putra (23), Lampung
5. Fiter Rahmawan (22), Sulawesi Tenggara

Selain pengakuan mereka, kata Kapolres, berdasarkan bukti dan keterangan-keterangan saksi, kelima praja ini memang mengarah untuk menjadi tersangka. Mereka akan dikenai pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 170 KUHP tentang bersama-sama melakukan kejahatan.

Sementara itu, empat wasana praja lainnya dan empat purna praja IPDN masih terus diperiksa secara intensif. "Kami masih terus melakukan pendalaman pemeriksaan terhadap mereka," jelas dia. (asy/umi)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/154936/idnews/808354/idkanal/10

Putusan Calon Independen Menuai Dukungan dan Kecaman di DPR

Muhammad Nur Hayid - detikcom


Jakarta - Keputasan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan calon independen dalam pilkada menuai banyak perdebatan di DPR. Ada yang mendukung, namun ada juga yang mempertanyakan.

PDIP misalnya,menilai keputusan MK tidak memahami substansi demokrasi melalui parpol. Karena maksud pencalonan pilkada melalui parpol adalah untuk menjaga para calon tersebut agar tetap terkontrol dan bertanggung jawab kepada rakyat.

"Keputusan MK tidak memahami masalah demokrasi dan politik. Seandainya ada keputusan yang tidak prorakyat, siapa yang mengontrol kalau tidak melalui partai," kata Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2007).

Menurut dia, dengan calon independen di pilkada, maka akan semakin mempersulit pertanggungjawaban kepala daerah kepada rakyat. Alasannya, tidak ada yang mengontrol kepala daerah terebut.

Hal yang sama disampaikan FPG. Menurut Wakil Ketua FPG Ferry Mursyidan Baldan, keputusan MK itu masih menyisakan persoalan. Karena putusan itu akan menambah keruwetan baru.

"Kalau pasal 56 ayat 2 UU 32/2004 dibatalkan, maka pertanyaannya, bagaimana pintu pencalonannya. Mestinya akan lebih jelas jika pintu pencalonan ditambah. Selain parpol, gabungan parpol, juga calon perorangan," kata Ferry.

Sedangkan Ketua FPAN Zulkifli Hassan menilai, sistem yang ada sekarang sudah sangat baik.Karena itu, keputusan MK tentang calon independen harus dikaji kembali. Tujuannya adalah agar lebih mensinkronkan sistem politik yag ada. "Sekarang ini sudah baik. Nanti kalau itu (calon independen) diperbolehkan, bagimana nanti. Akan lebih ruwet pasti," cetusnya.

Namun Ketua DPP PBB Yusron Ihza Mahendra menyambut baik keputusan MK tersebut. Sebab, selain dapat memberikan pilihan kepada rakyat, juga memberikan kesepatan kepada kader bangsa terbaik untuk menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing.

"Kita menyambut baik keputusan itu. Artinya keterbukaan dalam demokrasi semakin nyata, karena rakyat akan semakin bisa memilih mana pemimpin yang terbaik," ujarnya. (nvt/sss)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/144941/idnews/808309/idkanal/10

Bola Calon Independen di Tangan DPR dan KPU

Gagah Wijoseno - detikcom

Jakarta - Langkah calon independen ikut dalam pilkada telah dimuluskan Mahkamah Konstitusi melalui judicial review UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bola kini di tangan DPR dan KPU.

Hal ini dijelaskan ketua majelis hakim MK Jimly Ashiddiqie, di akhir pembacaan putusannya di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (23/7/2007). Menurutnya, putusan MK tidak bisa berlaku begitu saja untuk calon independen tanpa pengaturan lebih lanjut.

"UU 32/2004 baru mengatur mekanisme pencalonan lewat parpol. Pengaturan lebih lanjut (untuk calon independen) kami serahkan kepada pembentuk UU dan KPU," ujar Jimly.

MK menghapus dan mengubah sebagian pasal dalam UU 32/2004. Beberapa bagian pasal yang terkait pencalonan hanya melalui parpol atau gabungan parpol, ditiadakan.

Pasal 56 ayat 2 yang berbunyi, "Pasangan calon sebagaimana dimaksud ayat 1 diajukan oleh parpol atau gabungan parpol", dihapus. Beberapa bagian dalam pasal 59 ayat 1,2 dan 3 dihapus.

Pasal 59 ayat 1 akhirnya berbunyi, "Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon."

Pasal 59 ayat 2 menjadi, "Parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan."

Pasal 59 ayat 3 akhirnya menjadi, "Membuka kesempatan bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan." (fay/sss)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/133001/idnews/808256/idkanal/10

Selamat Datang Calon Independen

2007-07-23 12:15:00

Selamat Datang Calon Independen

Mahkamah Konstitusi

Jakarta - Selamat datang calon independen dalam pertarungan Pilkada di Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review UU nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menghalangi keikutsertaan calon independen.

Keputusan tersebut dibacakan ketua majelis hakim MK, Jimly Ashiddiqie, dalam sidang putusan judicial review UU 32/2004 di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Senin (23/7/2007).

"Pertama, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Kedua, menyatakan bertentangan dengan UUD 1945, yaitu UU nomor 32 tahun 2004 yang hanya memberi kesempatan kepada parpol atau gabungan parpol yang menutup hak konstitusional calon perseorangan dalam pilkada," tegas Jimly.

Beberapa pasal yang bunyinya diubah atau dihapuskan keseluruhan atau sebagian, yaitu pasal 56 ayat 2, pasal 59 ayat 1, 2, dan 3. Salah satu pertimbangan hakim membuka keran calon independen adalah pilkada di Aceh. Di Aceh, pilkada diikuti calon independen, Irwandi Yusuf yang akhirnya memenangkan pilkada.

"Haruslah dibuka, agar tidak terdapat dualisme dalam melaksanakan ketentuan pasal 18 ayat 4 UUD 1945. Adanya dualisme dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang dijamin oleh pasal 28 d ayat 1, dan ayat 3 UUD 1945," katanya.

Pasal yang diminta dibatalkan oleh pemohon Lalu Ranggalawe, yang juga anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah itu, adalah pasal 56 ayat 2, pasal 59 ayat 1, 2, 3, 4, 5 huruf a, c, dan ayat 6. Pasal 60 ayat 2, 3, 4, dan 5.

Putusan MK ini diwarnai dissenting opinion 3 hakim dari 9 hakim yaitu Achmad Roestadi, I Dewa Gede Palguna, dan Natabaya. Mereka menolak permohonan pemohon.

Tepat pukul 11.30 WIB dibacakan dissenting opinion oleh majelis hakim. Tampak puluhan mahasiswa dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang mengikuti jalannya sidang. Mereka kompak memakai jaket almamater warna hijau tua. (nwk/umi)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/121531/idnews/808218/idkanal/10

Kota Militer Terbesar di Mesir Ditemukan

Rafiqa Qurrata A - detikcom


Kairo - Kota militer paling besar pada masa Firaun ditemukan di Mesir. Kota itu merupakan bagian dari rangkaian benteng yang membentang di sepanjang gurun Sinai ke arah perbatasan Gaza, Palestina.

Penemuan itu menunjukkan peninggalan dinasti Firaun ke 18 dan 19 atau sekitar 1560 hingga 1081 sebelum Masehi. Demikian dilaporkan AFP, Senin (23/7/2007).

"Tiga benteng merupakan bagian dari deretan 11 kastil yang dibangun oleh jalur tentara Horus yang meninggalkan Suez menuju ke Kota Rafah, batas Mesir dengan Palestina," kata pimpinan Badan Tertinggi Barang Antik Mesir Zahi Hawwas.

Benteng Tharo adalah markas militer untuk pertahanan wilayah timur Mesir. Dinding benteng ini disusun oleh batu bata yang terbuat dari lumpur setebal 13 meter. Dinding itu memiliki panjang 500 meter.

Terdapat pula 24 menara besar dan bangunan administratif benteng. Antara lain berupa kuil, pertokoan dan pasar.

Benteng itu dikelilingi parit air lumpur yang hanya bisa dilintasi dengan jembatan kayu yang dapat dilepas. Perairan di bawahnya dikerumuni buaya.

Parit yang terhubung dengan Sungai Nil itu sangat berguna untuk mengamankan ibukota yang dikuasai Firaun Ramses II itu. Saat itu Firaun yang berasal dari dinasti ke 19 menumpas lawannya, Hitite di wilayah Levant.

Sebelumnya, ekspedisi Amerika menemukan lapangan seluas 100 meter yang juga dikeliling parit besar. Lapangan yang dikenal sebagai 'Sarang Singa' itu berada 7 km di sebelah timur Tharo di Tel Al Burj.

Sementara 15 kilometer ke sebelah timur, ekspedisi Prancis menemukan benteng yang agak lebih kecil yang dibuat oleh ayah Ramses, Seti I di Tel Heir. (fiq/ndr)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/23/time/054831/idnews/807975/idkanal/10