Friday, August 03, 2007

Common enemy

oleh : Djony Edward
Wartawan Bisnis Indonesia

Suatu hari saya menelepon seorang mantan jenderal yang disegani dimasa Presiden Megawati Soekarno Putri. Dalam percakapan dengan jenderal tersebut sempat tercetus diskusi ringan, bagaimana pendapat Anda tentang Partai Keadilan Sejahtera (PKS)? Terutama kaitannya dengan pencalonan Gubernur DKI Jakarta.

Sang jenderal hanya menjawab singkat, "PKS common enemy (musuh bersama)." Tanpa hendak bermaksud menjelaskan lebih jauh apa yang dimaksud common enemy bagi PKS, sang jenderal mengalihkan pembicaraan dari A hingga Z tentang perkembangan di tanah air.

Bagi penulis, pernyataan common enemy cukup menyentakkan. Karena pernyataan itu seolah mengingatkan saya pada kemenangan Front Islamic Salvation (FIS) di Aljazair dan Refa di Turki dalam pemilu setempat yang kemudian kemenangan itu langsung dijegal oleh militer.

Indikasi serupa sempat muncul saat Nurmahmudi Ismail memenangkan pilkada di Depok setelah mengalahkan calon incumbent Badrul Kamal. Karuan saja setelah MA dan PN Jabar memenangkan kader PKS ini jegal melalui aksi-aksi tak konstitusional, mulai dari demostrasi tak berkesudahan, aksi tak simpatik anggota DPRD non PKS yang cenderung mendiskreditkan Nurmahmudi, hingga aksi pengempesan ban mobil sang walikota dan pelemparan bom molotov mobil kader PKS Depok.

Pernyataan itu juga mengingatkan ketika Zulkieflimansyah bersama pasangannya Marissa Haque saat mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wagub Banten. Dimana tiga parpol besar: PPP, PDIP dan Partai Golkar bersatu untuk melawan kader dari PKS.

Tak kalah pentingnya saat pilkada bupati Bekasi dimana pasangan Sa'aduddin dan M. Darip Mulyana yang sempat dinyatakan kalah, namun akhirnya dimenangkan oleh PN Jabar.

Puncak gunung es relasi antara pernyataan sang jenderal tentang PKS adalah common enemy saat calon PKS: Adang Daradjatun dan Dani Anwar harus berhadapan dengan Fauzi 'Foke' Bowo dan Prijanto yang juga adalah sang jenderal militer. Tak tanggung-tanggung Foke-Prijanto didukung 20 parpol yang tergabung dalam Koalisi Jakarta.

Sintesa bahwa PKS adalah common enemy seolah menemukan justifikasi paling nyata di pilkada DKI Jakarta. Ini juga yang mengonfirmasi mengapa pilkada DKI Jakarta begitu gegap gempita, riuh rendah dan seolah memanas, padahal kedua calon belum lagi memaparkan visi dan misi serta program kerja mereka.

Pilkada DKI Jakarta begitu serius menyusul ada unsur PKS yang pada Pemilu 2004 menguasai pangsa suara sebanyak 1.057.246 suara atau jika dipresentir menguasai pangsa suara warga DKI sebesar 22,32%, vis a vis dengan Koalisi Jakarta yang merepresentasikan lebih dari 70% pemilih yang terhimpun di 20 parpol pendukung.

Praktis di atas kertas Foke harusnya menang, karena didukung oleh 20 parpol dengan menguasai pangsa suara melebihi syarat untuk menang. Berikut al. parpol pendukung Foke: Partai Demokrat (20,23%), PDIP (14,02%), Golkar (9,16%), PPP (8,16%), PAN (7,03%), PDS (5,34%), PBR (2,90%), PBB (1,45%), maupun PKPB (1,83%).

Maksimalkan kemenangan

Jika mengamati besarnya dukungan atas Foke, maka praktis kemenangan putra Betawi itu sudah di atas kertas. Tapi pertanyaannya, mengapa sebegitu besar suara yang dibutuhkan Foke untuk menguasai Jakarta 1? Padahal untuk sahnya seorang kandidat cuma membutuhkan dukungan suara 15% dari parpol peserta pemilu 2004.

Tentu ada hidden story yang membuat Foke tak terlalu memedulikan aspek pendidikan politik untuk provinsi tertinggi tingkat rasialnya sekaligus ibukota negara. Foke ingin memaksimalkan kemenangan setelah sebelumnya sempat ditolak oleh Ustad Hilmi Aminuddin.

Suatu hari, Ketua DPD RI Ginandjar Kartasasmita bertandang ke kediaman Ustad Hilmi di bilangan Kali Malang. Setelah diterima dan ngobrol ngalor ngidul, setengah jam kemudian Ginandjar mohon izin.

"Ustad, mohon maaf. Sebenarnya saya datang ke rumah Ustad dengan adik saya," demikian papar mantan Mentamben dan Kepala Bappenas di masa Presiden Soeharto.

"Siapa? Kok tak disuruh masuk?" ungkap Ustad Hilmi.

"Foke, Ustad," tambah Ginandjar.

Pendek kata, akhirnya Foke yang berkeliling setengah jam di gang-gang sekitar Kali Malang meluncur ke rumah Ustad Hilmi. Singkat kata, dalam obrolan itu Ginandjar dan Foke minta dukungan dari orang yang paling disegani di PKS itu.

Apa jawaban Ustad Hilmi? Tentu jauh panggang dari api. Berikut petikannya, "Wah permintaan dukungan ini telat. PKS sudah memiliki calon, yakni Adang Daradjatun. Kalau begitu silakan saja berkompetisi secara sehat."

Itulah sekelumit kisah dimana Foke sempat juga meminta dukungan kepada PKS, dimana Golkar sebagai inisiator bersama PPP cukup mendapat dukungan PKS dan PDIP maka sudah mengusai pangsa suara lebih dari 51%. Artinya tingkat konsolidasi akan lebih sederhana dan lebih mudah.

Namun dengan penolakan yang dilakukan Ustad Hilmi, yang juga merepresentasikan penolakan PKS, maka hal ini membuat gelisah kubu pendukung Foke. Maka untuk memastikan ketenangan dan memuluskan kemenangan digalanglah Koalisi Jakarta yang melibatkan 20 parpol. Peduli setan dengan aspek pendidikan politik, yang penting bagaimana memaksimalkan kemenangan. Jadilah PKS sebagai common enemy bagi, paling tidak, elit politik di DKI. Tapi belum tentu bagi rakyat DKI Jakarta.

Menurut hemat penulis, dinamika yang terjadi dalam proses pencalonan Gubernur dan Wagub DKI ini, tak lepas dari sikap Koalisi Jakarta yang menganggap PKS sebagai common enemy. Apalagi jejak rekam PKS yang telah mengikuti hampir 250 pilkada di Indonesia (dari 297 pilkada yang pernah digelar), kader PKS berhasil memenangkan di 77 titik pilkada atau lebih dari 30%.

Kemenangan pilkada yang diikuti kader PKS ada yang dilakukan sendiri, ada yang berkoalisi dengan elit politik lokal, maupun dengan birokrat dan pengusaha setempat. Lepas dari semua itu, kiprah parpol yang memasuki tahun ke-10 berpolitik di tanah air (maklum sebelumnya cuma sibuk berdakwah), sudah mampu tampil dengan daya pikat 30% di daerah pemilihan.

Itu sebabnya, bisa difahami jika terbentuk Koalisi Jakarta yang tak mau menganggap enteng calon yang diusulkan PKS. Bukan semata-mata siapa calonnya, tapi justru cara kerja mesin politik PKS yang mampu menembus jantung hati rakyat.

Ada atau tidak ada pilkada ataupun pemilu, kader PKS terbilang rajin menyapa atau bahkan berjibaku ikut larut dalam penderitaan yang dialami rakyat. Fenomena banjir Jakarta, cuma PKS yang dengan sigap membangun 60 titik posko yang melibatkan ratusan, bahkan ribuan kadernya, serta bantuan sukarela warga, untuk menolong mereka yang terendam banjir. Posko itu dibentuk dari awal Jakarta terendam banjir hingga tetes banjir yang terakhir.

Berbeda dengan parpol lain, yang mungkin ada juga yang turun ke lokasi banjir, namun staminanya tidak selama PKS. Bahkan ada parpol besar yang cuma memasang spanduk mengucapkan turut berduka atas banjir yang melanda warga Jakarta.

Bahkan Pemda DKI Jakarta saja, baru meinggu kedua pasca banjir menurunkan bantuan bertruk-truk sembako dan pakaian serta selimut. Suatu sikap yang tidak buruk. Tapi jika dilihat dari aspek berlomba-lomba dalam kebajikan, maka kader PKS lah yang maju dimuka.

Kedekatan PKS dengan warga inilah yang menggelisahkan lawan politik, karena itu dibuatlah strategi common enemy dengan membentuk Koalisi Jakarta. Penulis menduga, dinamika politik menjelang penentuan calon seperti fenomena yang melanda para jenderal: Slamet Kirbiyanto, Djasri Marin, maupun Agum Gumelar, belum lagi fenomena Rano Karno, Sarwono Kusumaatmaja, tak lebih dari bagian dinamika yang memperkaya dan mengarahkan PKS sebagai common enemy.

Plus minus

Oleh karena itu, pilkada DKI cuma memiliki dua calon, yakni pasangan Foke-Prijanto dan Adang-Dani. Pasangan mana yang oleh banyak pengamat dan mantan pejabat sebagai pasangan yang memiliki plus minus.

Karena itu muncul ide-ide calon independen guna menampung aspirasi kelemahan dua kandidat tersebut. Namun kandidat PKS merasa tak keberatan kalau memang dinginkan, namun kandidat Koalisi Jakarta menolak lantaran tidak memenuhi kaidah dan ketentuan perundangan yang berlaku.

Foke sebagai calon incumbet, tentu sangat potensial memenangkan pilkada DKI Jakarta. Karena selain didukung oleh 20 parpol, juga didukung birokrasi yang saat ini dipimpinnnya. Tambahan pula Foke cuti setelaha da kepastian Daftar Pemilih Tetap, hasil kerja Dukcapil yang nota bene masih dikomandaninya.

Pada saat yang sama kader PKS, LSM, pengamat, mahasiswa, dan sejumlah tokoh mencaci cara kerja penjaringan calon pemilih karena ditengarai adanya ghost vooter lebi dari 1 juta. Tingkat diskusi pun menemui jalan buntu, KPUD tetap jalan terus dengan data yang dimilikinya dari hasil proses yang lemah sekali, kendati mendapat cap penyelenggara pilkada paling buruk di Indonesia.

PKS tetap ngotot bahwa proses itu tidak aspiratif, arogan, dan menghalangi kader-kadernya yang belum terdaftar. Kendati KPUD merasa sudah membuka perpanjangan masa pendaftaran yang juga sebenarnya serba dibatasi oleh waktu dan tempat pendaftaran.

Apa boleh buat, DKI ke depan harus dipimpin oleh kedua pasangan yang telah ada, yang dilahirkan dari proses demokrasi yang rendah, bahkan mengarah pada kartel kekuasaan.

Foke yang juga seorang doktor tata kota memiliki justifikasi akademis yang memadai, selain kaya raya, dia juga dikenal penderma. Sejumlah organisasi parpol, organisasi sosial dan olah raga diketuainya, atau setidaknya menjadi penasihat, menunjukkan supelnya sang calon.

Kelihaiannya dalam melakukan lobby sangat mumpuni, terbukti 20 parpol dengan sedikitnya didukung 70% pemilih pada 2004, dengan warna-warni ideologi serta anutan, mampu disatukannya dalam upaya mendukung pencalonannya.

Namun Foke bukanlah manusia super. Sebab pada saat dia menjadi Wakil Gubernur dengan segala ilmu dan kepandaian, serta lobbynya, toh tak mampu mencegah banjir, padahal dia ahli tata kota. Juga tak mampu membendung meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran di DKI Jakarta, padahal tekadnya menyejahterakan warga.

Paling tidak itulah hasil polling Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saiful Muzani. Dimana dalam surveinya 70% kecewa kepada pasangan Sutiyoso-Foke atas banjir yang melanda Jakarta, 90% kecewa karena kemiskinan meningkat, dan 80% kecewa karena pengangguran naik.

Meskipun dalam dialog di Metro TV, Foke berapologi banjir yang melanda semata-mata karena fenomena alam. Dia tak menjelaskan kenapa kemiskinan dan pengangguran bertambah di Jakarta.

Sementara Adang Daradjatun tidak terlalu dikenal prestasinya saat menjabat Wakapolri, ia berpendapat sebagian besarnya bertugas dibidang intelijen Polri sehingga memang tak terlalu dikenal.

Namun ada yang bertanya, mengapa PKS mencalonkan mantan Wakapolri itu, sementara sudah menjadi pengetahuan umum mulai dari polisi jalanan hingga jenderal polisi sulit mencari orang yang bersih. Berbagai predikat buruk tentang polisi, tiba-tiba saja harus berbaur dengan citra PKS yang bersih?

PKS sempat memberi penjelasan memang tidak ada orang yang suci, no body perfect. Dengan merekrut Adang dari kepolisian diharapkan ke depan, itupun kalau terpilih, paling tidak bisa melakukan reformasi kepolisian dari dalam. Sebuah spekulasi yang memang harus diuji.

Sementara Prijanto yang merupakan pasangan Foke diketahui sebagai militer aktif, namun prestasinya pun tak terlalu menonjol. Sedangkan Dani Anwar adalah mantan ketua fraksi PKS di DPRD, paling tidak perjuangan sekolah gratis yang diusungnya berhasil menjadi kenyataan, walaupun pelaksananya Sutiyoso dan Foke.

Kekhawatiran sebagaian warga Jakarta bahwa jika kader PKS menang maka perjudian dan bisnis hiburan akan diberangus, karena akan diterapkan syariat Islam. Tuduhan itu dijawab oleh Dani, bahwa di 77 kabupaten, pemkot dan pemprov dimana kader PKS memenangkan pilkada, tak satupun yang otomatis diterapkan syariat Islam. Syariat Islam dengan sendirinya akan terlaksana jika akidah warga dibenahi, dan proses pembenahan akidah memerlukan waktu.

Lepas dari plus minus sang kandidat, berikut plus dan minus pelaksanaan pilkada DKI Jakarta oleh KPUD, tanggal 8 Agustus warga harus tetap memilih. Termasuk memilih golput merupakan satu pilihan, kendati maknanya hampa sama sekali. Siapakah Gubernur DKI Jakarta ke depan, jawabnya ada pada nurani Anda!!!

Wisuda Praja IPDN: Hari Ini Cukup Plt Rektor, Besok Cukup Mendagri

Erna Mardiana - detikcom

Sumedang - Wisuda praja IPDN pada Jumat (3/8/2007) ini berbeda dari lazimnya. Tidak ada Mendagri yang mewisuda, cukup Plt Rektor Johanis Kaloh. Pada Sabtu besok, tidak ada Presiden yang melakukan pengukuhan, cukup Mendagri saja.

Wisuda hari ini diikuti oleh 1.148 praja tingkat IV dan 74 mahasiswa S2. Sebanyak 5 praja yang menjadi tersangka kasus pengeroyokan tukang ojek Wendi Budiman, tidak diizinkan mengikuti wisuda ini.

Acara ini digelar di Balairung Rudini kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, pukul 07.30 WIB. Tampak duduk di kursi senat IPDN adalah tersangka kasus tewasnya praja IPDN Cliff Muntu yaitu Prof Lexie Giroth dan eks Rektor IPDN yang juga menjadi tersangka, I Nyoman Sumaryadi.

Ribuan keluarga praja IPDN memadati sekitar kampus untuk menyaksikan buah hati mereka lulus kuliah. Mereka akan hadir juga dalam pengukuhan praja besok Sabtu.

Tapi harapan praja dan keluarga menyaksikan langsung Presiden SBY bubar. SBY tidak hadir dalam pengukuhan itu seperti lazimnya, cukup diwakilkan pada Mendagri ad interim Widodo AS saja. Kasus kekerasan di IPDN menjadi pemicu "hukuman" ini.

Praja berprestasi tahun ini adalah Fanny Rubianti. Fanny berhak mendapatkan penghargaan Kartika Astha Brata. Penyematan tanda penghargaan itu akan dilakukan Sabtu besok saat pengukuhan.

Penyematan ini tentunya juga jauh dari dengan mimpi Fanny, mimpi yang biasa mampir pada praja IPDN paling berprestasi. Sebab biasanya penyematnya adalah presiden, orang nomor satu di negeri ini.

Berjumpa langsung dengan RI-1 tentu kebanggaan tersendiri, yang setiap orang tidak mampu mendapatkannya dengan mudah. Tapi besok lencana cukup disematkan oleh Mendagri saja.

Foto penyematan itu lazimnya akan dipasang di kantor rektorat bersama praja seangkatan. Tapi untuk tahun ini, wajah seorang presiden absen dalam foto tersebut. (nrl/fay)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/03/time/082041/idnews/812720/idkanal/10

Penebar Kebencian Telah Tamat


Jimly Asshiddiqie (GATRA/Edward Luhukay)Sudah sekian banyak orang yang dipenjarakan oleh si penebar kebencian. Korbannya pun tak tanggung-tanggung. Mulai tokoh pejuang kemerdekaan, seperti Bung Karno, hingga para aktivis yang bersuara kritis terhadap pemerintah. Kini riwayat si penebar kebencian yang mewujud dalam Pasal 154 dan 155 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu telah berakhir.

Itu terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan, dua pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Putusan itu diambil dalam sidang MK yang dipimpin Ketua MK Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Selasa pekan lalu. "Pasal itu menghalangi kemerdekaan untuk menyatakan pikiran dan sikap serta kemerdekaan menyampaikan pendapat," kata Jimly dalam kesimpulan putusan. MK menilai, Pasal 154 dan 155 KUHP tidak sesuai dengan Pasal 28 dan 28 E ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945.

Pasal 154 KUHP mengatur bahwa siapa pun yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau merendahkan pemerintah diancam pidana paling lama tujuh tahun. Sedangkan Pasal 155 KUHP mengatur tentang larangan penyiaran, penempelan tulisan/lukisan, di depan umum yang menyatakan perasaan kebencian kepada pemerintah. Dua pasal itu dianulir MK setelah Panji Utomo mengajukan permohonan uji materiil pasal tersebut, 12 Febuari lalu.

Panji menyebut putusan MK itu sebagai kemenangan bagi semua orang yang melakukan pergerakan demi kepentingan masyarakat. "Semoga rekan-rekan yang memperjuangkan bisa lebih aman, tanpa takut dengan pasal penebar kebencian," ujar Panji. "Diharapkan tidak ada lagi aktivis demokrasi ataupun aktivis mahasiswa yang ditahan karena ingin menyampaikan aspirasi," Wakil Kamal, selaku kuasa hukum Panji, menimpali.

Sebagaimana diketahui, Panji pernah dijerat dengan Pasal 154 dan 155 KUHP dan divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 18 Desember 2006. Dakwaan itu ditujukan kepadanya karena ia melakukan aksi demonstrasi di kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh pada 11 September 2006 yang berakhir rusuh. Panji, yang menjabat sebagai Direktur Forum Komunikasi Antar-Barak di Aceh, merasa dirugikan hak konstitusionalnya.

Ia lantas mengajukan uji materiil KUHP pada Pasal 154 dan 155 tentang pembangkit permusuhan, Pasal 160 tentang penghasutan, Pasal 161, 207, dan 208 tentang penghinaan tehadap pemerintah, serta Pasal 107 tentang perbuatan makar. Selama persidangan perkara ini belangsung di MK, kuasa hukum Panji menghadirkan sejumlah saksi dari pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang. Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Departemen Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo.

Dalam persidangan, Harkristuti menyatakan menolak penghapusan pasal-pasal yang dimohonkan Panji. Alasannya, Panji tidak memiliki legal standing --tidak punya kedudukan hukum-- selaku pemohon. Terlebih lagi, menurut Harkristuti, sejak tahap penyelidikan hingga penyidikan, Panji tidak pernah mengajukan permohonan praperadilan. Bahkan, usai dikeluarkan putusan bersalah oleh pengadilan, Panji tidak juga mengajukan keberatan melalui proses banding.

Atas dasar itulah, Harkristuti menganggap, dari sisi hukum, apa yang dilakukan Panji merupakan penerimaan terhadap proses peradilan pidana. Di sisi lain, Harkristuti, yang dihadirkan di persidangan selaku wakil pemerintah, mengungkapkan bahwa pasal-pasal penebar kebencian alias haatzai artikelen itu sudah ketinggalan zaman sehingga perlu dimodifikasi. Sebagai penggantinya, disiapkan Pasal 284 dalam rancangan KUHP yang baru. Di situ ada perubahan delik. Yakni dari delik formal menjadi delik materiil.

Artinya, pada Pasal 284 di rancangan KHUP baru itu disyaratkan harus ada suatu akibat dari ulah seseorang yang melakukan kritik. Kalau tidak ada akibat, orang yang mengkritik tidak bisa dijebloskan ke penjara. Yang terjadi selama ini, Pasal 154 KUHP tidak mensyaratkan harus ada akibat dari kritik yang dilontarkan pelakunya. Polisi bisa langsung menangkap orang yang mengkritik pemerintah.

Penolakan penghapusan pasal-pasal haatzai artikelenjuga dikemukan Akil Mochtar, anggota DPR-RI yang bersaksi di persidangan MK. Politisi Partai Gokar itu menyatakan, pasal-pasal yang dituntut dihapuskan justru harus dipertahankan. Argumentasinya, pasal-pasal tersebut memberi kepastian bagi aparat penegak hukum guna melindungi simbol-simbol negara.

Pendapat Akil dan Hakristuti itu dimentahkan oleh Mudzakkir, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang dihadirkan di persidangan MK sebagai saksi ahli. Ia menyatakan, kritik yang dilontarkan seseorang itu tidak sama dengan perbuatan jahat menyatakan perasaan permusuhan dan kebencian. Pendapat Mudzakkir digarisbawahi oleh Jayadi Damanik, praktisi hukum yang juga anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Damanik menyebut keberadaan Pasal 154 KUHP sebagai bentuk pelanggaran HAM yang sangat represif dan diskriminatif. Berdasarkan keterangan saksi ahli di persidangan, argumentasi pemohon itulah yang dijadikan sebagai pertimbangan MK untuk mengambil putusan. Alasannya, kedua pasal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum serta menghalang-halangi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat.

Dalam pertimbangan putusan ini, MK menyebutkan bahwa Pasal 154 dan 155 KUHP itu sengaja dibuat pemerintah kolonial Belanda untuk menjerat tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Meski merupakan warisan kolonial, KUHP Belanda atau Wetboek van Strafrecht tidak mengenal pasal penebar kebencian. Bahkan Menteri Kehakiman Belanda --pada saat itu-- menolak ketika ide tersebut dilontarkan.

Di Belanda sendiri, ketentuan itu dipandang tidak demokratis karena bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan beropini. Kedua pasal itu hanya memuat delik formal yang cukup mensyaratkan terpenuhinya unsur perbuatan terlarang tanpa mengaitkan dengan akibat perbuatan. Karena itu, pasal ini cenderung disalahgunakan dan ditafsirkan sesuai dengan selera penguasa. "Kita ucapkan selamat jalan dan sekaligus selamat tinggal kepada Pasal 154 dan Pasal 155," kata Jimly Asshiddiqie.

Putusan MK itu disambut positif oleh sejumlah kalangan, terutama ahli hukum pidana yang selama ini mengkritisi eksistensi pasal penebar kebencian itu. Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudy Satrio, misalnya, menyatakan bahwa seharusnya pasal-pasal karet itu dihapus sejak dulu. Karena selama ini, dalam prakteknya, sering disalahartikan oleh para penegak hukum. "Kesalahan terjadi karena penegak hukum mengikuti kepentingan penguasa," Rudy Satrio menegaskan.

Sujud Dwi Pratisto
[Hukum, Gatra Nomor 37 Beredar Kamis, 27 Juli 2007]

Politik Cica Menggoyang Citra Presiden


Cover GATRA Edisi 38/2007 (GATRA/Tim Desain)Mantan Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baku lapor ke Polda Metro Jaya. Zaenal mengaku tidak pernah memfitnah SBY. Justru langkah SBY melaporkan dirinya itu, kata Zaenal, telah mencemarkan nama baiknya. "Seolah-olah saya telah melakukan fitnah," tuturnya.

Hari Minggu sebelumnya, SBY memang datang ke Polda Metro Jaya. Didampingi istrinya, Kristiani Yudhoyono yang akrab disapa Ibu Ani, SBY melaporkan Zaenal yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya. Pencemaran itu terkait rencana Zaenal membeberkan bukti bahwa SBY pernah menikah sebelum masuk Akademi Militer (dulu Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indionesia --Akabri) pada 1970. Zaenal menyatakan rencananya itu lewat media massa, usai mendengar kabar bahwa presiden mengesahkan pergantian antar-waktu (PAW) atas dirinya, 24 Juli lalu.

Baku lapor antara SBY dan Zaenal ini dipicu persoalan PAW Zaenal, yang diusulkan Partai Bintang Reformasi (PBR), tempat Zaenal bernaung. Usul PAW itu disahkan presiden pada 24 Juli lalu, lewat surat Keputusan Presiden RI Nomor 60/P Tahun 2007. Surat itu menetapkan peresmian pengangkatan antar-waktu Junisab Akbar menggantikan Zaenal.

Merasa dizalimi, Zaenal kemudian melakukan perlawanan. Menurut Zaenal, jika PAW dirinya dilakukan atas dasar poligami, maka SBY pun pernah melakukan hal itu. Dari sinilah tudingan bahwa SBY pernah menikah sebelum masuk Akabri muncul.

Menurut versi Zaenal, bukan dirinya sendiri yang mengatakan hal itu. Dia menemukan peryataan itu dari sebuah media massa terbitan 18 September 2004. Berita itu berjudul "Hartono: SBY Harus Jelaskan Kabar Punya Anak Saat di Akabri". Berita itu dia temukan sekitar enam bulan lalu.

Langkah Zaenal membawa masalah pribadi SBY dalam ranah perlawanan politik akhirnya memang menuai kecaman. Kolega Zaenal di PBR, Ade Daud Nasution, pun mengecam. Menurut Ade, tindakan itu tidak bermartabat. "Jangan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan," katanya.

Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi Golkar Yuddy Chrisnandi mengatakan, Zaenal hendaknya tidak melakukan politisasi masalah poligami. "Kasihanilah rakyat yang terbebani lagi pikirannya dengan isu-isu yang tidak perlu," kata Yuddy, seraya meminta presiden juga tidak bereaksi berlebihan atas isu tersebut.

Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai langkah hukum yang dilakukan SBY sangat tepat. Di alam demokrasi seperti ini, tindakan yang mengedepankan hukum adalah suatu keharusan. Ini yang membedakan dengan masa lalu. Menurut Jusuf Kalla, dengan tindakannya itu, di masa lalu Zaenal Ma'arif bisa langsung ditangkap aparat.

Jenderal (purnawirawan) R. Hartono, yang namanya disebut-sebut Zaenal sebagai pihak pertama yang membuka rahasia perkawinan SBY itu, juga berencana menuntut Zaenal. Hartono mengatakan, dalam berita yang dikutip Zaenal itu, ia justru ingin menyatakan tidak percaya isu bahwa SBY pernah menikah. Sebagaimana dikutip detik.com, 18 September 2004, R. Hartono mengatakan, "Mengenai kabar yang menyatakan bahwa SBY telah memiliki istri sebelum dengan Ibu Kristiani, saya sudah lama mengetahuinya. Tapi, dengan kepribadian beliau, saya tidak percaya."

Toh, pintu bagi Zaenal lolos dari jerat hukum belum tertutup. Setidaknya, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menganjurkan untuk islah (damai). Caranya, Zaenal meminta maaf kepada SBY. Atas tawaran islah itu, Zaenal mengaku siap melakukannya.

M. Agung Riyadi
[Laporan Utama, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 2 Agustus 2007]

Rekonstruksi 28 Adegan tanpa Pelecehan Seksual

SUMEDANG, (PR).-

Kasus kematian Wendi bin Rohman (21), warga Dusun Ciawi, Desa Cikeruh, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, yang diduga akibat dianiaya lima orang wasana praja IPDN di lantai 4 dekat Pool Time Biliar, pusat pertokoan Jatinangor Town Square (Jatos), direkonstruksi pihak Polres Sumedang, di lokasi kejadian tersebut pada Rabu (1/8) malam.

PULUHAN petugas Polres Sumedang dan para saksi mengamati adegan rekonstruksi penganiayaan oleh wasana praja IPDN terhadap korban tewas Wendi, di lokasi kejadian lantai IV Mal Jatos Jatinangor, Rabu (1/8) malam. Dalam gambar, tampak korban Wendi yang diperankan petugas (menelungkup di lantai) akibat terkena pukulan telak tinju pada pelipis kirinya dari salah seorang tersangka berinisial DAP (berdiri paling dekat Wendi).* NURYAMAN/"PR"

Dalam rekonstruksi tersebut, korban Wendi yang diperankan anggota Polres Sumedang, Bripda Rinto Manalu, tersungkur hingga tak berdaya lagi setelah mendapat pukulan tangan kanan tersangka DAP pada bagian pelipis kirinya.

Rekonstruksi atas kasus terjadi pada Sabtu (21/7) malam di lokasi tersebut, dilaksanakan mendekati waktu kejadian yang sebenarnya, mulai dari pukul 22.00 WIB, hingga pukul 23.00 WIB. Diikuti semua tersangka, yakni lima wasana praja IPDN, masing-masing DAP (22) asal Sulawesi Tengah, CS (24) asal Papua, WH (23) asal Riau, NEP (23), dan FR (23) asal Lampung, serta 18 orang saksi, termasuk empat orang rekan korban Wendi, Hardik Akasah (22) Iwan Arifin (22), Yayan Setiawan alias Dani (21), dan Tedi Hidayat (23).

Atas dasar berita acara pemeriksaan terhadap para tersangka dan saksi, dalam rekonstruksi tersebut, Polres Sumedang mencatat serta menggelar 28 adegan rekonstruksi.

Dalam rekonstruksi penganiayaan Wendi di lantai 4 Jatos, Wendi yang sempat terkena pukulan dari beberapa tersangka dan berusaha melawan, akhirnya tersungkur di lantai, setelah mendapat pukulan tangan kanan tersangka DAP pada pelipis kirinya.

Di tengah suasana yang masih hiruk pikuk oleh berseliwerannya para tersangka dan rekan korban, serta beberapa orang satpam Jatos, Wendi segera diselamatkan dua rekannya, digotong dan dibawa turun melalui lift. Selanjutnya dinaikkan sepeda motor dengan cara diapit di tengah jok oleh rekan korban Yayan dan Iwan untuk diantarkan ke rumah orang tua Wendi.

Tanpa rekayasa

Sementara itu, usai pelaksanaan rekonstruksi yang disaksikan sejumlah perwakilan dari pihak Kejaksaan Negeri Sumedang, pengacara para tersangka, serta pihak Jatos, Kapolres Sumedang, AKBP Drs. Budi Setiawan menyatakan, ke-28 adegan itu, dilaksanakan tanpa ada yang direkayasa. "Dalam rekonstruksi ini, kami lakukan secara terbuka. Tidak ada skenario lain. Tidak ada pemaksaan. Apa adanya menurut tersangka, apa adanya menurut saksi. Tidak ada yang dibuat-buat," ujarnya.

Menyinggung adanya pernyataan yang menyebutkan, penganiayaan para tersangka terhadap Wendi di lantai 4 itu karena dipicu tindak pelecehan seksual dari korban Wendi terhadap purna praja putri ketika berada dalam lift, Budi Setiawan kembali menegaskan pernyataannya semula, bahwa hal itu tidak terjadi. ”Yang ada hanya adegan sundutan rokok,” tuturnya.

Sementara itu, pengacara para tersangka, Nur Cholim, ketika dimintai tanggapan atas proses rekonstruksi yang baru saja disaksikan olehnya, Rabu (1/8) malam, menilai semua adegan rekonstruksi dilakukan sesuai BAP. "Klien melaksanakannya dengan lancar, dan tidak ada adegan yang ditolak oleh klien kami," ujarnya. (A-91)***

Pesta Sabu Diduga Didanai APBD?


Dugaan Itu Dikuatkan Ketua Dewan Pembina LSM Gencar

CIREBON, (PR).-
Pesta sabu-sabu yang digelar di Sekretariat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Cirebon Antinarkotika (Gencar), Rabu (1/8) lalu diduga kuat didanai dari APBD Kota Cirebon 2007. Dugaan kuat itu mencuat karena LSM Gencar baru saja mendapat kucuran dana bantuan APBD 2007 melalui program jaring aspirasi dewan pada akhir April dan Juni 2007 lalu.

Total dana bantuan APBD 2007 yang berhasil dikantongi LSM, yang menamakan diri antinarkotika tersebut, sebesar Rp 50 juta dalam dua kali pencairan. Dugaan itu bahkan dikuatkan oleh keterangan Ketua Dewan Pembina LSM Gencar Djoko Purwanto yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Cirebon.

Menurut Djoko, sejak menerima bantuan dari pemkot pada bulan Juni lalu, sejauh ini tidak pernah terdengar ada kegiatan yang digelar LSM tersebut. "Sebagai ketua dewan pembina, saya sudah menegur Ketua LSM Saudara Deni Siswanto (yang kabur-red.), kenapa tidak ada lagi kegiatan. Karenanya tidak menutup kemungkinan sebagian dana itu digunakan untuk membeli sabu itu," kata Djoko, Kamis (2/8).

Djoko mengakui pencairan dana bantuan APBD 2007 itu melalui rekomendasi Partai Demokrat, berdasarkan proposal yang diterima dari pengurus LSM tersebut. Menurut Djoko, rekomendasi diberikan karena berdasarkan proposal yang diajukan Januari 2007 lalu itu, betul-betul ideal dan bagus dalam ikut serta membantu menanggulangi penyalahgunaan narkotika.

"Saat itu memang disetujui akan dikucurkan dana bantuan sebesar Rp 50 juta dan pencairannya dilakukan dua tahap. Saya hanya sebatas membantu. Setelah dana itu cair, saya tidak tahu persis soal kegiatan yang mereka lakukan," tegasnya.

Djoko sendiri mengaku kecolongan dengan adanya penangkapan tiga orang yang diduga melakukan pesta sabu-sabu di Sekretariat LSM tersebut. Meski mengaku kecolongan, Djoko mengakui dirinya ikut bersalah karena tidak cermat dalam "membaca" situasi dan informasi terkait dengan LSM tersebut.

Untuk itu, Djoko mengajukan permintaan maaf kepada masyarakat atas ketidakcermatan pihaknya, sehingga patut diduga dana milik rakyat itu justru digunakan untuk membiayai pesta sabu-sabu.

Masih diperiksa

Dalam kapasitas sebagai ketua dewan pembina, Djoko mengungkapkan, dirinya akan segera mengumpulkan para pengurus LSM Gencar untuk melakukan konsolidasi. "Kami harus segera melakukan konsolidasi terkait kasus ini. Meskipun ada oknum LSM yang terlibat dan sekretariat dijadikan lokasi kegiatan itu, bukan berarti otomatis LSM-nya jelek dan harus dibubarkan. Namun, itu semua nanti tergantung dari pertemuan yang akan segera saya lakukan," katanya.

Sementara itu, Asisten Administrasi Setda Kota Cirebon Drs. H. Hasanudin Manaf, M.Si. melalui Kabag Keuangan, Dikman M. Paraetum mengakui soal pencairan dana bantuan APBD 2007 kepada LSM tersebut. Dana itu cair dalam dua tahap, yakni April dan Juni, masing-masing Rp 25 juta. "Bantuan LSM Gencar memang sudah dicairkan dua kali, pertama bulan April dan kedua Juni, masing-masing sebesar Rp 25 juta. Yang mencairkan juga Ketua LSM-nya," katanya.

Sedangkan, tiga orang yang ditangkap karena diduga terlibat pesta sabu-sabu, masing-masing Drs. EIG, Med, dan, Pong hingga kemarin masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Satnarkoba Polresta Cirebon.

Seperti diberitakan sebelumnya, rumah seorang ketua partai berinisial Drs. EIG yang juga menjadi Sekretariat LSM Gencar, digerebek tim Buru Sergap (Buser) Polresta Cirebon, Rabu (1/8). Penggerebekan dilakukan menyusul informasi adanya pesta sabu-sabu di rumah tinggal mantan anggota DPRD Kota Cirebon periode 1999-2004 itu. (A-92)***

Thursday, August 02, 2007

PKS Lapor Panwas, Bawa Tabloid Black Campaign

2007-08-02 22:20:00
Jakarta - Tim advokasi pasangan cagub-cawagub Adang Daradjatun-Dani Anwar dan sejumlah kader PKS mendatangi Panwas DKI Jakarta. Mereka melaporkan oknum penyebar tabloid Jakarta Untuk Semua dan barang bukti 20 ribu eksemplar tabloid yang dinilai mendiskreditkan PKS tersebut.

"Kita ingin mengadukan oknum dari Fauzi Bowo Center (FBC) yang telah menyebarkan tabloid Jakarta Untuk Semua ke Panwasda," kata Ketua DPC PKS Tanah Abang, Anton, kepada detikcom, di Kantor Panwas DKI, Jl Suryopranoto, Jakarta, Kamis (2/8/2007) pukul 20.50 WIB.

Anton mengatakan, barang bukti tersebut berhasil ditemukan kader-kader PKS pada pukul 17.00 WIB. Penemuan itu, menurut dia, berdasarkan laporan warga. Tabloid-tabloid itu, ditemukan di rumah salah seorang pengurus cabang PAN bernama Ratim, yang beralamat di Jl Karet Pasar Baru VII, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Kita juga akan tempuh jalur hukum. Karena ini sudah pidana tindak kejahatan yang mendiskreditkan salah satu calon dan parpol pengusungnya. Ini bisa mempengaruhi grassroot," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Panwas DKI Jakarta Suhartono mengatakan akan mempelajari laporan tersebut. "Ya kita akan selesaikan laporannya. Kita lihat dulu barang bukti dan tersangkanya. Kalau ada unsur pidana, kita akan teruskan ke polisi," pungkasnya.

Tabloid Jakarta Untuk Semua edisi ketiga, Minggu III Juli 2007 dengan cober Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dianggap menjelek-jelekkan PKS. Tabloid tersebut berisi beberapa tulisan berjudul "Adang Bukan Figur Ideal", "Adang Daradjatun Kurang Simpatik" dan "Calon yang Mencla Mencle" dengan latar bergambar perempuan berpakaian minim. (rmd/fay)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/222015/idnews/812684/idkanal/10

Adang-Dani Teken Kontrak Politik Dengan 22 LSM

2007-08-02 20:32:00

Ramadhian Fadillah - detikcom

Jakarta - Pasangan cagub dan cawagub Adang Daradjatun-Dani Anwar menandatangani kontrak politik dengan 22 LSM. Mereka dituntut menegakkan HAM, mereformasi birokrasi dan tidak KKN.

Kontrak yang disebut pakta integritas ini meminta mereka tidak melanggar HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dalam membangun Jakarta. Adang-Dani pun diminta untuk mereformasi birokrasi dan tidak melakukan KKN

Koordinator Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Pembangunan Jakarta (Gemas Bang Jak) Sulastio mengatakan pihaknya sudah mengirimkan kontrak politik kepada kedua calon sejak Selasa 31 Juli 2007 lalu. Namun pasangan Fauzi Bowo-Prijanto tidak memberikan konfirmasi.

"Akhirnya kami melakukannya dengan calon yang mau saja," kata Sulastio sebelum acara penandatanganan di Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (2/8/2007).

Dalam kesempatan yang sama perwakilan dari LSM Cirus, Andrinov Chaniago, mengatakan mereka sudah menghubungi orang dekat Fauzi. Namun, Fauzi tidak mau menandatangani pakta integritas ini.

"Alasan mereka, dia (Fauzi) tidak mau menandatangi karena jika sudah terpilih akan disumpah. Menurut mereka juga Fauzi sudah terlalu banyak membuat kontrak politik, padahal sepengetahuan kita sih tidak," ujarnya.

Pasangan Adang-Dani menyambut kesepakatan dengan Gemas Bang Jak. "Saya dan Bang Dani menyambut gembira pakta integritas ini, karena sudah merupakan visi misi dan komitmen kami untuk menjadikan KKN sebagai musuh bangsa," kata Adang usai acara. (fay/fay)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/203220/idnews/812664/idkanal/10

PKS Laporkan Pimred Tabloid Jakarta untuk Semua

Nala Edwin - detikcom

Jakarta - Tabloid Jakarta untuk Semua yang terbit seiring pesta demokrasi warga DKI dinilai telah mencemarkan nama baik PKS. PKS melaporkan pimred tabloid tersebut ke Polda Metro Jaya.

Laporan disampaikan kuasa hukum PKS, Agus Otto, di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (2/8/2007), pukul 16.00 WIB.

Agus juga menganggap tabloid tersebut telah mendiskreditkan PKS. Dalam edisi ketiga, Minggu III Juli 2007 dengan cover Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang dibawa Agus sebagai bukti, ditunjukkan sejumlah tulisan yang dianggap menjelek-jelekkan PKS.

Artikel itu antara lain berjudul "Adang Bukan Figur Ideal PKS", "Calon yang Mencla-mencle" dan "Adang Daradjatun Kurang Simpatik".

Tabloid itu dicetak ratusan ribu eksemplar. Dari jumlah tersebut, kader PKS menyita sekitar 3.000 eksemplar.

"Tadi pagi kita juga menemukan gudang yang menyimpan tabloid itu di daerah Pondok Pinang. Makanya kita laporkan dengan pasal pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan," kata Agus.

Pimred Tabloid Jakarta untuk Semua yang dilaporkan adalah Setyadi Negara. (umi/sss)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/165836/idnews/812597/idkanal/10

Prof Sarlito: Tes Calon Anggota KPU Bukan Lomba Selebritis

Nurvita Indarini - detikcom

Jakarta - Sebagian kalangan menyayangkan tersingkirnya nama-nama beken dari ajang seleksi calon anggota KPU. Namun Panitia Seleksi (Pansel) KPU meyakinkan, bukan berarti wajah baru itu kalah kualitas.

Tes tertulis yang lantas meloloskan 45 nama itu dilakukan dengan objektif. Pansel KPU pun berkeras telah bekerja dengan transparan. Tersingkirnya nama-nama beken bukan suatu hal yang luar biasa, karena tes itu bukanlah lomba selebritis.

Demikian disampaikan salah satu anggota Pansel KPU yang juga psikolog terkenal Prof Dr Sarlito W Sarwono yang dikatakannya dalam sebuah mailing list internal profesi psikolog. Salah satu anggota milis tersebut mem-forward penjelasan Sarwono kepada detikcom, Kamis (2/8/2007).

Berikut penjelasan Sarlito selengkapnya:

Menanggapi komentar-komentar dalam detikcom, berikut ini adalah penjelasan saya sebagai psikolog yang terlibat dalam proses seleksi calon anggota KPU:

Justru tes ini adalah tes calon KPU, bukan tes lomba selebritis. Semula pansel sendiri sudah men-seeded nama-nama "besar" itu. Dengan di-seeded semua nama besar lolos seleksi administrasi (kalau ada kekurangan formulir atau ijazah segera diberitahu untuk melengkapi). Tetapi ternyata dalam tes tertulis memang skor mereka kalah bersaing dengan orang-orang biasa.

Perlu diketahui bahwa tes tertulis terdiri dari:
1. Tes Inteligensi (the test name protected)
2. Inventory Kepribadian (the test name protected)
3. Tes Kesetiaan pada NKRI
4. Tes (the test name protected)

Teknik pemilihan diurut berdasarkan ranking dari skor yang tertinggi (no 1) sampai terendah (no 270). Kemudian dicek dengan track record satu per satu. Ada yang berada di urutan atas, terpaksa dicoret, karena ternyata masih terikat dengan salah satu partai politik (tidak terdeteksi pada seleksi administrasi), atau ada masalah keuangan yang belum terselesaikan dengan lembaga tertentu, atau latar belakangnya sama sekali tidak relevan dengan pemilu, atau ternyata hasil (the test name protected)-nya ada indikasi paranoid.

Dalam hal itu, maka urutan di bawahnya naik ke atas dan dicek lagi track record-nya. Wanita diberi prioritas, karena disebutkan dalam UU bahwa anggota 30% KPU harus wanita (2 dari 7 anggota). Demikian seterusnya.

Sayangnya, walaupun diturunkan terus, tidak juga sampai ke nama-nama selebriti, termasuk Valina (anggota KPU Valina Singka --red) yang wanita. Mereka bukannya tidak baik, tetapi skor calon yang lain masih lebih baik, dan panitia berusaha bertahan konsisten pada mekanisme seleksi yang sudah disepakati.

Titipan dan tekanan memang banyak sekali. Bukan hanya dari pejabat, tetapi juga dari tokoh-tokoh masyarakat (yang selama ini dikenal idealis) dan anggota DPR. Tetapi justru nama-nama yang dilampiri titipan tidak ada satu pun yang berada di rangking atas.

Memang ada kemungkinan bahwa nama-nama beken itu tidak fit kondisinya ketika melaksanakan tes, atau tidak serius (merasa pasti lulus), atau tidak siap (karena mengira yang akan ditanyakan adalah soal-soal teknis kepemiluan). Tetapi faktor-faktor ini, sebagaimana dalam setiap proses seleksi lainnya, sengaja diabaikan (ada salah satu peserta yang minta izin tes khusus, karena beliau akan mengawinkan anaknya, tetapi tetap kami abaikan).

Akhirnya terpilihlah 45 calon itu, yang terdiri dari 26 (lebih dari separuh) berpengalaman di pemilu yang lalu (KPUD/Panwaslu/Pengamat), sejumlah akademisi, ada juga ahli/pakar komputer/IT, profesional hukum, diplomat dan pendidik. Jumlah wanitanya ada 10 orang, dan kebetulan ada satu calon dari Aceh dan satu lagi dari Papua (mantan Dubes). Rentang usia antara akhir 30-an sampai 60-an.

Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi masukan terhadap 45 calon tersebut di atas, sejak sekarang sampai dengan tanggal 13 Agustus 2007.

Seandainya ada yang tahu bahwa ada calon yang bermasalah, laporkan ke panitia seleksi agar ikut dipertimbangkan dalam pemilihan tahap berikut (melalui e-mail saya juga boleh).

Jadi yang diperlukan adalah masukan tentang 45 calon yang tepilih tahap tes tertulis. Bukan saran atau usul siapa yang sepantasnya jadi anggota KPU (apalagi kalau nama-nama yang diusulkan itu sudah tidak lolos dari tahap tes tertulis, seperti yang disampaikan oleh Ray Rangkuti, Direktur Lima).

Seleksi tahap berikutnya adalah wawancara I dan wawancara II. Dalam wawancara I, semua peserta akan dikonsinyir selama 4 hari, dan selama itu peserta akan diberi berbagai situasi dan tugas (bukan hanya makalah) sambil diobservasi untuk diasses faktor-faktor kepemimpinan, problem solving, team work, endurance, pengendalian emosi, dan beberapa variabel lain yang dianggap perlu.

Hasil wawancara tahap I+ masukan dari masyarakat, akan dijadikan bahan untuk wawancara tahap II, yaitu wawancara perorangan.

Setiap calon diwawancarai oleh kelima anggota pansel. Wawancara II bertujuan untuk merekonfirmasi temuan yang didapat berdasarkan wawancara I dan masukan masyarakat, untuk dijadikan dasar untuk menentukan 21 calon yang akan disampaikan kepada Presiden.

Sampai di sini tugas pansel berakhir, dan selanjutnya terserah kepada Presiden dan DPR. Tetapi yang jelas Presiden dan DPR tinggal memilih dari masukan yang sudah dipraseleksi dengan sebaik-baiknya. Sehingga anggota-anggota KPU definitif nantinya (7 orang) adalah memang yang terbaik dari yang terbaik ("creme de la creme").

Catatan:
Banyak orang yang bersikukuh bahwa hanya orang-orang beken, yang punya track record masa lalu yang bisa mengelola negara ini (termasuk KPU). Kalau begini terus, kapan kita bisa terlepas dari masa lalu? Kita akan berkutat terus dengan orang-orang yang itu-itu saja.

Nama-nama baru memang bukan jaminan, tetapi nama-nama beken saja bukan jaminannya. Apalagi kalau nama-nama beken itu kalah kualitasnya daripada nama-nama baru. (nvt/nrl)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/075104/idnews/812162/idkanal/10

Percepatan Pilkada Mengemuka


GARUT, (PR).-
Sejumlah elemen masyarakat di Garut mulai mewacanakan percepatan pilkada di Garut. Percepatan pilkada tersebut diharapkan bisa membuat Garut semakin kondusif karena dipimpin pemerintahan yang sah. Wacana ini mengemuka setelah Bupati Garut Agus Supriadi tersandung masalah dugaan korupsi. Sementara dua pejabat lain yang bisa menjadi pengganti, juga terindikasi tersandung masalah hukum lainnya.

Wacana percepatan Pilkada Garut itu dikemukakan Sekjen Garut Governance Watch Agus Sugandhi, anggota Komisi A DPRD Garut Ust. Ahab Sihabuddin, Lc., dan salah seorang pengurus DPD Partai Golkar H. Endang R. di Garut, Rabu (1/8).

Menurut Agus Sugandhi, percepatan pilkada di Garut memang sukar dilakukan karena tidak ada dasar hukumnya. Namun, jika semua pihak mendukung, tidak ada salahnya hal itu dilakukan. "Cara itu lebih baik ketimbang yang memimpin Garut hingga 2008 akhir nanti adalah pejabat yang tidak didukung masyarakat. Percepatan itu juga merupakan bagian dari reformasi birokrasi di Garut," katanya.

Wacana itu mengemuka karena apabila Bupati Agus Supriadi berhalangan tetap karena tarsangkut masalah dugaan korupsi, maka posisinya akan dialihkan kepada Wakil Bupati Memo Hermawan. Padahal, yang bersangkutan sebagaimana diketahui, diduga bermasalah dengan ijazah yang digunakannya pada pilkada tahun 2004.

Selanjutnya, apabila Memo juga tersandung masalah, maka yang akan menggantikannya adalah Sekda Drs. H. Achmad Mutaqien. Namun, pejabat tersebut juga tersandung kasus dugaan gratifikasi pada kasus Pasar Cikajang.

Bila kedua pejabat itu tidak "lolos", memang akan ada caretaker. Namun, figur caretaker, menurut Agus Sugandhi, Ahab, dan Endang, dinilai masih rentan dan dikhawatirkan tetap menimbulkan masalah di Garut. "Karena itulah, wacana percepatan pilkada itu pantas dicuatkan," kata Agus.

Sebaliknya, menurut praktisi hukum asal Garut H. Rudi Gunawan, S.H., wacana tersebut sukar dilaksanakan kecuali Bupati Agus Supriadi diberhentikan oleh Presiden, dan Wabup Garut mengundurkan diri. Apalagi, jabatan Bupati Garut akan berakhir Januari 2009. "Ya, jika merunut pada aturan, tidak bisa dilaksanakan," katanya.

Dukungan gubernur

Sementara itu, dalam keterangannya kepada "PR", Rabu (1/8), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Garut, K.H. Abdul Halim, Lc. mengatakan, untuk memulihkan roda pemerintahan dan pelayanan publik di Garut yang sempat terganggu, Gubernur Jawa Barat diharapkan segera memberikan tanggapannya secara jelas soal kondisi di Garut. Hal itu juga untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya produk-produk hukum bermasalah di kemudian hari, pascapenahanan Bupati Agus Supriadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia mengatakan, saat ini masyarakat Garut memberikan kesempatan kepada pemerintahan di Garut, terutama eksekutif, untuk membenahi birokrasi guna memulihkan roda pemerintahan dan pelayanan publik di Garut yang sempat terganggu. Namun, hendaknya pembenahan itu didukung Gubernur dengan segera memberikan penjelasan soal para pejabat penting di Garut yang sempat dicopot dan diganti, serta dirombak habis-habisan oleh Bupati Agus Supriadi, beberapa waktu lalu.

Ia khawatir, bila Gubernur tak cepat tanggap menjelaskan status pejabat di Garut yang dulu dinilai tak sah, pejabat di Garut akan sulit melakukan pemulihan pemerintahan. "Malah, dikhawatirkan di kemudian hari akan muncul berbagai produk hukum yang ternyata bermasalah. Pasalnya, mereka dalam praktiknya harus menandatangani berbagai produk hukum, seperti kebijakan anggaran," katanya. (A-112)***

Tersandung Skandal Korupsi, Mentan Jepang Mundur

2007-08-02 06:31:00

Nurvita Indarini - detikcom

Tokyo - Skandal korupsi diduga menimpa Menteri Pertanian Jepang Norihiko Akagi. Karena itu, dia pun mengundurkan diri dari kabinet yang dipimpin PM Shinzo Abe.

Demikian dikutip dari bbc.co.uk, Rabu (1/8/2007).

Akagi yang ditunjuk sebagai Mentan sekitar 2 bulan lalu itu dituduh lalai melaporkan biaya kantornya. Pendahulunya, Toshikatsu Matsuoka, melakukan bunuh diri pada Mei lalu karena terlibat skandal keuangan.

Sejumlah menteri Abe memang terlibat skandal. Hal itulah yang disinyalir menjadi faktor utama penyebab kekalahan partai koalisi pemerintah yang dipimpin Partai Demokrasi Liberal (LDP) dalam Pemilu Mejelis Tinggi. Itulah kekalahan pertama LDP sejak 5 dekade terakhir.

Menteri di bawah kepemimpinan Abe yang juga jatuh adalah Menteri Reformasi Administratif Genichiro Sata dan Menteri Pertahanan Fumio Kyuma.

Untuk mengembalikan citra pemerintahannya yang tercoreng, Abe pun berencana untuk melakukan reshuffle kabinet. Belum jelas kapan tepatnya reshuffle akan dilakukan, namun santer terdengar kabar, Abe akan melakukannya pada September mendatang.

Partai Demokratik (DPJ) sebagai partai oposisi mencatat sejarah baru. Sebab untuk pertama kalinya, partai itu menjadi partai terbesar di Majelis Tinggi.

Meski demikian, LPD masih memiliki kekuatan yang lebih di Majelis Rendah, dan partai tersebut masih terus mendukung Abe.

Namun, di sejumlah polling, hampir separuh masyarakat menginginkan Abe turun. Di harian Asahi, 47 persen responden menginginkan Abe mundur. Sedangkan di Yomiuri, ada 45 persen responden yang menunjukkan figur Abe harus mundur.

Pemimpin DPJ Ichiro Ozawa mengecam keputusan Abe untuk tetap bertahan sebagai perdana menteri. "Tetap berusaha memimpin kabinet, meskipun partainya kehilangan mayoritasnya. Saya tidak berpikir, dia akan mendapat dukungan dan dimengerti rakyat dengan melakukan sesuatu yang egois," ujarnya. (nvt/fiq)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/063115/idnews/812151/idkanal/10

Asyik Pesta Sabu-sabu, Eks Anggota DPRD Kota Cirebon Diciduk

2007-08-02 00:18:00

Reno Nugraha - detikcom


Cirebon - Sebuah bangunan di samping LP Cirebon, Jawa Barat, dijadikan basecamp LSM Gerakan Cirebon Anti Narkoba (Gencar). Ironisnya, di situlah seorang mantan anggota DPRD Kota Cirebon kedapatan asyik pesta narkoba.

Pada bangunan yang merupakan bekas Sekretariat Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu terpampang poster bertuliskan 'Perangi Narkoba'. Namun rupanya, poster itu tak lebih dari hiasan semata.

Beberapa petugas Sat Narkoba Polresta Cirebon, Rabu (1/8/2007) sore menyambangi kantor LSM Gencar yang lokasinya persis bersinggungan dengan LP Cirebon di Jl Kesambi No 97 RT 7 RW 2, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Di lokasi, petugas mendapati mantan Ketua PKPI Kota Cirebon dan juga mantan anggota DPRD Kota Cirebon Enang Iman Gana (45), bersama 4 temannya. Mereka baru saja mengadakan pesta sabu-sabu.

Hanya 3 orang yang berhasil ditangkap. Enang Iman Gana,
Medi (35) yang merupakan salah satu Kader PDIP Kota Cirebon, dan Pongky Kadiya (27) yang juga pengurus LSM Gencar. Sedangkan 2 orang lainnya berhasil melarikan diri.

Di lokasi kejadian, petugas menemukan barang bukti berupa alat-alat untuk menikmati sabu-sabu seperti bong, sedotan, alat suntik, papir, dan korek api.

Enang Iman Gana, Medi, dan Pongky langsung digelandang berikut barang bukti yang ditemukan ke Polresta Cirebon. Ketiganya harus menjalani pemeriksaan intensif di ruang Satnarkoba Polres Kota Cirebon. (nvt/fiq)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/001810/idnews/812128/idkanal/10

Hasil Rekonstruksi Pengeroyokan Wendi: Tidak Ada Pelecehan

2007-08-01 23:54:00

Erna Mardiana - detikcom

Jakarta - Reka ulang peristiwa pengeroyokan Wendi Budiman oleh praja IPDN berakhir setelah menampilkan 28 adegan. Dari rekonstruksi itu diketahui, tidak ada kegiatan berbau pelecehan.

"Dari adegan pertama hingga ke-28, dari mulai masuk lift hingga dimulai perselisihan di dalam lift, tidak terlihat adanya kegiatan yang berbau pelecehan. Di situ, tidak ada percakapan ataupun raba meraba oleh korban terhadap saksi purna praja," beber Kapolres Sumedang AKBP Budi Setiawan.

Hal itu disampaikan dia di lokasi rekonstruksi, Jatinangor Town Square (Jatos), Sumedang, Jawa Barat, Rabu (1/8/2007).

Yang ada, lanjut Budi, tengkuk salah satu saksi yaitu Gondo Widodo tersulut atau disulut rokok. Kemudian rokok itu tertepis oleh Gondo hingga jatuh, lalu terinjak atau diinjak oleh Gondo. Itulah yang menjadi awal mula perselisihan.

"Saya sangat terbuka, tidak ada pengarahan dari pihak kepolisian. Pokoknya di sini terlihat siapa berbuat apa. Dari 28 adegan ini, para tersangka tidak ada yang menyangkal" imbuh Budi.

Rekonstruksi tersebut melibatkan 18 saksi. Mereka merupakan saksi dari pihak korban (rekan-rekan Wendi) dan dari pihak praja.

Pada reka ulang itu, 9 adegan dilakukan di dalam lift. Peristiwa yang terjadi di dalam lift melibatkan 4 purnapraja yaitu Gondo Widodo, Andi Irmayanti, Bambang, dan Megawati. 5 Lainnya adalah Wendi Budiman bersama 4 rekannya, yaitu Hardik, Tedi, Yayan, dan Iwan.

Dari keterangan Gondo, para purna prja itu masuk terlebih dahulu ke dalam lift. Tak lama Wendi cs menyusul masuk lift dari lantai dasar. Wendi cs terlihat mabuk dan bau alkohol.

Di dalam lift, Gondo memberi kode kepada Megawati agar berdiri di sampingnya.

Pengakuan purna praja Andi, Wendi sengaja menyulutkan rokok ke tengkuk Gondo. Tapi rekan-rekan Wendi bersikeras, penyulutan rokok ke tengkuk Gondo tidak disengaja.

Oleh Gondo, rokok yang terjatuh lalu diinjak. Wendi lantas memiting kepala Gondo, dan rekan Wendi memukul pria itu.

Ketika lift terbuka, Megawati dan Andi keluar lift lebih dahulu sambil melambai-lambaikan tangan meminta pertolongan di tempat biliar. Gondo akhirnya bisa membebaskan diri dan lari menuju tempat biliar.

Lalu keluarlah 5 praja tersangka penganiaya Wendi hingga tewas dari tempat biliar. Mereka adalah Dedi Ariesa Parampas, Charles Sirait, Wan Hendri, Nova Eka Putra, dan Feter Rahmawan.

Rekonstruksi Rabu malam ini berbeda dengan pengakuan Gondo. Gondo mengatakan saat dipukuli Wendi cs, para praja IPDN itu keluar dari tempat bermain biliar dan langsung menolongnya. Namun dalam rekonstruksi, Gondo bisa membebaskan diri dan masuk ke tempat bermain biliar, baru 5 pra itu keluar.

Wendi dipukuli lima praja itu. Pemukulan dilakukan dengan kondisi tangan mengepal, dan pukulan diarahkan ke wajah. Wendi pun ambruk. Sekitar 3 meter di depan lift, praja Dedi sempat menjambak kepala Wendi sambil melihat wajahnya.

Ketika Wendi dipukuli, 4 temannya kabur lewat tangga. Namun beberapa praja ada yang mengejar dan sempat melayangkan tendangan.

Wendi yang roboh dan tak berdaya lantas diantar petugas keamanan ke rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Pria malang yang berprofesi sebagai tukang ojek itu meninggal saat di rumah sakit. (nvt/fiq)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/01/time/235403/idnews/812126/idkanal/10

Wednesday, August 01, 2007

Kaum Muda Partai Besar Dukung Adang


Rabu, 01 Agustus 2007 | 15:08 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:


Tujuh organisasi underbow partai-partai besar akan memberikan suaranya kepada pasangan Adang Daradjatun-Dhani Anwar. Pernyataan dukungan itu disampaikan pagi tadi di Hotel Sari Pan Pacifik Jakarta.

Organisasi itu adalah Banteng Jakarta-underbownya PDI-Perjuangan, Angkatan Muda Amanat Nasional, Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK), GEMA Keadilan-Partai Keadilan Sejahtera, Barisan Muda Damai Sejahtera, Barisan Muda Demokrat dan Generasi Muda Pembangunan Indonesia.

Ketua Umum Banteng Jakarta, Agung Suprianto mengatakan pihaknya sengaja membangkang kebijakan pengurus pusat PDI-P pimpinan Megawati Soekarno Putri yang mendukung Fauzi-Prijanto karena mereka kecewa.

"Jika mengikuti proses demokrasi di tubuh partai itu Sarwono Kusumaatmadjalah yang terpilih, bukan Fauzi Bowo," katanya.

Hal senada diungkapkan Sekretariat Jenderal DPD DKI Jakrta Barisan Muda Demokrat, Frans Watu. Menurut dia calon yang ditetapkan pengurus pusat Partai Demokrat tidak sesuai dengan aspirasi kaum muda.

Ketua GMPI Andi Amir menilai ada calon lain yang lebih pantas dan bagus untuk didukung menjadi pemimpin dibanding yang disodorkan PPP.

Calon Gubernur DKI, Adang Daradjatun mengaku senang dukungan kaum muda yang menginginkan perubahan. "Jika ingin perubahan, harus ada perubahan kepemimpinan, karena pemimpin adalah gerbong perubahan," kata Adang.

Badriah

Kader PKS 'Sita' 700 Eksemplar Tabloid Jakarta untuk Semua

Gagah Wijoseno - detikcom


Jakarta - 700 eksemplar tabloid Jakarta untuk Semua 'disita' anggota Pandu Keadilan PKS. Kader PKS menilai tabloid itu berisi materi yang menjelek-jelekkan PKS dan cagub Adang Daradjatun.

Tabloid itu disita dari Linston Agency di ruas Jalan Raden Inten, Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (1/8/2007). Lokasi agen ini hanya berjarak 100 meter dari GOR Senam, tempat Adang kampanye hari ini.

Tumpukan tabloid itu beserta satu pegawai Liston Agency dan beberapa loper dibawa ke Polsek Duren Sawit. Kasus ini rencananya akan diproses panwas kecamatan.

Seorang saksi dari Pandu Keadilan PKS, Fahrul Lutfi (28), mengaku sebelumnya melihat tabloid itu disebarkan di perempatan Darma Persada (Jalan Raden Inten). Dia sempat tidak menggubris pembagian tabloid gratis itu.

"Tapi kemudian kita curiga setelah dibagikan gratis secara sporadis dan bergambar Fauzi Bowo. Padahal sekarang waktunya Adang," kata dia.

Beserta rekan-rekannya, Fahrul kemudian menyita tabloid berisi 32 halaman tersebut. Mereka juga mendatangi Liston Agency.

"Kata si loper yang membagi-bagikan tabloid, mereka dapat Rp 250 dari setiap tabloid yang berhasil dibagi-bagikan gratis. Kata orang agencynya, dia ngambil 2.000 tabloid dari sebuah gudang di Tebet Barat. Di gudang itu ada 500 ribu tabloid," beber Fahrul.

Isi tabloid itu memang cukup membuat merah kuping pendukung Adang. Di halaman 2 tabloid itu ada editorial berjudul "Calon yang Mencla-mencle". Calon yang dimaksud tentu saja Adang. Editorial tersebut juga menampilkan ilustrasi perempuan seksi separuh badan yang mengenakan baju tank top yang memperlihatkan udelnya.

Di halaman berikutnya ada kesaksian seorang yang mengaku kader PKS yang kurang simpatik. Ada juga artikel yang menyoroti tentang PKS yang gagal memegang prinsip karena Adang bukan figur ideal PKS.
(umi/nrl)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/01/time/152702/idnews/812026/idkanal/10

Pilih Adang-Dani karena Perawan

Gagah Wijoseno - detikcom

Jakarta - Ada-ada saja alasan orang untuk menentukan pilihannya dalam Pilkada DKI. Barisan Muda Demokrat (BMD) mendukung Adang-Dani karena perawan, bukan janda.

"Kalau disuruh pilih, antara perawan sama janda, kita pilih yang perawan," kata Sekretaris DPD BMD DKI Frans Watu dalam acara deklarasi dukungan 7 organisasi kepemudaan partai pada Adang-Dani di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (1/8/2007).

Janda yang dimaksud adalah Fauzi Bowo yang merupakan calon incumbent. Frans tidak memilih Fauzi karena menilai calon incumbent lebih mudah menutupi kekurangan kepemimpinan sebelumnya. "10 Tahun ke mana saja?" tanyanya.

BMD adalah organisasi kepemudaan Partai Demokrat (PD). Keputusan PD mengusung Fauzi, menurut Frans dilakukan sepihak.

"Partai tidak pernah mengajak kita untuk membicarakan hal itu,"katanya. Akhirnya, daripada membiarkan kadernya kebingungan, pilihan jatuh pada Adang-Dani. (gah/asy)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/01/time/150405/idnews/812015/idkanal/10

Rencana Kunker DPRD Jatim Ditolak Pemerintah Belanda

Rabu, 01/08/2007 10:25 WIB

Irawulan - DetikSurabaya

Surabaya - Tidak semua kunjungan kerja anggota DPRD Jatim ke luar negeri berhasil. Sebagian kunker mereka juga ditolak oleh negara yang dikunjungi, seperti misalnya kunker Komisi D yang akan ke Belanda untuk belajar tentang pengelolaan rencana strategis tentang air.

Rencana keberangkatan anggota dewan ke Belanda ditunda, kabarnya pihak panitia penyambutan (KBRI-Red) Komisi D DPRD Jatim, tidak mau kasus Komisi A sewaktu melakukan kunjungan kerja beberapa waktu lalu terulang kembali.

Namun alasan itu ditolak oleh Komisi D, menurut mereka keberangkatan ditunda bukan karena Komisi A, melainkan karena Pemerintah Belanda sudah punya kegiatan yang terjadwal. "Bukan karena komisi A lo, tapi karena jadwal disana sedang sibuk," kata anggota Komisi D Jamal Abdullah Alkatiri kepada detiksurabaya.com, Rabu (1/8/2007).

Rencananya Komisi D DPRD Jatim ke negeri kincir angin untuk belajar tentang pengelolaan rencana strategis tentang air. Belanda dianggap sebagai negara yang bisa memanfaatkan dan mengelola sungai-sungai atau kanal-kanal yang ada d negara itu dengan baik.

Pihaknya membantah jika kunker mereka kesana sebagai kunker yang mengada-ada. "Ini untuk kepentingan masyarakat Jatim. Kita belajar dari sana tentang pengelolaan sumber daya air," jelas Alkatiri.

Pria asal Jombang ini, menambahkan jadwal yang ditetapkan Komisi D berangkat pada tanggal 23 Juli lalu namun karena ada kesibukan beberapa anggota dewan jadwal tersebut tertunda.

Komisi D menjadwal ulang keberangkatan mereka pada tangggal 26 Juli lalu, namun ketika mereka kontak, pemerintah kincir angin meminta kunker tersebut ditunda. "Kita tidak tahu penundaannya sampai kapan. Sekarang kita menunggu izin dari pemerintah sana," ungkapnya. (wln/bdh)

Elemen Masyarakat Anugerahi DPRD Jatim 'Ndablek Award'

Rabu, 01/08/2007 08:52 WIB


Irawulan - DetikSurabaya
Surabaya - Kepergian anggota Komisi A DPRD Jatim ke Makassar untuk membahas hari jadi Provinsi Jatim, memebuat sejumlah elemen masyarakat geleng-geleng kepala. Mereka menganggap Komisi A sudah keterlaluan, dan wajib dianugerahi 'Ndableg Award'.


"Kunker ini sungguh keterlaluan," kata BM PAN Anna Lutfie kepada detiksurabaya.com, Rabu (1/8/2007).

Apa yang dilakukan oleh Komisi A saat ini kata Anna Lutfie, menambah energi baru bagi mereka untuk tetap mengajukan class action.

Drafnya, ujar adik kandung Anas Urbanigrum ini sudah disiapkan oleh pihaknya bersama LBH dan Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Jawa Timur. "Ini energi baru buat kita untuk mengajukan gugatan pada mereka (Komisi A-Red)," tandasnya.

Pria berkacamata ini mengatakan, gugatan ini mereka ajukan bukan untuk menghancurkan atau mendiskreditkan anggaota dewan, ini kata dia adalah pembelajaran politik bagi masyarakat.

Apa yang dilakukan oleh DPRD tidak selalu benar. Apalagi yang dilakukan memakai anggaran yang besar. "Potensi kunker itu tidak jelas, gugatan kita sudah mendekati final," ungkapnya.

Komisi A DPRD Jatim, Selasa (31/7/2007) kemarin berangkat ke Makassar, Sulawesi Selatan dengan alasan membahas dan mencari rujukan masalah peraturan daerah (Perda) hari jadi Jatim.

Padahal, kepergian mereka ke Belanda beberapa waktu lalu untuk mencari hari jadi Jatim masih mendapat tentangan dari berbagai elemen masyarakat Jawa Timur. (wln/bdh)

Disita, Tiga Rumah Mewah Bupati Garut

Kerja Penyidik KPK Masih Jauh dari Selesai

GARUT, (PR).-
Tiga rumah mewah milik Bupati Garut Agus Supriadi, Selasa (31/7), disita tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, pada Senin (30/7), tim penyidik KPK juga telah menyita satu unit sedan Toyota Camry nopol B 1840 OI, dokumen rekening bank, dan sepucuk senjata api yang ditemukan di rumah dinas Bupati Garut.

PETUGAS kepolisian dan tim penyidik KPK bersiap menyita rumah milik Bupati Agus Supriadi di Jln. Raya Sanding Atas, Kp. Nangewer, Kelurahan Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota, Selasa (31/7). Rumah atas nama istri Bupati, Ny. Rukmini Suwanda, itu disita tim penyidik KPK karena diduga dibeli dengan menggunakan dana hasil korupsi APBD Garut tahun 2004-2007.*ZAKY YAMANI/"PR"

Dari semua aset yang disita itu ternyata tidak ada satu pun yang atas nama Agus Supriadi. Tim penyidik KPK yang dipimpin Kompol Yudhiawan menolak memberikan keterangan apa pun seputar penyitaan tersebut. Dia hanya mengatakan, penyitaan itu berupa aset tanah dan bangunan, termasuk juga dengan isi dan fasilitas di dalamnya. "Kerja penyidik KPK masih jauh dari kata selesai," katanya.

Aset yang disita kemarin adalah sebidang tanah dan bangunan vila mewah yang terletak di Jln. Cirengit, Kp. Tanjakan, Desa Mekargalih, Kecamatan Tarogong Kidul, atas nama Lukman Rasid (anak Agus Supriadi).

Selanjutnya, satu rumah mewah di Jln. Raya Sanding Atas, Kp. Nangewer RT 04/RW 15 Kelurahan Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota, dan satu rumah di Jln. Aria Barat No. 9 Kaveling N I/N Kompleks Graha Regency, Kota Bandung, masing-masing atas nama Ny. Rukmini Suwanda (istri Agus Supriadi). Demikian pula sedan Camry yang sekarang disimpan di Mapolres Garut bukan atas nama Agus Supriadi.

Penyitaan oleh KPK itu berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor: Sprin-12/P.KPK/VII/2007 tanggal 23 Juli 2007. Artinya, keputusan tentang penyitaan aset Agus Supriadi sudah turun bersamaan dengan perubahan status hukum Agus Supriadi dari saksi menjadi tersangka kasus korupsi APBD Garut tahun 2004-2007. Namun, di plang pengumuman penyitaan, tertulis penyitaan aset dilakukan pada 30 Juli 2007.

Tim KPK, sebelum melakukan penyitaan terlebih dulu mendatangi Kantor Pertanahan Garut, untuk mengklarifikasi data. Menurut Kepala Kantor Pertanahan Garut, Wawan Darmawan, tim KPK kemudian mengambil berkas-berkas yang berkaitan dengan aset Agus Supriadi.

"Yang sudah terdaftar di Kantor Pertanahan Garut hanya rumah yang di Sanding. Sedangkan aset yang di Tarogong Kidul datanya baru masuk hari ini (Selasa, 31/7 -red.) dan langsung diambil oleh KPK. Jadi, kami tidak tahu data mengenai aset tersebut," katanya.

Usai dari Kantor Pertanahan, tim KPK menuju Mapolres Garut untuk melakukan klarifikasi aset kepada Ny. Rukmini Suwanda. Proses klarifikasi tersebut berlangsung selama beberapa jam di ruang Wakapolres Garut. Ketika ditanya oleh wartawan tentang apa saja yang diklarifikasi, Ny. Rukmini bungkam.

Bukti kuat

Sementara itu, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, penyidik KPK telah menemukan bukti kuat bahwa rumah yang bersangkutan diperoleh dari hasil korupsi. "Untuk itu, penyitaan dilakukan untuk kepentingan penyidikan," tuturnya ketika dihubungi "PR" di Jakarta, tadi malam.

Berdasarkan hasil penyidikan KPK, Agus telah menggunakan anggaran jamuan makan-minum tamu yang dialokasikan dalam APBD Kabupaten Garut periode 2004-2005 untuk membayar angsuran kredit rumah di Graha Bandung. Agus juga menggunakan dana yang sama untuk membeli perlengkapan mebel rumahnya senilai Rp 681,5 juta.

Pada periode Februari 2006 hingga September 2006, Agus kembali mengambil dana APBD dari pos jamuan makan-minum tamu untuk membeli rumah senilai Rp 1 miliar di kawasan Cirengit. Rumah lainnya di Sanding seharga Rp 1,4 miliar dibeli dari hasil korupsi.

Sepi

Saat melakukan penyitaan satu unit rumah di Kompleks Ariagraha Jln. Ariagraha Barat No. 9 Bandung, suasana di sekitarnya dalam keadaan sepi. Rombongan tim KPK yang menggunakan tiga mobil tiba di rumah berlantai dua yang berdiri di atas lahan seluas 400 meter persegi itu sekitar pukul 19.15 WIB.Tim yang terdiri atas delapan orang itu, langsung berkeliling di dalam rumah, mendata, dan mendokumentasi isi rumah.

Tim juga meminta keterangan dari Ade Kirman (27), penjaga rumah tersebut. Sebelumnya, pukul 17.00 WIB, Ade telah dihubungi oleh seseorang dari Pemkab Garut bahwa rumah itu akan didatangi oleh tim dari KPK.

Setengah jam kemudian, tim KPK keluar dari rumah dan memasang plang di halaman depan yang isinya menyebutkan bahwa rumah tersebut telah disita oleh negara.

Penyidik dari Tim KPK, Yudhiawan mengatakan, rumah itu diduga dibeli oleh Agus dari hasil korupsi dana APBD. "Untuk di Bandung, baru rumah ini saja yang diketahui sebagai salah satu aset milik Agus," katanya.

Abidin, S.H., pengacara Agus, menuturkan bahwa rumah tersebut dibeli pada tahun 2005 silam dengan cara mencicil. "Yang saya tahu, harganya Rp 700 juta. Sudah mencicil sebanyak delapan kali dan sertifikatnya masih tertahan di Bank BNI," katanya.

Menurut Ade Kirman, majikannya jarang sekali datang ke rumah tersebut. "Terakhir kalau tidak salah, Pak Agus datang ke sini tiga atau empat bulan yang lalu. Ibu juga jarang, terakhir bulan lalu waktu ngasih gaji saya," katanya. Ade-lah yang menjaga dan mengurus rumah itu sejak dibeli oleh Agus.

Rumah diisi sejumlah peralatan elektronik seperti TV flat 29 inci merek Sony, dan satu kulkas berukuran besar. Lemari baju di kamar tidur utama hanya berisi satu baju batik, dan satu setelan kebaya.

Empat kamar tidur di lantai dua pun terlihat jarang diisi. Seluruh lemari dalam keadaan kosong. Garasi yang bisa memuat tiga mobil, hanya diisi dua sepeda milik Ade dan anaknya.

Meski rumah tersebut telah disita, Ade dan keluarganya tetap diperkenankan menjaga dan mengurus rumah tersebut. "Untung saya masih boleh di sini. Soalnya kalau tidak, saya bingung harus cari kerja ke mana lagi. Apalagi anak saya baru saja masuk TK di sini," ujar Ade. (A-128/A-132/A-84)***

Tuesday, July 31, 2007

Ketua BPK Tidak Bosan Kritik Uang Perkara di MA

Arry Anggadha - detikcom

Jakarta - Ketua BPK Anwar Nasution masih belum bosan mengritik tajam pengelolaan keuangan di Mahkamah Agung (MA). Masalah pengumpulan uang perkara selalu dibahas Anwar di setiap kesempatan.

Hal tersebut juga disampaikan Anwar saat memberikan sambutan dalam acara Deklarasi Komitmen Mempertahankan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Atas Laporan BPK di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (31/7/2007).

Bahkan BPK menyanjung MK hingga setinggi langit. "Berbeda dengan lembaga hukum lainnya, BPK tidak menemukan adanya pungutan MK dari pihak yang berperkara. Apalagi membuat ketentuan sendiri yang tidak mengacu pada UU tentang PNBP dan tanpa izin Menkeu sebagai bendaharawan negara," papar Anwar.

Dalam aturan MA, biaya perkara yang masuk untuk perkara perdata umum ditentukan sebesar Rp 500 ribu. Ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2002. Sedangkan biaya perkara perdata dan TUN untuk tingkat peninjauan kembali (PK) ditetapkan sebesar Rp 2,5 juta. Ketentuan ini berlaku mulai 1 September 2001.

Untuk biaya perkara perdata niaga, MA menentukan besarnya Rp 2,4 juta. Ketentuan ini berlaku mulai 16 Januari 2002.

Dalam kesempatan sebelumnya, Anwar juga pernah menyatakan biaya perkara di MA tergolong pungutan liar. Hal itu karena besaran biaya perkara hanya didasarkan pada SK Ketua MA tanpa melalui peraturan setingkat UU.

Bahkan MA pun berulang kali juga telah menyatakan bahwa uang perkara itu digunakan untuk memproses perkara-perkara yang masuk ke MA. MA juga beralasan bahwa uang yang masuk itu bukan termasuk uang negara yang harus
dipertanggungjawabkan. (ary/asy)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/31/time/183820/idnews/811657/idkanal/10

Digugat Rp 1 T, Marwan Siap Buka Pintu Dialog

Nograhany Widhi K - detikcom

Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta Marwan Batubara, digugat Rp 1 triliun oleh Forum Aktivis Kampus DKI Jakarta karena dinilai mendukung jagoan PKS dalam Pilkada DKI. Namun, dia siap membuka pintu dialog dengan pihak penggugat.

"Saya kasihan dengan mereka. Mereka harus belajar atas dasar hukum apa saya digugat. Kalau mau, datang ke ruangan saya gedung DPD ruang 201," ujar Marwan kepada detikcom, Selasa (31/7/2007).

Dalam undang-undang, lanjut Marwan, tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa anggota DPD dilarang mendukung partai tertentu. Marwan mengacu pada UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan DPR, MPR dan DPRD

"Yang tidak diperbolehkan hanyalah menjadi pengurus partai. Kalau menjadi simpatisan atau pendukung, apa salahnya?" jelas Marwan.

Kontestan pilpres dan pilkada pun, lanjutnya, punya hak untuk memilih, walaupun itu memilih dirinya sendiri. Apalagi pihak-pihak di luar kontestan itu.

Dalam menghadapi gugatan itu, Marwan hanya wait and see saja. Namun, dia tidak tinggal diam kalau terbukti ada pencemaran nama baik dalam gugatan itu.

"Silakan saja gugat. Tapi kalau ada pencemaran nama baik, saya bisa gugat balik," ujarnya.

Marwan juga mengatakan sebaiknya para mahasiswa itu belajar dan menyelesaikan kuliah terlebih dulu. "Selesaikan dulu belajarnya. Utamakan moral dan harga diri, jangan mau jadi aktor bayaran," tuturnya.
(nwk/nrl)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/07/tgl/31/time/165038/idnews/811591/idkanal/10