Thursday, August 02, 2007

Prof Sarlito: Tes Calon Anggota KPU Bukan Lomba Selebritis

Nurvita Indarini - detikcom

Jakarta - Sebagian kalangan menyayangkan tersingkirnya nama-nama beken dari ajang seleksi calon anggota KPU. Namun Panitia Seleksi (Pansel) KPU meyakinkan, bukan berarti wajah baru itu kalah kualitas.

Tes tertulis yang lantas meloloskan 45 nama itu dilakukan dengan objektif. Pansel KPU pun berkeras telah bekerja dengan transparan. Tersingkirnya nama-nama beken bukan suatu hal yang luar biasa, karena tes itu bukanlah lomba selebritis.

Demikian disampaikan salah satu anggota Pansel KPU yang juga psikolog terkenal Prof Dr Sarlito W Sarwono yang dikatakannya dalam sebuah mailing list internal profesi psikolog. Salah satu anggota milis tersebut mem-forward penjelasan Sarwono kepada detikcom, Kamis (2/8/2007).

Berikut penjelasan Sarlito selengkapnya:

Menanggapi komentar-komentar dalam detikcom, berikut ini adalah penjelasan saya sebagai psikolog yang terlibat dalam proses seleksi calon anggota KPU:

Justru tes ini adalah tes calon KPU, bukan tes lomba selebritis. Semula pansel sendiri sudah men-seeded nama-nama "besar" itu. Dengan di-seeded semua nama besar lolos seleksi administrasi (kalau ada kekurangan formulir atau ijazah segera diberitahu untuk melengkapi). Tetapi ternyata dalam tes tertulis memang skor mereka kalah bersaing dengan orang-orang biasa.

Perlu diketahui bahwa tes tertulis terdiri dari:
1. Tes Inteligensi (the test name protected)
2. Inventory Kepribadian (the test name protected)
3. Tes Kesetiaan pada NKRI
4. Tes (the test name protected)

Teknik pemilihan diurut berdasarkan ranking dari skor yang tertinggi (no 1) sampai terendah (no 270). Kemudian dicek dengan track record satu per satu. Ada yang berada di urutan atas, terpaksa dicoret, karena ternyata masih terikat dengan salah satu partai politik (tidak terdeteksi pada seleksi administrasi), atau ada masalah keuangan yang belum terselesaikan dengan lembaga tertentu, atau latar belakangnya sama sekali tidak relevan dengan pemilu, atau ternyata hasil (the test name protected)-nya ada indikasi paranoid.

Dalam hal itu, maka urutan di bawahnya naik ke atas dan dicek lagi track record-nya. Wanita diberi prioritas, karena disebutkan dalam UU bahwa anggota 30% KPU harus wanita (2 dari 7 anggota). Demikian seterusnya.

Sayangnya, walaupun diturunkan terus, tidak juga sampai ke nama-nama selebriti, termasuk Valina (anggota KPU Valina Singka --red) yang wanita. Mereka bukannya tidak baik, tetapi skor calon yang lain masih lebih baik, dan panitia berusaha bertahan konsisten pada mekanisme seleksi yang sudah disepakati.

Titipan dan tekanan memang banyak sekali. Bukan hanya dari pejabat, tetapi juga dari tokoh-tokoh masyarakat (yang selama ini dikenal idealis) dan anggota DPR. Tetapi justru nama-nama yang dilampiri titipan tidak ada satu pun yang berada di rangking atas.

Memang ada kemungkinan bahwa nama-nama beken itu tidak fit kondisinya ketika melaksanakan tes, atau tidak serius (merasa pasti lulus), atau tidak siap (karena mengira yang akan ditanyakan adalah soal-soal teknis kepemiluan). Tetapi faktor-faktor ini, sebagaimana dalam setiap proses seleksi lainnya, sengaja diabaikan (ada salah satu peserta yang minta izin tes khusus, karena beliau akan mengawinkan anaknya, tetapi tetap kami abaikan).

Akhirnya terpilihlah 45 calon itu, yang terdiri dari 26 (lebih dari separuh) berpengalaman di pemilu yang lalu (KPUD/Panwaslu/Pengamat), sejumlah akademisi, ada juga ahli/pakar komputer/IT, profesional hukum, diplomat dan pendidik. Jumlah wanitanya ada 10 orang, dan kebetulan ada satu calon dari Aceh dan satu lagi dari Papua (mantan Dubes). Rentang usia antara akhir 30-an sampai 60-an.

Masyarakat diberi kesempatan untuk memberi masukan terhadap 45 calon tersebut di atas, sejak sekarang sampai dengan tanggal 13 Agustus 2007.

Seandainya ada yang tahu bahwa ada calon yang bermasalah, laporkan ke panitia seleksi agar ikut dipertimbangkan dalam pemilihan tahap berikut (melalui e-mail saya juga boleh).

Jadi yang diperlukan adalah masukan tentang 45 calon yang tepilih tahap tes tertulis. Bukan saran atau usul siapa yang sepantasnya jadi anggota KPU (apalagi kalau nama-nama yang diusulkan itu sudah tidak lolos dari tahap tes tertulis, seperti yang disampaikan oleh Ray Rangkuti, Direktur Lima).

Seleksi tahap berikutnya adalah wawancara I dan wawancara II. Dalam wawancara I, semua peserta akan dikonsinyir selama 4 hari, dan selama itu peserta akan diberi berbagai situasi dan tugas (bukan hanya makalah) sambil diobservasi untuk diasses faktor-faktor kepemimpinan, problem solving, team work, endurance, pengendalian emosi, dan beberapa variabel lain yang dianggap perlu.

Hasil wawancara tahap I+ masukan dari masyarakat, akan dijadikan bahan untuk wawancara tahap II, yaitu wawancara perorangan.

Setiap calon diwawancarai oleh kelima anggota pansel. Wawancara II bertujuan untuk merekonfirmasi temuan yang didapat berdasarkan wawancara I dan masukan masyarakat, untuk dijadikan dasar untuk menentukan 21 calon yang akan disampaikan kepada Presiden.

Sampai di sini tugas pansel berakhir, dan selanjutnya terserah kepada Presiden dan DPR. Tetapi yang jelas Presiden dan DPR tinggal memilih dari masukan yang sudah dipraseleksi dengan sebaik-baiknya. Sehingga anggota-anggota KPU definitif nantinya (7 orang) adalah memang yang terbaik dari yang terbaik ("creme de la creme").

Catatan:
Banyak orang yang bersikukuh bahwa hanya orang-orang beken, yang punya track record masa lalu yang bisa mengelola negara ini (termasuk KPU). Kalau begini terus, kapan kita bisa terlepas dari masa lalu? Kita akan berkutat terus dengan orang-orang yang itu-itu saja.

Nama-nama baru memang bukan jaminan, tetapi nama-nama beken saja bukan jaminannya. Apalagi kalau nama-nama beken itu kalah kualitasnya daripada nama-nama baru. (nvt/nrl)

(news from cache) - Reload from Original

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/02/time/075104/idnews/812162/idkanal/10

No comments: