Sunday, August 26, 2007

Tembakau De Olifant Setia dengan Deli


Tembakau Kualitas Cerutu (GATRA/Miranti S. Hirschmann)Jual cerutu dengan tembakau Sumatera? "Kami tidak menjual produk lokal," suara seorang wanita di seberang telepon menjawab. Bagaimana dengan cerutu pabrikan Eropa? Sunyi. "Kami hanya menjual cerutu impor dari Havana atau Dominika," jawabnya lagi.

Ini percakapan via telepon antara Gatra dan pelayan sebuah cigar lounge di hotel bintang lima di bilangan Jalan Thamrin, Jakarta. Ironis. Sambutan berbeda dialami Gatra ketika mengunjungi sebuah toko khusus cerutu yang terdapat di antara jajaran butik fashion penyandang label mewah Marienplatz, Muenchen, Jerman. Pertanyaannya sama, "Jual cerutu dengan tembakau Sumatera?"

Jawabannya tak terduga, "Tentu saja. Kami hanya menjual cerutu terbaik dari seluruh dunia." Sang pelayan toko langsung menunjukkan sebuah lemari dengan deretan kotak kayu cedar berbagai merek Eropa dengan stempel Sumatera. "Kami memiliki berbagai koleksi Sumatera. Vintage-nya pun ada."

Brand tembakau Sumatera pada cerutu Eropa memang punya kelas tersendiri. Sebuah sejarah panjang menyertai kemasyhuran hasil bumi tanah Deli ini. Ia tak lepas dari perkembangan kota-kota pelabuhan di Jerman dan Belanda seabad lalu.

Kampen adalah sebuah kota berpenduduk sekitar 50,000 orang. Letaknya di Provinsi Overijssel, Belanda. Sungai Ijssel yang membelah kota itu menjadikannya kota pelabuhan kargo tersohor pada abad ke-12 dan ke-13. Industri tembakau di Kampen berkembang pesat pada tahun 1826 hingga 1950. Tahun 1920, tercatat lebih dari 110 pabrik cerutu mengendalikan ekonomi kota dan sempat memproduksi 1,5 milyar batang cerutu buatan tangan pada 1880.

Pada saat turun dari kereta regional di Stasiun Kampen, aroma cerutu berdesir di mana-mana. Di pusat kota, makin tampak lelaki tua-muda duduk santai atau mengobrol sembari mengisap cerutu. Sisa-sisa kejayaan Kampen sebagai kota industri tembakau tercecer di mana-mana, termasuk sebuah museum tembakau yang bertempat di sebuah bekas pabrik cerutu. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, pabrik tembakau di sana berguguran. Kini tinggal satu pabrik yang masih aktif, memproduksi cerutu dengan proses semi-mesin. De Olifant, nama pabrik itu.

Witwe Meulenkamp memulai usaha pabrik cerutu berlogo gajah ini pada 1832. Sebuah pabrik cerutu lima lantai yang lengkap dengan penyimpanan daun tembakau di lantai dasar dibangun tak jauh dari sungai. Hingga saat ini, bangunan tersebut masih berfungsi sebagai tempat produksi cerutu. Bagian depan bangunan telah menjelma menjadi toko cerutu dan kafe untuk mempromosikan lini penjualan teh dan kopi.

De Olifant adalah produsen cerutu terkecil di antara produsen cerutu raksasa Belanda, seperti Swedish Match (1,5 milyar batang per tahun), Henry Wintermans Cigars, Royal Agio Cigars (800 juta batang per tahun), dan Ritmeester Cigars. Pada masa lalu, para produsen besar itu selalu menggunakan tembakau daun pasir asal Deli. Sekarang hal itu tak lagi terjadi karena berbagai alasan, harga yang makin tinggi dan sediaan yang makin berkurang. Produsen yang memproduksi milyaran batang harus mencari penggantinya dan telah berlangsung sejak 1980-an.

Uniknya, alternatif utama yang hampir menyerupai kualitas tembakau Sumatera adalah tembakau Jawa. Padahal, tembakau Jawa selalu digunakan sebagai daun pengikat (binder). Alternatif kedua adalah tembakau Brasil dan Meksiko yang menggunakan benih asal Sumatera. Tembakau Brasil ini mulai mendapat sebutan Bras atau Brasil-Sumatera.

Namun De Olifant, yang memproduksi 4 juta batang per tahun, selalu menggunakan tembakau dengan kualitas terbaik. Selama 80 tahun, mereka setia menggunakan tembakau Sumatera asli tanah Deli sebagai wrapper atau lapisan terluar pembungkus cerutu. Thomas Klaphake, Managing Director De Olifant, mengatakan, "Kami hanya menggunakan Sumatera-Sumatera. Daun pasir."

Melihat kenyataan produksi tembakau bermutu Sumatera yang makin berkurang, Klaphake tidak memungkiri kemungkinan melirik tembakau Sumatera yang ditanam di tempat lain. "Bila Brasil-Sumatera dan Meksiko-Sumatera bisa lebih baik kualitasnya, tentu banyak peminatnya karena harganya lebih murah dan jarak pengirimannya lebih pendek," katanya.

Sebagai tindak pengamanan, Olifant pun mulai mencoba berbagai produk tembakau yang telah difermentasi dan membandingkannya dengan tembakau Sumatera. Sebagai pengguna setia tembakau Sumatera, Klaphake berkali-kali mengingatkan para pejabat PTPN yang singgah di pabriknya, "Jagalah baik-baik (daun) emas yang ada di tangan kalian."

Dengan stok yang masih bertumpuk di gudangnya, Klaphake merasa aman untuk produksi enam tahun ke depan. Ia merasa amat puas dengan kualitas daun hasil lelang Bremen bulan lalu, yang jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada saat itu, De Olifant berhasil menggaet daun terbaik dengan pembelian 450.000 euro.

Pabrik dengan 34 pegawai ini mengeluarkan sembilan jenis cerutu berbagai ukuran dan kualitas. De Olifant, juga produsen cerutu Belanda lainnya, meramu cerutu mereka dengan "resep Belanda", yaitu wrapper asal Sumatera, binder asal Jawa (Besuki/Jember), dan isinya campuran Brasil, Sumatera, Jawa, dan Havana. Bedanya terletak pada komposisi isi dan kualitas wrapper serta binder. "Kami suka rasa dan aromanya, dan kami ingin mempertahankan resep dan kualitas produk kami," Klaphake menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa tiap perkebunan menghasilkan rasa berbeda. Favorit De Olifant selama ini adalah hasil perkebunan Tanjung Putus (87) dan Halvetia (73). "Tak banyak pilihan. mereka hanya punya enam perkebunan yang tersisa," ujarnya.

Di antara tumpukan bal berbungkus tikar itu, terdapat daun tembakau untuk produk kualitas tinggi (vintage). Untuk mencapai predikat vintage, daun-daun itu harus disimpan lagi minimal tujuh tahun sebelum dijadikan wrapper cerutu untuk mencapai rasa yang sempurna. Potensi satu bal kualitas super ini bisa mencapai harga 7.000 hingga 10.000 euro.

Pada salah satu kotak cerutu jenis premium yang siap jual tertulis "Vintage dekblad oogstjaar 1987 plantage 73/1", yang berarti "wrapper mutu terbaik, panen tahun 1987, diambil dari perkebunan 73 (Halvetia --PT Perkebunan Nasional II) kualitas 1".

Belanda menempati urutan nomor dua dunia dalam total volume produksi cerutu setelah Amerika Serikat. Tahun 2005, tercatat 2,3 milyar cerutu diekspor ke 100 negara. Sebanyak 87% tujuan ekspor utama mereka adalah negara-negara Uni Eropa sendiri, Prancis (836 juta batang) dan Inggris (268 juta batang).

Prancis, Jerman, dan Spanyol merupakan tiga negara pengguna cerutu terbanyak di Uni Eropa. Sayang, di negeri tempat tembakau daun pasir tumbuh selama 45 hari, tak banyak yang menyadari kemasyhurannya bagai daun emas yang dipuja-puja di negeri seberang. Ladang-ladangnya sudah mulai menjelma menjadi lapangan golf.

Miranti S. Hirschmann (Kampen, Belanda)
[Internasional, Gatra Nomor 40 Beredar Kamis, 16 Agustus 2007]

No comments: