Thursday, July 19, 2007

Tiga Kaki Menggoyang Beringin

Cover GATRA Edisi 36/2007 (GATRA/Tim Desain)Letupan wacana munaslub mencuatkan gesekan antar-faksi di tubuh Partai Golkar. Penolakan terhadap acara "Silaturahmi Nasional" --beberapa tokoh PG dengan PDIP-- telah mencuatkan letupan-letupan yang mengarah pada upaya penggoyangan kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar. Goyangan paling serius muncul dari Kaukus Muda Partai Golkar (KMPG). Dalam diskusi yang berlangsung di Plaza Senayan, Jakarta Selatan, 2 Juli lalu, mereka menggelindingkan wacana untuk mengevaluasi kepemimpinan JK.

"Saya ingin segera digelar munaslub (musyawarah nasional luar biasa)," kata Zainal Bintang, Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi DPP Golkar, satu dari sederet politikus muda Golkar yang geram atas situasi partainya pada saat ini.

Bisa saja wacana munaslub lambat laun melempem. Namun letupan kalangan muda Golkar itu setidaknya telah mencuatkan berbagai masalah di tubuh Golkar, yang selama ini mengendap di bawah permukaan. Dari suara-suara yang kecewa atas kepemimpinan JK hingga pergulatan antar-kubu, yang selama ini mengendap di bawah kerimbunan "beringin". Kalaupun suara itu sempat lamat-lamat terdengar, paling sebatas gosip politik.

Zainal, misalnya, kepada Gatra sempat membuka unek-unek. Di mata Zainal, Golkar di bawah kepemimpinan JK kerap melakukan langkah yang melabrak anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Satu di antaranya, Zainal menunjuk silaturahmi di Medan, yang pelaksanaannya tanpa lewat mekanisme partai.

Surya Paloh, sebagai penggagas acara itu, hanya sebatas memberitahukan rencana tersebut secara lisan kepada JK. "Tapi JK itu siapa. Dia bukan representasi partai," kata Zainal. Walau posisi JK sebagai ketua umum, menurut Zainal, langkah semacam menjalin pertemuan dengan partai politik lain mestinya lebih dulu dibahas secara resmi di dalam rapat pleno DPP.

Karena kesibukannya sebagai wakil presiden, JK juga dinilai Zainal kurang waktu untuk mengopeni partai. Program konsolidasi ke daerah-daerah, misalnya, kerap terganjal protokoler. "Banyak daerah mengeluh, tidak gampang ketemu wapres," kata politikus yang sedaerah dengan JK, Sulawesi Selatan, itu. Akhirnya komunikasi dengan daerah dilakukan oleh Agung Laksono.

Cermin adu pengaruh kubu Jusuf Kalla, Surya Paloh, dan Agung Laksono. Di luar ketiga tokoh ini, masih ada kaki keempat, yakni Akbar Tandjung, bekas Ketua Umum Golkar yang menyisakan banyak pengikut di Golkar. Hanya saja, kebanyakan orang Akbar kini berada di luar struktur kepengurusan partai. Mereka hanya jadi anggota DPR atau masuk ke pemerintahan.

Akbar sendiri mengaku mendengar bahwa faksinya dimasukkan dalam "percaturan" Golkar pada saat ini. Hanya saja, tokoh yang sedang menyelesaikan disertasi doktornya ini menjamin bahwa faksinya tidak bermain. Walau begitu, Akbar tak menutupi bahwa selama ini tak putus menjalin komunikasi dengan orang-orang Golkar (pendukungnya) di DPR.

Di samping kemunculan friksi yang mulai tampak pasca-acara siraturahmi itu, sebetulnya wacana munaslub sendiri berindikasi kuat sebagai pencuatan friksi yang ada. Semacam reaksi atas manuver Surya yang mencuri poin lewat silaturahmi. Tokoh Golkar sekaliber Hajriyanto Y. Thohari yang relatif netral tak menampik adanya kekuatan lain yang bermain di balik wacana ini.

Apakah Zainal sedang menjalankan agenda Agung? Tentu, yang namanya permainan politik, jangan harap mendapat jawaban terang-benderang. Hanya saja, setidaknya beberapa politikus Golkar yang dekat dengan Agung cenderung bisa mengerti wacana munaslub yang digelindingkan Zainal. Yuddy, misalnya, melihatnya sebagai hal yang positif guna meningkatkan kinerja partai.

Selain punya sejarah pengaruh yang panjang di Kosgoro, Agung juga dipetakan memiliki cukup kekuatan di struktur DPP Partai Golkar. Beberapa pengurus teras partai dikabarkan berdiri di balik Ketua DPR itu. Agung juga mendapat dukungan dari beberapa politikus muda.

Hidayat Gunadi, Anthony, dan Mukhlison S. Widodo
[Laporan Utama, Gatra Nomor 36 Beredar Kamis, 19 Juli 2007]

No comments: