Wednesday, August 15, 2007

Laks Yakin Tak Jadi Tersangka VLCC

2007-08-15 11:50:00
Irwan Nugroho - detikcom
Jakarta - Mantan Komisaris Pertamina yang juga mantan Menneg BUMN Laksamana Sukardi yakin tidak akan dijadikan tersangka dalam kasus penjualan very large crude carrier (VLCC). Optimisme itu didasarkan pada status VLCC yang belum menjadi aset tetap Pertamina.

"Kalau bangunan istilahnya, HGB-nya belum atas nama Pertamina. Kalau beli mobil itu masih inden, STNK-nya belum nama perseroan atau atas nama negara," ujar Laks di Gedung Bundar Kejagung, Jl Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (15/8/2007), menjelang pemeriksaannya yang kedua semenjak kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Laks itu menjelaskan saat kapal dilego, harga minyak sedang membumbung tinggi. Menkeu saat itu, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, meminta dana sebesar Rp 18 triliun pada Pertamina untuk membayar subsidi minyak.

"Jadi memang ada pembicaraan antara direksi dengan Menkeu soal cash flow. Kami dari komisaris hanya memberikan rekomendasi," ujarnya.

Menurut Laks, ada PP 41/2003 tentang persereon terbatas yang melimpahkan semua kewenangan menteri keuangan pada menneg BUMN. Karena Pertamina sudah menjadi perseroan.

Laks melanjutkan satu hal yang tidak menjadi perhatian saat ini adalah ancaman dari Karaha Bodas. Melalui pengadilan internasional, perusahaan itu berhak menyita aset Pertamina di luar negeri.

Pada pemeriksaan 1 Agustus 2007, Laks juga membeberkan soal penjualan VLCC justru untuk melindungi aset negara. Apalagi beberapa aset Pertamina menjadi barang sitaan untuk Karaha Bodas sesuai dengan putusan pengadilan internasional. Padahal kapal tanker ini belum atas nama Pertamina, masih berstatus pembayaran uang muka.

"Kita dihukum membayar US$ 300 juta oleh pengadilan internasional. Karena tidak mau membayar, maka seluruh aset Pertamina boleh disita Karaha Bodas, termasuk kapal tanker," imbuh Laks kala itu.

Dengan penjualan ini, menurut Laks, Pertamina untung US$ 53 juta. "Kalau tidak ada ini, kita membayar US$ 300 juta pada Karaha Bodas. Ini kan mengurangi kerugian, US$ 300 juta dikurangi US$ 53 juta," lanjutnya. (gah/sss)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/15/time/115012/idnews/817514/idkanal/10

No comments: