Sunday, August 12, 2007

Sekolah Gratis Tuntutlah Ilmu ke Sekayu



Alex Nurdin [Paling Kanan]; Di Depan Maket Gedung Sekolah Unggulan SMU Negeri 2 Sekayu (GATRA/Noverta Salyadi)Belasan siswa berseragam putih abu-abu duduk rapi di depan meja komputer. Masing-masing menghadap satu unit komputer yang tersambung dengan jaringan internet. Pendingin udara membuat aktivitas di ruangan seluas 400 meter persegi itu terasa sejuk dan nyaman. Sesekali tampak seorang siswa mencatat sesuatu ke buku. Ini pemandangan yang jamak dijumpai di Resource Cafenet, yang terletak di kompleks SMA Unggul Negeri 2 Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Cybercafe dengan fasilitas kelas I itu adalah bagian dari sarana gratis yang diberikan sekolah negeri tersebut. Yang ingin berselancar di dunia maya dapat menggunakan peranti itu dengan menyerahkan kupon yang disediakan oleh sekolah. Selain itu, di sudut lain sekolah ini terdapat enam laboratorium dengan peralatan kelas I. Masing-masing untuk bahasa, fisika, komputer, kimia, biologi, dan ilmu pengetahuan sosial.

Bangunan SMA yang dikelola Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin (Muba) itu tidak lebih megah dibandingkan dengan sekolah-selolah favorit pada umumnya. Jumlahnya hanya 10. Masing-masing kelas punya tiga ruang, kecuali kelas I yang memiliki empat ruang. Namun fasilitas pendukungnya sungguh lengkap.

Dalam menyampaikan pelajaran, guru tak lagi menggunakan kapur, melainkan cukup klik dari laptop yang dihubungkan dengan sebuah liquid crystal display (LCD) proyektor. Materi pelajaran diproyeksikan ke layar putih tepat di depan ruang kelas. Tak ada waktu terbuang hanya untuk mencatat di papan tulis.

Selain setumpuk fasilitas pokok tersebut, terdapat pula beberapa pendukung kegiatan ekstrakurikuler, seperti 10 sarana olahraga dan sejumlah alat musik. Selain itu, tersedia pula sebuah stasiun radio sekolah. Suara Smanda, namanya, dibuka sejak Februari lalu. Untuk ukuran radio sekolah, peranti yang tersedia cukup lengkap.

Bagi yang suka kegiatan keagamaan, di tengah-tengah kompleks sekolah itu terdapat sebuah masjid yang luas. Kompleks bangunan dengan luas total satu hektare ini terletak di Jalan Kolonel Wahid Udin, Sekayu, ibu kota Kabupaten Muba. Tak jauh dari kompleks gedung sekolah, terdapat asrama. Para siswa yang menuntut ilmu di sekolah ini diwajibkan tinggal di asrama. Sedangkan guru diberi rumah dinas.

Semua fasilitas tersebut tidak perlu dibayar mahal. Pemkab Muba membuat semuanya itu gratis. Tahun ini, anggaran yang disiapkan untuk pendidikan mencapai Rp 345,6 milyar, naik dua kali lipat dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.

SMA Negeri 2 Sekayu adalah salah satu dari dua SMA unggulan yang dikelola Pemkab Muba sebagai percontohan. Kualitasnya disebut-sebut setara dengan SMA di Singapura. Tahun lalu, sebanyak 85% siswa dari dua SMA unggulan itu diterima di universitas terkemuka di Tanah Air, tanpa tes. Mereka tersebar di Universitas Sriwijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan lain-lain.

Sejak 2002, sekolah gratis gampang ditemukan di Muba. Pemerintah setempat berkomitmen membuka akses seluas-luasnya kepada dunia pendidikan. Untuk itu, semua sekolah negeri diberikan gratis. Mulai SD, SMP hingga SMA, termasuk madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah.

Semua ini membuat Sekayu, kota kecil yang terletak 90 kilometer arah utara Palembang, berubah wujud jadi kota pelajar. Bupati Muba, Alex Nurdin, berpandangan bahwa pendidikan adalah jawaban bagi persoalan global, khususnya untuk masyarakat Muba. "Kesejahteraan tidak bisa diraih dengan kebodohan," ujar jebolan Universitas Atma Jaya Jakarta itu.

Ide ini didukung oleh pihak legislatif. Ketua DPRD Muba, Sulgani H. Pakuali, mengungkapkan bahwa kebijakan dalam bidang pendidikan dinilai tepat sasaran. Dengan cara ini, katanya, rakyat miskin tak lagi sulit mengakses sekolah. "Untuk itu, anggaran yang diajukan eksekutif langsung disetujui," kata Sulgani.

Sejak lima tahun lalu, pemerintah mengalokasikan subsidi pendidikan tak kurang dari Rp 150 milyar setiap tahun. Seiring dengan meningkatnya pendapatan asli daerah setempat, sejak tahun lalu nilai subsidi meningkat dua kali lipat, menjadi Rp 327 milyar lebih atau 26% APBD.

Eloknya, tidak semua subsidi pendidikan berasal dari kantong pemerintah. Sebagian merupakan peran NGO yang bergerak dalam bidang filantropi pendidikan. Sampoerna Foundation, misalnya, menyiapkan dana Rp 1,2 milyar untuk pendampingan SMA 2 Sekayu dalam kontrak United School Program. Beberapa lembaga swasta lainnya ikut terlibat dalam mengelola pendidikan di Muba, antara lain Tanoto Foundation dan Lien Aid Singapura.

Selain dukungan dana, tenaga pendidik dan konsultan didatangkan dari beberapa universitas di dalam negeri maupun asing, seperti Institute for The Environment Nanyang Technology University (INTU) Singapura, British International School, dan Fullbright dari Amerika Serikat. Semuanya dengan konsep kerja sama pendampingan. Tanpa bayar.

Tahun ini, sebuah perguruan tinggi akan dibuka. Yaitu Politeknik Sekayu, yang akan menampung 60 mahasiswa terseleksi. Politeknik gratis ini akan membuka tiga jurusan: akuntansi, informatika, dan teknik informatika. Persiapannya dilakukan bekerja sama dengan politeknik Singapura.

Mahasiswa mendapat pendidikan dan seluruh fasilitasnya secara gratis, termasuk asrama. Tentu saja seleksinya lumayan ketat. Selain serangkaian tes dan wawancara, pendaftar harus punya nilai rata-rata 7,0 dan skor TOEFL minimal 450. Tahap awal, alumninya diharapkan mampu menyuplai tenaga profesional untuk kebutuhan lokal.

Dalam tempo lima tahun, Sekayu berhasil disulap mengimitasi Yogyakarta. Tujuh tahun silam, Musi Banyuasin tak lebih dari kabupaten miskin dengan 12.000 penduduk buta huruf. Sekolah menengah menjadi barang mahal. Di wilayah seluas 14.000 kilometer persegi ini, setengah juta penduduknya hidup bertani dan kurang melek sekolah.

Tahun 2002, pemkab mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Bersama dengan itu, semua sekolah negeri dari SD sampai SMA dibuka gratis. Tahun ini, wajib belajar ditingkatkan menjadi 15 tahun dengan membuka politeknik, yang juga gratis.

Selain membuka pintu sekolah lebar-lebar, Pemkab Muba juga mengobok-obok manajemen sekolah. Para guru dipaksa meningkatkan mutunya. Mereka dikenai pogram wajib kuliah. Tahun ini, 1.800 guru disekolahkan kembali di Universitas Terbuka. Mereka diwajibkan mengambil program D-2 dan S-1, juga secara gratis.

Selain kuliah, para guru juga diberi pelatihan. Mentornya disokong lembaga asing seperti Unicef, International Development Partner (IDP) Norwegia, Edinburg University di Skotlandia, dan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Kini Sekayu menjadi daerah tujuan baru untuk belajar. Di sekolah-sekolahnya yang gratis, mereka menyisihkan kuota 20% untuk menampung pelajar dari luar Muba.

Kepada Gatra, Alex mengisahkan, tahun 2001, ketika dirinya pertama kali masuk Sekayu, di depan matanya terhampar kemiskinan, buta huruf, dan prasarana yang tidak memadai. Anggaran daerah banyak bocor karena dikelola secara tidak efisien.

Alex lalu melakukan berbagai pembenahan. Ia mengampanyekan clean governance dan mengutamakan pelayanan publik. Pembuatan KTP, akta kelahiran, akta kematian, dan sejumlah dokumen masyarakat dibuat gratis. Prioritasnya adalah pendidikan. Ia memulai dengan mendirikan sekolah pilot project, lalu merangkul berbagai pihak untuk membantu.

APBD Kabupaten Muba tahun lalu sekitar Rp 1,2 trilyun. Tahun ini meningkat jadi Rp 1,6 trilyun. Setengahnya merupakan hasil konsesi minyak dan gas yang digarap kontraktor. Dana ini bisa diatur sedemikian rupa sehingga efektif membangun bidang utama yang menjadi prioritas.

Mujib Rahman, dan Noverta Salyadi (Musi Banyuasin)
[Pendidikan, Gatra Edisi 38 Beredar Kamis, 2 Agustus 2007]

No comments: