Monday, September 17, 2007

Penjara Lagi buat Nurdin

Edisi. 30/XXXVI/17 - 23 September 2007
Nasional
Mahkamah Agung menghukumnya dua tahun penjara karena kasus korupsi minyak goreng. Padahal ia baru saja dilantik sebagai anggota Dewan. Sikap petinggi Beringin terbelah.

DUA sampul cokelat itu tergeletak di punggung meja Ruang 1328 Gedung Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta. Isinya undangan rapat dari Panitia Anggaran dan Komisi Hukum DPR. Ditujukan ke Nurdin Halid, penghuni baru ruangan itu, dua sampul tersebut belum dibuka.

Nurdin baru dua hari ”memiliki” ruangan itu dan bahkan baru sekali memasukinya. Menggantikan Andi Mattalata, yang Mei lalu diangkat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, politikus Partai Golkar itu dilantik menjadi anggota DPR pada Rabu pekan lalu.

Tapi hanya sekali itulah tampaknya Nurdin bisa memasuki ruang kerja barunya. Kini ia harus segera menghuni sel tahanan. Sehari setelah pelantikannya, Mahkamah Agung menghukum mantan Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia itu dua tahun penjara karena kasus korupsi minyak goreng.

Salinan putusan kasasi itu sudah diterima Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu. Hari itu juga, berbekal salinan putusan itu, sejumlah jaksa berangkat ke rumah Nurdin di Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Hidayatullah, ”Nurdin tidak di tempat sehingga dia tidak bisa dieksekusi.” Maka, Sabtu pekan lalu, Hidayatullah mengirim surat panggilan. Nurdin diminta datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Senin pekan ini.

Kasus yang membelit politikus Partai Golkar ini bermula pada 1998. Saat itu Nurdin menjabat Ketua Koperasi Distribusi Indonesia. Bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik, koperasi ini menggelar program pengadaan minyak goreng. Minyak dipasok Bulog dan Koperasi Distribusi bertugas menjualnya ke masyarakat umum.

Saat itu harga minyak goreng memang meroket di bilangan Rp 5.000 setiap liter. Minyak yang dipasarkan itu dijual lebih murah agar harga bisa diredam menjadi Rp 4.000. Proyek ini sukses. Harga minyak goreng melorot. Total dana hasil penjualan Rp 299 miliar. Sesuai dengan kesepakatan, sekitar Rp 284 miliar harus disetor ke Bulog.

Tapi polisi menduga jatah Bulog itu disunat habis-habisan. Nurdin ditetapkan sebagai tersangka pada November 2004, lalu diseret ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Arnold Angkauw, jaksa penuntut umum kasus ini, ”Uang yang tidak disetor ke Bulog sekitar Rp 169 miliar.” Sisa uang itu didepositokan di bank atas nama koperasi yang dipimpin Nurdin.

Nurdin sepertinya benar-benar sedang apes. Tuduhan korupsi dana minyak goreng itu muncul persis ketika Nurdin sedang ditimpa dua tuduhan korupsi lain, yakni kasus impor gula ilegal dari Thailand dan impor beras dari Vietnam. Ia dikepung tiga kasus sekaligus: impor gula ilegal, penyelundupan beras, dan perkara minyak goreng. Saat itu Nurdin sudah menghuni tahanan di Markas Besar Kepolisian RI.

Vonis tiga kasus ini datang beruntun. Pada Juni 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas Nurdin dalam perkara minyak goreng. Agustus 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memberikan vonis 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus impor beras. Lalu, Desember tahun yang sama, pengadilan Jakarta Utara menolak dakwaan para jaksa dalam kasus impor gula. Skor sementara dua-satu untuk pencinta sepak bola ini.

Perkara impor gula sudah dihalau, tapi dua perkara lain masih menyerang. Kejaksaan langsung menyeret Nurdin ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang atas kasus beras dan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung untuk kasus minyak goreng.

Setelah menerima remisi berkali-kali, mantan Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa itu akhirnya bebas pada Agustus 2006. Kader Golkar ini kembali ke dunia politik. Dalam Musyawarah Nasional Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, April lalu, dia terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2007-2011.

Saat kesebelasan Indonesia tampil bersinar dalam Piala Asia, Juli lalu, Nurdin masuk pusaran. Ketika tim Indonesia melawan Korea Selatan, Nurdin menemani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menonton dari tribun utama.

Begitu tim Indonesia kalah oleh Korea Selatan, Presiden Yudhoyono langsung turun ke lapangan menghibur skuad Merah-Putih. Sang Presiden terlihat menepuk pundak Nurdin, yang matanya berkaca-kaca.

Karier politiknya kembali moncer setelah dia diangkat menjadi anggota Dewan, Rabu pekan lalu. Tapi putusan Mahkamah Agung pada Kamis pekan lalu itu menghentikan langkah Nurdin, setidaknya untuk sementara.

Pengacara Otto Cornelis Kaligis mengecam keras putusan itu. Nurdin Halid, sang klien, cuma menjalankan perintah Menteri Koperasi untuk melakukan operasi pasar minyak goreng karena saat itu harga minyak goreng mahal sekali. Proyek ini sukses, tapi banyak sekali distributor yang tidak menyetor uang. ”Mengapa Nurdin Halid yang diadili?” tanya Kaligis.

Putusan atas Nurdin seperti menyiram bara ke arena politik. Golkar terbelah. Petinggi Beringin berbeda pendapat soal jabatan Nurdin di Dewan. Ketua Umum Jusuf Kalla, yang juga wakil presiden, menyatakan tidak akan mengganti Nurdin kecuali hukumannya di atas lima tahun penjara. Adapun Wakil Ketua Umum Agung Laksono berpendapat sebaliknya. ”Partai akan menarik Nurdin,” katanya.

Ada pendapat lain. Anton Lesiangi, pengurus Partai Golkar, menganggap para pemimpin partainya kurang hati-hati saat memutuskan pelantikan Nurdin. ”Mereka tidak mengecek status hukum Nurdin,” ujarnya.

Pengangkatan Nurdin sebagai anggota DPR diputuskan dalam rapat pengurus harian Partai Golkar bulan lalu. Menurut Priyo Budi Santoso, ketua fraksi partai itu di Dewan, rapat yang dipimpin Jusuf Kalla memang sempat membahas status hukum Nurdin. ”Saat itu kami menganggap tidak ada persoalan,” kata Priyo.

Sesuai dengan Undang-Undang Su-sunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Nurdin memang berhak menjadi anggota Dewan. Pada Pemilihan Umum 2004, ia menempati nomor urut enam dalam daftar calon anggota DPR dari Golkar untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Lima nama dalam urutan di atasnya—Andi Mattalata, Anwar Arifin, Hamka Yamdhu, Idrus Marham, dan Nurhayati Yasin Limpo—telah terpilih mewakili daerah itu.

Nurdin gagal melaju ke Senayan meski meraup suara terbanyak di antara calon dari Golkar, yaitu 95.950. Jumlah itu belum melampaui bilangan pembagi pemilih—angka yang memungkinkan calon otomatis terpilih meski berada di nomor urut buncit dalam daftar. Pintu untuknya ke Senayan baru terbuka setelah Andi Mattalata menjadi menteri.

Setelah dilantik menjadi anggota DPR, Nurdin sempat meminta ditempatkan di Komisi X, yang membidangi masalah pendidikan dan olahraga. Tapi permintaan itu ditolak Priyo Budi Santoso. ”Anggota baru tidak boleh memilih komisi,” ujarnya.

Nurdin pun ditetapkan sebagai anggota Komisi Hukum, sesuai dengan posisi Andi Mattalata sebelum menjadi menteri. Pekan ini, ia sedianya sudah harus mengikuti rapat-rapat di komisi itu. Dua undangan bersampul cokelat sudah dikirimkan ke ruang kerjanya. Sayang, undangan itu tak akan sampai ke tangannya.

WMU, Budi Setyarso, Wens Manggut, Aldien Haekalani

No comments: