Monday, July 09, 2007

Risalah Membawa Masalah



Artikel Majalah Risalah Mujahidin yang Dipermasalahkan (GATRA/Wisnu Prabowo)Sedikitnya 70 jamaah dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Lajnah Perwakilan Daerah (LPD) Surakarta mendatangi Masjid Ibnu Taimiyyah. Kedatangan mereka ke masjid yang berada di kompleks Pondok Pesantren Daarus Salafi, kawasan Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu guna memprotes pengajian yang diselenggarakan pada pagi harinya. Pihak pengurus masjid dituding telah mendiskreditkan majalah Risalah Mujahidin, yang diterbitkan oleh MMI.

Sebelum pengajian digelar, sejumlah selebaran beredar di tengah-tengah masyarakat. Isinya, menurut juru bicara MMI LPD Surakarta, Adi Basuki, membuat panas-dingin komunitas MMI. Di antaranya, "Membongkar Kedustaan Risalah Mujahidin". Adi dan jamaah MMI meminta diadakan debat terbuka saja, bukan menghakimi secara sepihak. "Tapi mereka tak mengindahkan permintaan kami," tutur Adi.

Karena merasa tak mendapat tanggapan, Adi dan teman-temannya melaporkan kasus pencemaran nama baik itu ke polisi. Kemarahan jamaah MMI juga dipicu oleh pembicara dalam pengajian Senin pagi itu, Abu Karimah Asykary. Selain menyinggung Risalah Mujahidin, Abu Karimah juga menghujat Amir MMI, Ustad Abu Bakar Ba'asyir.

Ihwal kelompok salafi menghujat, karena di edisi 7 yang terbit bulan April itu, di halaman 42, Risalah Mujahidin menurunkan judul berita "Mengenal Agen Mossad dalam Gerakan Islam". Isinya memuat wawancara dengan seorang agen Israel yang ditangkap Pemerintah Palestina. Dalam pengakuannya, sang agen mengatakan bahwa orang-orang salafi telah dapat mereka peralat. Antara lain dengan menerbitkan buku-buku yang menimbulkan fitnah dan perpecahan di kalangan umat Islam. Isi wawancara itu mengutip dari hidayatullah.com.

"Bagi kami, tuduhan itu bukan permasalahan yang simpel," kata Ayip Syaifuddin, pengajar Pesantren Daarus Salafi. Bagi Ayip, secara keseluruhan, isi Risalah Mujahidin itu mengandung pemikiran-pemikiran berbahaya. "Membuat pemikiran umat terkacaukan, terutama dalam menyikapi hubungan dengan pemerintah dan sesama muslim," ujar Ayip.

Tidak ditanggapinya permintaan untuk debat terbuka, menurut Ayip, karena tidak ada manfaatnya. "Kalau berdebat, standardisasi pemikiran mereka berbeda dengan pemikiran kami, tidak akan medapatkan titik temu, kecuali mereka mendapatkan hidayah," katanya.

Tapi Irfan S. Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziah MMI --yang juga Pemimpin Umum Risalah Mujahidin-- punya penilaian lain tentang penolakan atas debat terbuka tersebut. "Itu berarti kelompok tersebut tidak ingin penyelesaian perkara secara damai," kata Irfan. Dalam pandangan Irfan, semua umat Islam itu juga seorang salafi. "Jadi, kalau menganggap pihak lain bukan salafi, itu sebuah kejahatan. Berarti dia mengafirkan pihak lain yang tidak sependapat," ia menjelaskan.

Majalah Risalah Mujahidin, menurut Irfan, diterbitkan sebagai bagian dari sarana untuk sosialisasi syariah Islam di kalangan MMI. "Juga untuk pencerahan pemikiran umat Islam dalam menumbuhkan semangat bersyariah," ujar Irfan. Isinya pun beragam, dari berita politik yang juga bersinggungan dengan Islam sampai soal bagaimana mengatur kehidupan negara ataupun keluarga. "Kami juga membedah gerakan organisasi Islam yang sesuai syariah Islam maupun yang sebaliknya," ia menguraikan.

Perseteruan antara pihak salafi eks Laskar Jihad dan MMI bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, terbit buku bertitel Mereka Adalah Teroris yang ditulis Al-Ustad Luqman bin Muhammad Ba'abduh, mantan Wakil Panglima Laskar Jihad. Buku yang terbit tahun 2005 itu ditujukan untuk menanggapi buku Imam Samudra berjudul Aku Melawan Terorisme. Rupanya, tidak hanya Imam yang diserang, sejumlah tokoh Islam, baik dari dalam maupun luar negeri, ikut-ikutan jadi sasaran.

Ustad Abu Bakar Ba'asyir, misalnya, dituding sebagai sindikat teroris. Sedangkan mantan Panglima Laskar Jihad, Ustad Ja'far Umar Thalib, disebut sebagai sosok yang bergaul dengan ahli bid'ah karena ikut mengisi acara zikir Ustad Muhammad Arifin Ilham. Karena amirnya dicemarkan, pihak MMI pernah mengajak debat Luqman. "Tapi yang bersangkutan tak pernah nongol," tutur Fauzan al-Anshari, Ketua Departemen Data dan Informasi MMI.

Sebagai tanggapan, keluarlah buku Siapa Teroris? Siapa Khawarij?, yang ditulis Abduh Zulfidar Akaha, tahun 2006. Buku ini secara akademis cukup dipujikan karena mampu membantah setiap argumentasi yang dijadikan landasan oleh Luqman. Abduh Zulfidar menulis dengan bahasa yang cukup santun dan ditopang dengan rujukan kitab yang cukup memadai. Sebuah modal awal yang baik untuk dilakukan dialog antara komunitas eks Laskar Jihad dan MMI.

Herry Mohammad, dan Mukhlison S. Widodo (Solo)
[Agama, Gatra Nomor 30 Beredar Kamis, 7 Juni 2007]

No comments: