Wednesday, May 09, 2007

Kasus Bolton, Newton dan Leibtnitz



Rabu, 28/03/2007 12:26 WIB
Kasus Bolton, Newton dan Leibtnitz
Pengirim: Alexander Priyo Pratomo

Membaca polemik di detik.com hari ini mengenai siapa sebenarnya penemu Bola Beton (Bolton) untuk menghentikan laju semburan lumpur panas di Sidoarjo, membuat saya teringat pada masa kuliah tahun pertama di Elektroteknik ITB.Pada pelajaran Kalkulus, saya senang membaca sejarah para penemu teori matematika dan kalkulus yang ditulis di buku cetak Kalkulus.Ada satu teori yang saya lihat ditemukan oleh dua orang dalam masa yang bersamaan namun berbeda apresiasi yang didapatkan, yaitu teori tentang turunan.

Issac Newton menemukan teori turunan sewaktu melakukan percobaan ilmiah saat ia harus libur panjang dari kuliahnya akibat kota London yang terkena badai penyakit Pes selama beberapa tahun. Ia menyebut turunan sebagai fungsi dengan notasi (') atas fungsi asli. Misalnya fungsi asli adalah Y= x, maka turunan pertama adalah Y', turunan kedua adalah Y'' dan seterusnya.

Di masa yang sama, di Jerman, Gotfried Leibtnitz, seorang pemikir matematis, menemukan juga fungsi turunan namun dengan notasi berbeda, yaitu turunan pertama dari fungsi Y adalah dY/dx (baca" de ye de ex), turunan kedua d2Y/dx2 (2 sebagai notasi seperti kuadrat), turunan ketiga adalah d3Y/dx3, dan seterusnya.

Namun karena Newton kemudian menjadi orang terkemuka saat menjadi ketua Royal Society di London, sebuah lembaga ilmu pengetahuan internasional di London, maka hasil penelitiannya lah yang kemudian diakui sehingga dunia menganggapnya sebagai penemu fungsi turunan untuk pertama kali. Leibtnitz hanya dianggap sebagai peniru.

Namun kemudian sejarah menentukan bahwa notasi Leibtnitz lebih berguna bagi notasi matematis, daripada notasi Newton, khususnya dalam perkalian matematis yang mempergunakan fungsi turunan dan integral.

Hal yang sama terjadi dalam kasus Bolton. Saya yakin bahwa Tuhan memberikan ilham yang sama bagi semua orang, asalkan ia mau berusaha. Masalah pengakuan, hanya masalah bagaimana usaha orang tersebut diterima oleh masyarakat dan diakui sebagai karya miliknya.

Atas hal inilah perlu dilakukan paten bagi Hak atas kekayaan Intelektual (HAKI). Pemerintah harus memberikan kemudahaan agar tiap masyarakat dapat mempatenkan milik intelektualnya dengan mudah. Dengan demikian dapat terhindari segala jenis klaim klaim-an seperti kasus Bolton ini.

Mengingat Saudara Tito telah mengirimkan hasil rancangannya kepada pemerintah, seharusnya pemerintah (baik pusat maupun daerah, sebagai penerima fax yang ia kirimkan) memberikan respon positif.

Kembali ke masalah awal, bahwa HAKI adalah karunia Tuhan, tidak dapat dikatakan bahwa hanya orang yang punya gelar strata tinggi saja yang dapat dianggap sebagai penemu, bila memang fakta menyatakan demikian.

Jangan mengulangi sejarah Newton dan Leibtnitz. Hal ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah di Sidoarjo.

Alexander Priyo Pratomo
Telp : +62 812 202 7851
Menara BRI Asia Afrika 57 - 59 Bandung 40111

No comments: