Tuesday, May 08, 2007

Menguak Kuburan Para Petarung

Menguak Kuburan Para Petarung
Selasa, 08 Mei 2007 | 00:19 WIB

TEMPO Interaktif, Ankara:
Ilmuwan dari Wina, Austria, telah menemukan kuburan para petarung dari masa Romawi kuno: Gladiator. Kuburan ini digali di salah satu sudut kota tua Efesus di Turki.Efesus adalah salah satu kota besar dalam Kekaisaran Romawi pada masa lalu. Kini kota ini menjadi bagian dari Turki, terletak 3 kilometer di selatan Distrik Selçuk, di Provinsi İzmir. Lima tahun lalu sepasang ahli patologi dari Universitas Kedokteran Wina, Profesor Karl Grossschmidt dan Professor Fabian Kanz, telah mengidentifikasi ribuan tulang belulang di salah satu sudut kota tua itu. Selain tulang, mereka juga menemukan tiga batu nisan yang dengan jelas menggambarkan bahwa itu adalah tempat “beristirahatnya” para gladiator. Gladiator adalah petarung dalam pada zaman Romawi kuno. Keberadaan mereka disebutkan dalam banyak catatan maupun rekaman sejarah, mulai dari mosaik sampai lukisan. Motif gladiator banyak ditemukan di lampu minyak yang digali dari situs kekaisaran Romawi.Setelah meneliti selama lima tahun, baru-baru ini Grossschmidt dan Kanz mengumumkan bahwa mereka berhasil memilah-milah tulang belulang itu menjadi 67 individu. Melalui pemeriksaan forensik pada jejak-jejak yang terekam di tulang itu, mereka berhasil mengungkapkan usia, bagaimana para gladiator hidup dan bagaimana mereka meninggal dunia. Para gladiator itu diperkirakan berusia antara 20 hingga 30 tahun dan umumnya vegetarian. Kanz dan Grossschmidt menemukan adanya luka-luka yang pernah sembuh. Ini menjadi bukti bagi catatan sejarah bahwa kaum gladiator memang mendapatkan perawatan medis yang memadai dan tak murah.
Kanz dan Grossschmidt juga menemukan bahwa tulang-tulang itu tak menampakkan bekas luka yang banyak sebagai penanda bahwa mereka memang tak terlibat pada pertarungan massal dan brutal. Para petarung itu berkelahi tak ubahnya pertandingan bela diri pada masa kini, dibatasi oleh peraturan dan diawasi oleh wasit. Ada pula rekaman luka-luka yang mematikan. Yakni tulang-tulang baik tulang belakang maupun tulang lainnya yang tertoreh. Ini membuktikan adanya hukuman bagi gladiator yang dianggap kalah, pengecut, dan diputuskan mati oleh penonton. Biasanya para penonton akan berteriak, “Iugula!”, yang berarti “Belah dia!”. Maka sang lawan gladiator yang menyerah itu akan membelah tubuhnya dengan pedang tajam, dari tenggorokan sampai ke jantung. “Cara yang paling cepat untuk mati,” kata Grossschmidt. Sejumlah relief yang berasal dari masa Romawi menggambarkan bahwa si pria biasanya duduk berlutut, lalu sang lawan akan menebasnya dengan keras sampai tersungkur dan tewas. Kedua ahli patologi menemukan jejak-jejak kematian seperti itu pada beberapa kerangka individu. Sejumlah tengkorak gladitor ada yang menunjukkan tiga lubang berjarak sama, yang kemungkinan tewas akibat tusukan tombak trisula alias bermata tiga.

“Luka-luka di tulang, seperti di tengkorak itu, bukanlah luka yang umum melainkan sangat tak biasa. Luka-luka itu disebabkan oleh trisula, yang secara khusus menandakan jenis senjata yang digunakan oleh para gladiator itu," kata Grossschmidt. Ada pula tengkorak yang berlubang persegi. Rupanya mereka tewas akibat pukulan martil besar di kepala bagian depan. Kanz mengatakan itu ada kaitannya dengan orang lain di luar para petarung yang bertugas mengeksekusi gladiator yang sudah tak mungkin diselamatkan dan memilih mati. Gladiator yang terluka amat parah itu rupanya tak dikutuk oleh penonton maupun pengontrol pertandingan. “Inilah pukulan penghabisan, demi membebaskan mereka," kata Kanz. Tapi tak semua kerangka menggambarkan pertarungan. Ada pula sebuah kerangka yang diperkirakan sebagai seorang pensiunan gladiator yang hidup sampai tua dan meninggal dunia secara wajar. Profesor Kanz mengatakan bila seorang gladiator bertahan hidup selama tiga tahun di arena, maka dia akan memenangkan kemerdekaannya. Mereka biasanya menjadi pelatih di sekolah gladiator.Kanz dan Grossschmidt menemukan bahwa usia sang kerangka lebih dewasa dari yang lain. Di kepalanya memang tampak bekas-bekas luka, namun tak satupun yang fatal alias mematikan. “Dia telah hidup normal sebagaimana orang Romawi lainnya,” kata Professor Kanz. Menurut antropolog fisik dari Universitas Durham di Inggris, Dr Charlotte Roberts, temuan kedua patolog itu amat signifikan. “Saya telah menyaksikan ribuan kerangka orang Romawi, saya telah menyaksikan contoh luka di kepala, yang sembuh dan tak sembuh, saya sudah menyaksikan bukti-bukti pemenggalan," katanya. Namun menurut Roberts, temuan itu sangat ekstrim dan belum pernah ditemukan sebelumnya. “Mereka telah mengungkapkan lebih banyak tentang mitos gladiator, tentang bagaimana mereka bertarung.”

DEDDY SINAGA | BBC | WASHINGTON TIMES | WIKIPEDIA | BROOKLYN COLLEGE


No comments: