Tuesday, August 21, 2007

Mencari Format Calon Independen


Edisi. 26/XXXIIIIII/20 - 26 Agustus 2007
Hukum

Mencari Format Calon Independen

Partai Golkar mengajukan syarat dukungan 15 persen untuk calon independen. Partai Demokrat cukup 7 persen.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa pekan ini akan menjamu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat di Istana Negara. Jamuan ini untuk menjawab kondisi genting setelah keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuka kesempatan bagi seseorang untuk mencalonkan diri menjadi bupati, wali kota, atau gubernur tanpa sokongan partai politik.

Hanya sepekan setelah keputusan Mahkamah Konstitusi pada 23 Juli, sejumlah daerah bergolak. Di Cilacap, Jawa Tengah, sekelompok orang minta pemerintah segera membuat aturan teknis untuk calon independen. Mereka bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kantor panitia pemilihan kepala daerah.

Begitu pula di Cirebon, yang pada Desember mendatang melangsungkan pemilihan wali kota. Komisi Pemilihan Umum Daerah Cirebon bersiap-siap menerima protes warga. Pendukung dari calon-calon perseorangan mengancam akan menduduki kantor pemerintah, gedung dewan, dan kantor panitia penyelenggara pemilihan jika tidak menerima pendaftaran calon independen.

Dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang lalu, gonjang-ganjing juga muncul karena calon independen terpental, meski tak sampai mengganggu pemilihan. Calon itu adalah Sarwono Kusumaatmadja, yang gagal maju lantaran keputusan Mahkamah Konstitusi terbit setelah pendaftaran calon ditutup.

Nah, kini untuk mengantisipasi gonjang-ganjing lebih besar, pemerintah dan parlemen berupaya segera menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi itu. Aturan main segera dirumuskan dan dicarikan kesepakatan dalam pertemuan di Istana nanti. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang belum mengakomodasi calon perseorangan akan dikoreksi.

Bagaimana mengoreksinya? Ini masih menjadi perdebatan. Apakah perubahan itu cukup dengan membuat peraturan pengganti undang-undang (perpu) atau revisi terbatas atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, masih terbuka segala kemungkinan. ”Ketentuan teknisnya itu akan dibahas dalam rapat konsultasi,” kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.

Beberapa lembaga kini sibuk menerjemahkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu, sudah merancang draf revisi terbatas atas Undang-Undang 32/2004. Pada perubahan Pasal 59 ayat 2a diusulkan syarat calon perseorangan sekurang-kurangnya didukung 10 persen dari jumlah pemilih.

Pada pasal itu juga disebutkan jumlah pemilih harus tersebar sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur serta 50 persen dari jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota.

Pada pasal 59 ayat 5b dijelaskan pemberian dukungan dalam bentuk pernyataan tertulis dengan melampirkan identitas yang sah. Adapun waktu verifikasi minimal satu bulan. Selama ini aturan waktu verifikasi 14 hari.

Departemen Dalam Negeri juga menyiapkan naskah akademik tentang persyaratan, mekanisme, dan antisipasi pemilihan kepala daerah dengan calon perseorangan. ”Bentuknya sudah ada, opsinya bisa dibuat untuk perpu atau revisi terbatas UU No. 32/2004,” kata juru bicara Departemen Dalam Negeri Saud Situmorang.

Agar keputusan Mahkamah Konstitusi segera bisa dipraktekkan, menurut Saud, pilihannya kemungkinan revisi terbatas. Apabila membuat peraturan pengganti undang-undang, dia khawatir selain membutuhkan biaya besar, juga berisiko dimentahkan DPR. ”Kami tidak akan gegabah,” ujar Saud, yang memperkirakan lama pembahasan revisi terbatas tak sampai enam bulan.

Baik draf rancangan bikinan Badan Legislasi DPR maupun hasil kajian akademik Departemen Dalam Negeri belum ada yang merujuk secara pasti berapa syarat dukungan untuk calon independen. Masalahnya, selain draf itu, partai politik pun melalui fraksinya di DPR juga merancang usul sendiri. Fraksi Partai Golkar, contohnya, bakal mati-matian mengajukan revisi terbatas dengan syarat dukungan calon independen 15 persen.

Kenapa harus 15 persen? Menurut Ferry Mursidan Baldan, dari Fraksi Partai Golkar, syarat ini untuk memberikan ruang kepada masyarakat, bukan kepada perseorangan. Dan angka ini merupakan ukuran pantas seseorang mendapat dukungan masyarakat, sama seperti persyaratan dari partai politik. ”Kami tidak mempersulit. Kalau mau lebih rendah, sekalian saja 0 persen,” ujarnya kepada Tempo.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali menyatakan syarat minimal 10 persen merupakan titik kompromi paling moderat. ”Kami tidak bermaksud menjegal calon independen,” katanya.

Sedangkan Partai Demokrat akan mengusulkan angka 7 persen untuk syarat dukungan calon independen. ”Angka ini bisa diartikan terlalu berat atau ringan,” ujar Ketua Bidang Politik Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

Kalangan pengamat berpendapat lain. Soal calon independen lebih tepat diatur dalam undang-undang politik. ”Agak aneh bila diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Kerja DPR memang akan menjadi dua kali, selain merevisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah juga akan membuat undang-undang politik secara terpisah,” ujar Rafly Harun, staf ahli hakim Mahkamah Konstitusi.

Pengamat politik Universitas Indonesia Maswadi Rauf sepaham dengan Rafly. Pengaturan pencalonan perorangan merupakan substansi Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum. ”Sehingga harus terpisah dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah,” ujarnya.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Rangkuti Ray, berpandangan bahwa aturan tentang calon perseorangan bisa disusun menjadi beberapa pilihan, yaitu masuk dalam revisi Undang-Undang No. 32/2004, menjadi undang-undang sendiri, masuk dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu, dibuatkan perpu, atau KPU memutuskan sendiri masalah ini. ”Pilihan yang paling cepat dibikinkan perpu atau diserahkan ke KPU. Revisi terhadap Undang-Undang Pemerintahan Daerah prosesnya bisa sampai 2010,” katanya.

Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies Indra J. Piliang berpendapat, untuk mengatur calon independen sebaiknya diterbitkan perpu saja. Sebab, revisi undang-undang tidak bisa secuplik, tapi harus menyeluruh. ”Karena itu memakan waktu lama,” katanya.

Sedangkan penyusunan perpu bisa dikebut satu bulan selesai. Ia sepakat calon independen cukup didukung minimal tiga persen dari jumlah pemilih, seperti yang sudah dilaksanakan di Aceh. ”Persentase ini sudah memenuhi syarat karena tidak mudah untuk mengumpulkan pendukung sebanyak itu,” ujar Piliang.

Elik Susanto, Kurniasih Budi, Eko Ari Wibowo, Arti Ekawati

No comments: