Thursday, September 06, 2007

KKN Di Gedung Sate

Jerat Hukum Di Gedung Sate. Serius Nggak?

Gedung-sate

Bandung, 27 Januari 2001 00:49
HARI Jumat tanggal 26 Januari 2001 mungkin jadi mimpi buruk bagi Gubernur Jawa Barat Raden Nuriana. Selama lebih tiga jam, matan Panglima Kodam Siliwangi tersebut harus menjawab 68 pertanyaan jaksa di Bandung. Nuriana yang mengenakan batik warna kuning bermotif bunga hitam dan celana warna biru tua datang dengan mobil Suzuki Escudo dengan pelat nomor D 142. Ia didampingi kuasa hukum dari Biro Hukum Pemda Jabar Eha Djulaeha SH serta dua orang ajudannya.

Dengan pengawalan ketat dari petugas keamanan, pukul delapan lewat lima pagi, ia langsung naik ke ruang pemeriksaan di lantai tiga kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Kemudian pintu ruangan ditutup rapat. Tak terdengar suara dari depan kantor kejaksaan yang ditungu-tunggu oleh para wartawan.

Namun hiruk-pikuk terdengar dari luar gedung Kejaksaan. Sejumlah pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam GPI (Gerakan Pemuda Islam) dan Garda Bangsa melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor tersebut. Mereka mendukung pemeriksaan terhadap Nuriana. "Usut hingga tuntas KKN Nuriana sampai ke akar-akarnya," teriak mereka.

Nuriana memenuhi panggilan, setelah Kejati mengantongi izin dari Presiden Gus Dur. Gubernur dua periode ini diperiksa karena adanya dugaan korupsi dan kolusi yang di lingkungan Pemerintah Daerah Jawa Barat yang merugikan negara ratusan miliar rupiah. Menurut Asisten Pidana Umum M Amari SH, selama tiga jam itu Nuriana diperiksa sebagai saksi dalam kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau beken disingkat KKN.

Kasus-kasus yang ditimpakan pada Nuriana tersebut sudah menyeret dua mantan petinggi di Gedung Sate, anak buah Nuriana, sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Wakil Gubernur Ukman Sutaryan serta mantan Sekertaris Wilayah Daerah Ragam Santika.

Paling tidak ada lima kasus yang ditimpakan pada mereka. Yaitu kasus Pajak Penerangan Jalan Umum, pengadaan tenda upacara, Situ Cipondoh, tukar guling tanah Kayu Ambon di Lembang, serta penyelewengan dana Yayasan Al-Ihsan.

Menurut Amari, hari itu Nuriana baru diperiksa untuk dua kasus. Dan gubernur berkumis tebal itu dengan lancar menjawab 68 pertanyaan yang disodorkan jaksa pemeriksa. Yaitu; dalam pemeriksaan kasus Pajak Penerangan Jalan Umum (PJPU) yang dipimpin jaksa Wahyu Wirahadinata SH, 16 pertanyaan. Dan 52 pertanyaan untuk kasus pengadaan tenda upacara yang disodorkan jaksa pemeriksa Romli Achsa SH.

Untuk tiga kasus lainnya, Nuriana bakal diperiksa lagi pekan depan. Pemeriksaan berakhir menjelang salat Jumat. Sekitar pukul 11.30 WIB Nuriana keluar ruangan. Para wartawan yang menunggu sejak pagi, tidak berhasil mendapat komentar dari Nuriana. Bahkan mendekatinya pun tidak bisa. Ia dikawal ketat, sampai menaiki kendaraannya.

Berbeda dengan Nuriana, dua mantan bawahannya ketiban apes. Ragam Santika, yang kini berkantor di Departemen Dalam Negeri, ditangkap tim dari Mabes Polri pukul delapan malam Senin (22 Januari 2001) lalu dari Apartemen Taman Rasuna, salah satu apertemen mewah di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ragam hingga kemarin masih meringkuk di tahanan Korp Reserse Mabes Polri. Lho kok di Mabes Polri?

Menurut Direktur Pidana Korupsi Korp Reserse Polri Brigadir Jenderal Ismerda Lebang, polisi menangani kasus ini setelah menerima pengaduan Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantauan Korupsi Nasional (Konstan), 4 Desember tahun lalu. Dalam pengaduan itu, disebutkan kasus korupsi yang melibatkan Ragam ini semula ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Namun kasus tersebut ditutup, karena tidak ditemukan adanya indikasi korupsi.

Tuduhan pada Ragam hanya satu yaitu perkasa Situ Cipondoh. Ragam yang menjabat Sekwilda pada 1993-1998 diduga telah penyelewengan dana pembuatan sertifikat tanah proyek Situ Cipondoh senilai Rp 1,06 milyar. Sedianya, proyek yang berlokasi di pinggir jalan raya Cipondoh-Cileduk, Tangerang ini, akan menyulap kawasan rawa menjadi tempat rekreasi yang menawan.

Proyek yang perusahaan swasta, PT Griya Tunggal Paksi, itu kini terbengkelai. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, Ragam telah mengakali biaya pembuatan serifikat tanah seluas 126 hektar tersebut. Biaya sertifikat itu mestinya dibebankan kepada PT Griya. Tapi, oleh Ragam biaya itu diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat.

Caranya, bawahan Ragam diperintahkan untuk membuat usulan proyek pembuatan sertifikat Situ Cipondoh itu senilai Rp, 1,06 milyar untuk dimasukan dalam Anggaran Pemda tahun 1997-1998. Tak lama setelah terbit Isian Proyek anggaran itu, pada 29 September 1997 Ragam memerintahkan anak buahnya untuk mengambil cek tersebut dan memasukan ke rekening pribadinya.

Sembilan bulan kemudian, 9 Juni 1998, Ragam memindahkan uang sebesar satu milyar lebih itu ke rekening Yayasan Saung Kadeudeuh. Yayasan milik Pemerintah Daerah yang didirikan dan dipimpin oleh Gubernur Nuriana, untuk kesejahteraan karyawan Gedung Sate.

Tak lama uang itu ngendon di Saung Kadeudeuh, pada 13 Oktober 1998, dana sebesar Rp. 1.064.607.470-besarnya persis seperti pertama kali uang itu masuk ke kantong Ragam tahun sebelumnya-- kembali masuk ke kas negara.

Setelah mendapat laporan ICW dan Konstan tersebut, Polisi telah memeriksa sembilan orang saksi, mulai mantan pejabat teras di Gedung Sate, Wakil Gubernur Karna S, hingga bendahara Yayasan Saung Kadeudeuh. Hasilnya, yah, Ragam yang sejak dua tahun lalu dimutasikan Jakarta itu dijebloskan di sel tahanan.

Pengacara Ragam, Rudi Gunawan, tentu keberatan dengan tuduhan Polisi. "Karena Uang tersebut sudah dikembalikan ke kas daerah, jadi tidak ada kerugian uang negara. Tidak ada kuropsi dalam kasus ini," kata Rudi. Rudi menyesalkan penangkapan Ragam.

Sama dengan Rudi, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat juga menyesalkan penahanan Ragam Santika oleh Mabes Polri.

Alasannya, Ragam masih disidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam kasus tersebut. ''Dengan penahanan itu, penyidikan kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Pemda Jawa Barat menjadi tumpang tindih,'' kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kajaksaan Tinggi Jawa Barat Karmana.

Menurut Karmana, kasus Situ Cipondoh, Tangerang, merugikan negara sekitar Rp 120 milyar. ''Jadi, bukan hanya penyelewengan dana sertifikat yang kami diusut,'' kata Karmana. Ia mengungkapkan, Ragam Santika akan ditahan Kejaksaan dalam perkara penyelewengan Pajak Penerangan Jalan Umum. ''Berita acara penahanan telah disiapkan, namun tersangka keburu ditangkap Mabes Polri,'' kata Karmana.

Kejati Jawa Barat juga sudah menetapkan mantan Wakil Gubernur (Wagub) Ukman Sutaryan, 64 tahun, sebagai tersangka pelaku tindak pidana korupsi, Rabu 18 Januari lalu. Ukman diduga menyelewengkan duit negara sebesar Rp 26 milyar.

Namun, penetapan status tersangka tidak diikuti penahanan. Ukman semaput, terkena serangan jantung. ''Dia shock ketika kami mengeluarkan surat penahanan,'' ujar Karmana. Ukman dilarikan ke rumah sakit Muhamadiyah, Bandung.

Ukman yang menjabat Wakil Gubernur dalam periode yang sama dengan Ragam, diperiksa Kejaksaan sebagai saksi kasus KKN di Pemda Jawa Barat. Ia dinyatakan sebagai tersangka, setelah Jaksa menemukan sejumlah bukti Ukman ikut bermain. Misalnya, ia mengucurkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ke Yayasan Rumah Sakit Yayasan Al-Ihsan yang dipimpinnya.

Pengucuran duit APBD ke Yayasan itu dilakukan mulai 18 Januari 1993 hingga Agustus 1997, kalau ditotal jumlahnya mencapai Rp 26 milyar. Selain itu, jaksa berpendapat, Ukman Sutaryan diduga kuat menyelewengkan uang Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) sekitar Rp 2 milyar, dan dana Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (BAZIZ) sekitar Rp 10 milyar. Untuk kasus uang Pajak Penerangan Jalan ini, Kejaksaan Tinggi Jabar akan menyeret Ragam Santika dan sejumlah pengusaha sebagai tersangka.

Namun hingga, akhir pekan lalu, Ukman baru dinyatakan sebagai tersangka perkara penyelewengan uang APBD untuk Yayasan Al -Ihsan. Padahal, menurut Sekretaris Yayasan Al-Ihsan, Endang Rahmad pengucuran uang APBD ke Yayasan Al-Ihsan itu merupakan bantuan Pemda Jawa Barat. "Uang itu kami gunakan untuk mengembankan rumah sakit. Tidak ada yang masuk ke kantong pribadi Pak Ukman," kata Endang Rahmad kepada Sulhan Syafi'i dari Gatra.

Apakah kasus KKN di Provinsi dengan jumlah penduduk paling banyak di Indonesia ini akan berlanjut hingga di pengadilan? Belum jelas. Ukman Sutaryan, yang mulai ujur itu kini terbaring di rumah sakit. Kasus Ragam Santika yang tumpang tindih antara polisi dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Lalu Raden Nuriana? Ketika Asisten Pidana Umum Amari ditanya, apakah Nuriana bisa jadi tersangka, ia tak bisa memberikan janji. "Ya, bisa saja mengarah ke sana, kalau nanti sudah terbukti ia salah. Kita lihat saja nanti," ujarnya.

Mungkinkah jadi seperti kasus mantan Gubernur Jawa Tengah Soewardi yang hingga kini tak terdengar lagi kabarnya. Hilang ditelah gelombang reformasi, intrik para elit politik dan teriakan lantang berbagai jargon.

DH, Heddy Lugito dan Sigit Indra

No comments: