Thursday, September 06, 2007

KKN Di Gedung Sate

Nuriana: Bisa Saja Saya Keseleo

raden-NurianaBandung, 26 Januari 2001 20:55
SEJUMLAH kasus tanah yang ramai dibicarakan belakangan ini tak urung menyangkut Raden Nuriana. Gubernur Jawa Barat berusia 61 tahun ini kabarnya diperiksa pihak kejaksaan, karena mengeluarkan sejumlah kebijaksanaan yang melenceng. Tapi Nuriana tak gentar.

"Niatan saya baik. Saya tidak pernah bermaksud menyusahkan rakyat," kata orang nomor satu Jawa Barat yang berakhir masa jabatannya tahun 2003 itu. Untuk menjelaskan semua tudingan tersebut, Nuriana menerima wartawan Gatra Dwitri Waluyo, Kamis pekan lalu. Berikut petikan wawancara yang berlangsung di Bandung:

Konon, Anda diperiksa kejaksaan soal berbagai kasus tanah di Jawa Barat?
Bukan begitu. Pemerintah daerah (pemda) dan kejaksaan hanya saling koordinasi. Lagi pula, semua hal yang ditudingkan kepada saya sudah saya laporkan ke Irjen Depdagri (Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri).

Sebenarnya, bagaimana duduk soal pengalihan tanah negara ke swasta, seperti di Situ Cipondoh, Tangerang, itu?
Proyek Cipondoh itu merupakan kerja sama antara Pemda Jawa Barat dan PT Griya Tritunggal Paksi. Tujuannya, mengembangkan lahan seluas 126 hektare itu menjadi kawasan perkotaan dan objek rekreasi berwawasan lingkungan. Gagasan proyek tersebut sudah dimulai tahun 1992. Kesepakatan kerjanya dilakukan Henry Soetandi Soetedjo dari PT Griya Tritunggal Paksi dengan Wakil Gubernur Drs. H. Karna Suwanda, November 1993. Dan sudah disetujui DPRD Jawa Barat. Bahkan, Menteri Dalam Negeri telah memberi rekomendasi pada Februari 1998.

Kok bisa jatuh ke PT Griya Tritunggal Paksi?
Karena cuma perusahaan itu yang berminat, lengkap dengan proposal yang telah dibahas berbagai instansi terkait.

Bukan lantaran Nico Barito, pemiliknya, dekat dengan Anda?
Bukan. Saya memang kenal dengan Nico. Tapi, dalam perjanjian kerja sama itu tidak ada nama Nico. Anda bisa cek sendiri.

Namun, yang diributkan soal perubahan status tanah. Kok tanah negara bisa diubah menjadi hak guna bangunan (HGB)?
Status tanah adalah hak pengelolaan lahan (HPL) atas nama pemda. Tapi, jika diperlukan, tanah itu bisa diberi sertifikat HGB. Ada aturannya yang menyatakan bahwa tanah itu bisa didayagunakan melalui kerja sama dengan pihak swasta. Pemberian status tanah HGB di atas HPL juga bukan atas dasar rekomendasi, melainkan realisasi ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kerja sama tersebut. Materinya pun sudah disetujui DPRD dan disahkan Menteri Dalam Negeri. Perolehan haknya juga ditempuh melalui Badan Pertanahan Nasional, sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Lantas, kenapa biaya pembuatan sertifikat senilai Rp 1 milyar menggunakan dana Yayasan Saung Kadeudeuh?
Dana itu sifatnya pinjaman saja. Sekaligus merupakan bukti bahwa hak pengelolaan tanah tersebut masih di tangan pemda. Lagi pula, dana itu sudah dikembalikan. Pemda sendiri juga diuntungkan dengan proyek itu, karena sudah menerima pembagian keuntungan sebesar Rp 750 juta untuk jangka waktu 30 tahun, meski proyek itu belum berjalan.

Mengenai HGB yang kemudian dijadikan agunan oleh PT Griya Tritunggal Paksi?
Saya kira, ya wajar saja si pengusaha memanfaatkan dana bank. Tapi, agunan itu tidak boleh melebihi batas waktu HGB di atas HPL. Lagi pula, sertifikat HPL-nya masih di tangan pemda.

Tapi, bukankah kini kredit itu macet?
Pemda sudah memberi peringatan tertulis agar PT Griya Tritunggal Paksi melunasi kreditnya ke PT Sinar Mas Multifinance.

Konon, Anda memberikan rekomendasi kepada perusahaan itu agar bisa mendapatkan pinjaman?
Tidak ada itu. Apalagi, itu bank swasta. Kalau yang memberikan kredit adalah Bank Jabar, barulah saya bisa memberikan rekomendasi. Ini kan bank swasta. Hebat benar saya bisa menekan bank swasta. Lagi pula, seharusnya bank itu meninjau kelayakan proyek tersebut.

Bagaimana dengan proyek Jonggol dan proyek pabrik mobil Timor di Cikampek. Konon, itu semacam upeti agar Anda bisa meraih posisi gubernur untuk kedua kalinya?
Proyek-proyek itu kan ada keppres (keputusan presiden)-nya. Saya hanya melaksanakan, seperti gubernur lain yang menjalankan keppres. Pengembangan kawasan Jonggol dan reklamasi Pantai Kapuk Naga berlandaskan pada Keppres Nomor 1 Tahun 1997 dan Nomor 73 Tahun 1996. Gubernur ditunjuk untuk mengkoordinasi dan mengendalikan proyek-proyek itu. Saya juga sudah melapor kepada Presiden dan mohon petunjuknya, apakah proyek-proyek itu dilanjutkan atau tidak.

Bagaimana dengan kasus tanah Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD), yang kabarnya membuat Siti Hardijanti Rukmana marah?
Ruilslag Secapa AD itu bukan kewenangan pemda. Itu program Departemen Pertahanan dan Keamanan.

Banyak tuduhan miring dialamatkan kepada Anda. Sebenarnya ada apa?
Saat ini memang banyak muncul tuduhan. Tapi, tidak didasari kebenaran dan tidak didukung data akurat. Yang penting bagi pemda, seluruh kebijaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan perundang-undangan yang berlaku. Kalau dalam perjalanan saya keseleo secara teknis, ya itu bisa saja. Tapi saya tidak bermaksud begitu. Apalagi sampai menyusahkan rakyat.

Konon, tuduhan itu muncul karena bawahan Anda (Wakil Gubernur Ukman Sutaryan) akan dipensiun?
Saya nggak ngerti soal-soal seperti itu. Tidak baik berburuk sangka. Semuanya berjalan baik-baik saja.
[Gatra Nomor 16/05, 6 Maret 1999]

No comments: