Monday, September 03, 2007

Menteri Dalam Negeri Satu Menteri Dua Kompetensi


Mardiyanto (Antara/Hari Atmoko)Pasar politik bergairah. Sejumlah nama beken beredar di arena bursa calon Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ada nama Mardiyanto, Sutiyoso, M. Yasin, E.E. Mangindaan, hingga Siti Nurbaya. Akhirnya bursa kandidat yang menghangat selama sepekan itu ditutup Selasa lalu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan Mardiyanto, Gubernur Jawa Tengah, sebagai Mendagri menggantikan Muhammad Ma'ruf yang sakit sejak akhir Maret lampau. Kali ini, presiden menutup rapat nama kandidat yang dipilih hingga detik terakhir. Prosesi pemanggilan terbuka calon menteri, seperti pada dua reshuffle sebelumnya, tidak tampak.

Spekulasi pun terus berlangsung sampai injury time. Meski pelbagai informasi dan analisis sudah lama menempatkan Mardiyanto sebagai calon kuat, tidak ada yang berani terbuka memastikannya. Di Semarang, sinyal bakal dipilihnya Mardiyanto sudah terasa Selasa pagi dalam sidang DPRD Jawa Tengah. Ketua DPRD Murdoko, pada saat memberi sambutan, secara berkelakar menyapa Mardiyanto sebagai "Pak Mendagri".

Sejumlah sumber menyebutkan, Mardiyanto sudah ditelepon istana pada Selasa pagi. Tapi, usai rapat DPRD, Mardiyanto belum berterus terang. Kepada pers, Mardiyanto hanya menekankan agar presiden segera mengumumkan. "Biar semua plong," kata lulusan Akabri 1970 itu. "Kalau saya jadi, ya, alhamdulillah, garis tangan. Tidak jadi juga alhamdulillah."

Diam-diam, Selasa siang, Mardiyanto terbang ke Jakarta, didampingi ajudan. Sorenya, sekitar pukul 17.00, ia bertemu presiden. Habis magrib, presiden mengumumkan. Pelantikan Mardiyanto sebagai menteri dilangsungkan Rabu siang pekan ini.

Nama Mardiyanto sebenarnya pernah mencuat sejak menjelang reshuffle tahap kedua, Mei lalu. Namun Ma'ruf yang jatuh sakit sejak akhir Maret tak langsung diganti. Presiden beralasan, memberi kesempatan tiga bulan pada tim dokter untuk membuat laporan kesehatan Ma'ruf. Tapi para analis menilai SBY menghargai jasa Ma'ruf sebagai tim sukses.

Bagi kalangan dekat presiden, pilihan SBY pada Mardiyanto sebenarnya tak goyah. Suara-suara di luar istana saja yang memunculkan beragam nama. Ketua Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, pernah memetakan tiga model kandidat. Kalau presiden mau pembantu dengan loyalitas tinggi, ada M. Yasin atau E.E. Mangindaan.

Jika sosok populer tetapi berisiko politik, menurut Priyo, ada Sutiyoso atau Ryaas Rasyid. Bila ingin yang kalem dan berpengalaman, ada Mardiyanto. Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menjagokan Sutiyoso. Ketua FKB Effendy Choirie menyebut Mahfud MD.

Performa Mardiyanto di "pasar politik" sempat dikesankan mengempis ketika Senin lalu ada demo penolakan dari sejumlah mahasiswa. Mereka menuding Mardiyanto yang sempat diperika KPK sebagai saksi yang terindikasi korupsi. Demonstran sempat diterima Dewan Pertimbangan Presiden. Toh, presiden tetap memilih Mardiyanto.

Pilihan pada Mardiyanto ditakar bukan sekadar karena faktor pengalaman dan kompetensi. Kalau sekadar itu, Siti Nurbaya (mantan Sekjen Depdagri) dan Sutiyoso (Gubernur DKI Jakarta) juga tidak kalah. Sekjen KNPI yang juga mantan tim sukses SBY, Munawar Fuad, menyebut Mardiyanto memberi keuntungan strategis lain pada SBY, terkait agenda pemilihan presiden 2009.

Jawa Tengah adalah lumbung suara yang amat berharga. Jumlah pemilihnya terbesar kedua setelah Jawa Timur. Kalau Jawa Timur, SBY optimistis bisa mengendalikan suara daerah kelahirannya itu, sebagaimana pada saat pemilihan presiden 2004. Tapi Jawa Tengah, yang dikenal sebagai basis PDI-P, merupakan areal perlawanan sengit.

Pada pemilihan presiden putaran pertama 2004, Megawati menang di Jawa Tengah. Baru pada putaran kedua, SBY membalik kemenangan, meski tipis. Mega mendapat 6,2 juta suara, SBY memperoleh 6,7 juta suara. Dari 35 kabupaten/kota, SBY unggul di 20 tempat. Bila ingin mulus melenggang di 2009, Jawa Tengah harus jadi prioritas genggaman.

Dengan menggandeng Mardiyanto yang sudah dua periode jadi gubernur, SBY berpeluang memperkuat pengaruh di Jawa Tengah. Sekaligus memperlemah basis Megawati dan PDI-P. Mardiyanto sendiri ketika jadi gubernur juga diusung PDI-P. Bergabungnya Mardiyanto ke kabinet bisa terhitung kerugian politik bagi PDI-P.

Langkah SBY merekrut "kader" partai lain (PDI-P) itu, menurut Munawar Fuad, khas gaya SBY. Mirip proses rekrutmen Gubernur Bengkulu, Agusrin Najamuddin. Pada saat pencalonan, diusung PKS. Namun, sebulan setelah terpilih, Agusrin hijrah jadi Ketua Demokrat.

Arti penting Jawa Tengah bagi SBY juga terbaca dengan tingginya frekuensi kunjungan SBY ke provinsi itu setahun terakhir. Sepengamatan Gatra, pernah sebulan lebih dari dua kali. Pernah pula sekadar untuk peresmian pabrik skala kecil.

Bukan hanya pengaruh di Jawa Tengah, menurut Munawar, Mardiyanto juga memberi keuntungan lain buat SBY dalam hal pengaruhnya pada asosiasi provinsi se-Indonesia. Itu bisa mengimbangi pengaruh Sutiyoso, yang jadi ketua asosiasi. Gubernur Jakarta ini, selain masuk bursa calon Mendagri, juga diprediksi bakal jadi pesaing berat dalam laga pemilihan presiden 2009.

Buat Sutiyoso, pos Mendagri tentu strategis untuk terus manggung di pentas nasional. Ia berkali-kali menyatakan siap memberi loyalitas penuh bila dipercaya jadi Mendagri. Seolah untuk menepis analisis bahwa keberadaannya bisa jadi ancaman politik bagi SBY.

Langkah Sutiyoso menerima doktor kehormatan dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, beberapa waktu lalu, juga bisa dibaca untuk memberi pesan politik bahwa Sutiyoso yang kelahiran Semarang juga punya basis di Jawa Tengah. Undip saja, perguruan tinggi terkemuka di Jawa Tengah, memberi doktor kehormatan kepada Sutiyoso, bukan Mardiyanto.

Agenda Depdagri dua tahun ke depan cukup menumpuk. Tapi, menurut Sekjen Depdagri Diah Anggraeni, ini tidak berarti bahwa selama tidak ada menteri definitif dalam lima bulan terakhir, lantas garapan Depdagri terbengkalai. "Sistem tetap jalan," katanya. Menteri adalah pemegang kebijakan. "Hal-hal teknis dilakukan sekjen dan dirjen," Diah menambahkan.

Diah menyebut Mendagri ad interim telah bekerja sangat efektif. Banyak pekerjaan rumah yang bisa dirampungkan Widodo. Misalnya pembahasan RUU DKI Jakarta dan penyiapan empat paket RUU politik yang kini sudah diserahkan ke DPR. Begitu pula, pembahasan PP 8/2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang sudah berlarut-larut kini diganti dengan PP 41/2007.

"Juga diselesaikan PP 37/2007 tentang Administrasi Kependudukan," kata Diah. Selain peraturan perundangan, ada 16 daerah hasil pemekaran yang dapat dibentuk. Disusul pelantikan beberapa kepala daerah baru. Sedangkan sisa agenda yang harus diteruskan Mendagri baru, antara lain, sisa penyelenggaraan pilkada dan daerah pemekaran.

Paket RUU politik kini masuk tahap pembahasan bersama DPR. Tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi tentang pencalonan perseorangan juga memerlukan regulasi segera. Tapi Diah optimistis, semua itu bisa diselesaikan. Bagi Diah, menopang kepemimpinan Mardiyanto bukan hal baru, karena ia pernah menjadi Humas Pemda Jawa Tengah.

Asrori S. Karni, Bernadetta Febriana, dan Imung Yuniardi (Semarang)
[Nasional, Gatra Nomor 42 Beredar Kamis, 30 Agustus 2007]

No comments: